Deska menjawab dengan anggukan kepala. Namun Radit masih belum puas dengan jawaban yang diberikan Deska. Deska dapat mengetahui kecurigaan Radit lewat ekspresinya.
“Serius?” tanya Radit memastikan.
“Iya, serius, Kak,” Deska meyakinkan Radit.
“Nggak mungkin. Cewek kayak Lo nggak mungkin bisa beli ponsel mahal kayak gini,” sangkal Radit dengan kerutan di dahi yang semakin terlihat jelas.
“Lah, ‘kan, buktinya sekarang ada. Itu yang di tangan Kak Radit. Intinya, sekarang utangku sama Kak Radit udah lunas, ya. Jadi aku permisi dulu, Kak,” Deska pamit.
Baru saja Deska membalikkan badan untuk segera menjauhi Radit, tiba-tiba tangannya dicekal.
“Tunggu!” sergah Radit.
Deska memasang mimik wajah penasaran. Dia sudah jengah dengan kelakuan Radit yang aneh dan seenaknya sendiri selama ini.
“Jangan bilang kalau kamu nyuri,” terka Radit.
Mendengar itu Deska langsung marah. Dia merasa harga dirinya terluka. Dia membalikkan badan sembari melepas cekalan Radit dengan paksa.
“Enak aja. Aku nggak nyuri, ya.”
“Terus kalau nggak nyuri, apa, dong? Mana buktinya?” Radit penasaran sekali rupanya.
Merasakan amarahnya sudah naik hingga ke ubun-ubun, Deska mengobrak-abrik isi tasnya dan mengeluarkan barang bukti yang dia punya. Untung saja, sehari sebelum ponsel itu diberikan pada Radit, Deska sudah mempersiapkan kemungkinan ini. Mahasiswa abadi tipe Radit sangat cerdik. Dia pasti akan menyelidikinya hingga rasa penasarannya terpuaskan.
***
Sehari sebelumnya, Deska kebingungan karena harus mengganti ponsel mahalnya Radit yang limited edition itu.
“Duh, mampus gue!” gerutu Deska sambil mengacak-acak rambutnya. “Barang udah ada, dan tinggal satu doang di toko. Tapi masalahnya gimana biar nggak ketahuan kalau gue anak orang kaya.”
Deska menghela napas sejenak. “Andai saja ada yang bisa dimanipulasi,” pikirnya.
Menyadari ucapannya barusan, terlintas ide gila dalam benak Deska. Dia bergegas mencari seorang profesional yang mengerti tentang editing dan manipulasi data, lalu dia segera meneleponnya.
“Halo, apa benar ini dengan Pro-editing?”
“Iya, Mbak. Saya pemilik usaha ini,” balas seseorang di seberang sana dengan nada ramah.
“Saya menginginkan jasa yang terbaik dari Bapak. Untuk biaya tidak perlu khawatir. Saya bisa memberikan bayaran paling tinggi untuk bapak.”
Keduanya sepakat setelah Deska melakukan negosisasi dengan editor tersebut. Beres.
***
Deska menyodorkan secarik kertas kecil pada Radit. “Nih, buktinya!”
“Struk pembelian?” Dahi Radit mengerut hingga berlipat-lipat.
“Iya. Bisa Kak Radit lihat sendiri tulisan yang tertera di sana.”
Radit membaca struk pembelian itu dengan cermat. Di sina tertulis nama Deska, tanggal pembelian, barang yang dibeli, dan metode pembayarannya.
“Pinjaman online?” Dahi Radit kembali berkerut.
Belum sempat Radit menanyakan lebih jauh seputar pinjaman online yang dilakukan Deska, perempuan berpenampilan culun itu sudah pergi meninggalkan Radit dengan penuh penasaran. Radit membiarkan Deska pergi begitu saja. Dia lebih memilih segera memasuki ruang kelas karena mata kuliahnya akan segera dimulai.
Meski berusaha untuk konsentrasi di dalam kelas, Radit masih kepikiran dengan struk pembelian itu. Entah kenapa dia merasa bahwa bukti itu aneh. Seperti ada sesuatu yang diubah. Dia penasaran dan ingin menyelidiki bukti yang diberikan Deska itu. Jangan-jangan bukti itu palsu, terkanya. Tapi dia tidak tahu harus mulai menyelidikinya dari mana.
Kelas telah usai, Radit masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Teman se-gengnya mulai merasa curiga dengan sikap Radit saat ini.
“Kenapa, Bro? Kok, kusut amat tuh muka?”
“Gue lagi mikirin sesuatu, nih.”
“Dih … tumben amat Lo mikir. Biasanya juga selow.”
“Gue mikirin ini, nih.” Radit menyodorkan ponsel beserta struk pembeliannya.
“Widiw, ponsel baru lagi nih. Tajir amat Lo, Dit. Gile. Padahal kemarin baru aja beli ponsel dari anak fakultas sebelah.”
Salah satu teman se-geng Radit yang membawa struk pembelian ponsel itu curiga, “Hah, pinjaman online? Lo jadi kere lagi, Dit?”
“Ish, bukan gue yang beli,” gerutu Radit kesal.
“Trus siapa?”
“Kemarin gue dapat paket. Isinya, ya ponsel ini, tapi nggak ada nama pembeli dan pengirimnya. Kayak dirahasiain gitu. Terus tadi gue ketemu adik tingkat yang ngerusakin ponsel gue. Niatnya gue tagih ponsel gue yang dirusakin dia. Eh, dia malah bilang ponsel yang dikirim ke gue itu dari dia. Aneh banget nggak, sih?” Radit curhat panjang lebar.
“Si Deska itu?” tebak teman lainnya yang dijawab Radit dengan anggukan kepala.
“Menurut gue, sih, itu aneh, Bro. Kita semua, ‘kan, udah lihat tampangnya si Deska. Dia nggak kelihatan macam anak orang berada. Kalau beli ponsel limited edition gini, duit dari mana tuh?”
“Antara nyolong duit temen atau bersekutu dengan makhluk tak kasat mata, tuh,” tuduh salah seorang temannya Radit.
Mendengar argumen salah satu teman Radit, semua teman gengnya pun tertawa. Mereka tidak habis pikir dengan imajinasi tanpa batas yang dimilikinya.
“Tapi, ketimbang gimana cara si kacamata lusuh itu dapetin duit, gue lebih curiga sama struk pembelian ini, nih, Bro.”
Radit yang semula tertawa lepas kembali serius. “Emang apa yang salah dari struk itu?”
“Ini kayak dimanipulasi, Dit.”
“Nah, itu, Dit. Si mata jeli mulai beraksi. Semua kegalauanmu tadi bisa jadi segera diketahui.”
“Manipulasi?” ulang Radit bergumam bingung.
“Yups, ini kertas, bukan kertas struk pembelian seperti biasanya. Trus, penulisan di struknya juga bukan seperti toko penjualan ponsel biasanya.”
“Maksud Lo nggak kayak biasanya gimana, sih? Kasih penjelasan yang gampang lah. Gue malas banget mikir keras,” keluh Radit.
“Yang lebih aneh lagi dari struk ini ada di pinjaman online yang tertera di struk ini, Bro.”
Ucapan teman se-geng Radit tadi terus menggema di kepalanya. Baik ketika sedang sibuk melakukan sesuatu seperti persiapan skripsi, makan atau bahkan mandi, serta saat waktu luang, ucapan itu tidak pernah berhenti terngiang. Lama-lama Radit dibuat kesal sendiri oleh pikirannya.
“Ini pinjaman online bukan pinjaman biasa, Bro.”
“Trus?” Radit penasaran. Dia menunggu temannya itu melanjutkan kalimatnya.
“Ini pinjaman yang biasanya dipake sama orang kalangan atas. Mana nama pinjaman online-nya dari bahasa asing.”
“Eh, tapi ada, loh, pinjaman online di Indonesia yang pake bahasa asing. Jangan ngaco Lo, Bro,” timpal teman se-geng lainnya.
“Enggak, bukan itu maksud gue. Nih, berdasarkan yang gue cari, itu pinjaman punya negara lain. Kalau bukan orang kalangan atas, nggak bakalan bisa minjem duit sebanyak ini. Apalagi dengan perusahaan pinjaman dari negara asing. Biasanya, ‘kan, mereka yang punya koneksi dengan orang-orang macam ini.”
“Eh, bener juga dugaan Lo, Bro. Si Deska perlu diselidiki tuh, Dit. Dia mencurigakan banget.”
Radir setuju dengan perkataan teman se-gengnya itu. Jati diri Deska yang sebenarnya harus segera diungkap. Uang yang dikeluarkan Deska sudah selevel dengan pengeluaran Serfina, kekasih gelapnya itu.
Radit mencoba berpikir positif tentang ucapan Deska padanya tadi saat di kampus. Namun akal sehatnya selalu menentang hal itu. Ucapan Deska benar-benar tidak dapat dipercaya seutuhnya.
Deska bukan gadis biasa. Tampilan luarnya ibarat seperti seekor bunglon yang dapat berkamuflase di segala tempat dan situasi. Dia pasti menyembunyikan sesuatu dari Radit. Sesuatu yang sangat besar, sehingga dapat mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat.
“Sebenarnya … siapa dirimu, Deska?” tanya Radit dengan penuh penasaran.
***
Radit mulai mengumpulkan bukti-bukti tentang jati diri Deska berdasarkan opini dari teman se-gengnya. Dia menyelidiki tentang pinjaman online terlebih dahulu. Tentu saja dia butuh koneksi untuk mengungkit hal ini.Akhirnya, Radit memanfaatkan Serafina untuk membantunya mencari informasi terkait jasa pinjaman tersebut. Serafina yang notabenenya memiliki banyak kenalan itu pun dengan mudah menemukan orang yang diinginkan Radit.Radit berterima kasih kepada Serafina karena sudah membantunya lagi untuk menyelesaikan masalahnya. Semua keinginan Serafina akan Radit penuhi sebagai balas jasa yang telah dilakukan kekasihnya itu.Ternyata memang benar. Jasa pinjaman online itu hanya bisa dilakukan oleh orang kalangan atas. Radit bertanya kepada “orang dalam” di tempat jasa pinjaman itu. Katanya, pada tanggal Radit menerima paket tidak ada transaksi peminjaman uang dari negara Indonesia. Tidak ada juga transaksi pengembalian uang pinjaman pad
“Lo nipu gue, ya?” tukas Radit.Deska mengerutkan dahi sebentar sebelum membalas, “Nipu kakak? Maksudnya gimana, ya?”“Nggak usah pura-pura nggak tahu, deh,” tuduh Radit lagi hingga menyudutkan Deska.Deska masih bergeming melihat Radit yang sedang kesal padanya. “Lo manipulasi struk pembelian ponsel dan itu bukan ponsel yang baru aja lo beli. Melainkan ponsel yang dibeli bulan lalu sama lo, ‘kan?” tebak Radit.Deg!Jantung Deska seolah berhenti sejenak barusan. Bagaimana bisa Radit menyadarinya secepat itu? Memang benar Radit bukan orang bodoh. Tapi, tidak mungkin juga dia sepintar itu untuk mengetahuinya dalam waktu sehari semalam saja.“Dih, ditanyain malah bengong. Jawab atuh, yang sejujurnya!” perintah Radit seolah tak ingin dibantah.Merasa dirinya sudah berada di ujung tanduk, akhirnya Deska memilih untuk mengatakan yang sebenarnya. “E-emang aku yang memani
Radit terpesona melihat penampilan baru Deska saat ini. Dia tidak menyangka, jika Deska akan berubah menjadi lebih cantik dan menawan dibandingkan dengan sebelumnya. Bak langit dan bumi, perbedaannya terlalu jauh sehingga sulit dicerna akal. Dari sekian banyak mahasiswa yang ada di kampus sekarang, hanya Radit yang menyadari bidadari di depannya adalah Deska.Sebelumnya, Radit pernah melihat sosok Deska tanpa kacamata tempo hari. Itu pun karena Radit melakukannya dengan paksa. Meski tak mau mengakui kebenarannya, Radit tahu pasti bahwa dihadapannya sosok asli dari gadis yang sering dicibirnya dekil dan lusuh.“Cantik,” puji Radit setelah berhasil mengembalikan kesadarannya seperti semula.Deska yang tiba-tiba dipuji oleh Radit merasa kikuk. “Eh … ma-makasih, Kak.”Deska memutar bola matanya, sebal. Dia benci situasi seperti ini. Sebelum tidak bisa mengendalikannya, dia memilih untuk segera pergi dari hadapan Radit. Namun, la
“Hai, Des!” sapa Radit sok akrab. Ketika dia melihat Deska melewatinya di koridor kampus.Deska mengernyitkan dahi, mau ngapain si mahasiswa abadi itu mendekatinya? gerutu Deska dalam hati. Dia tidak suka jika seniornya yang genit itu memanggil-manggil namanya.“Deska!” panggil Radit. “Tungguin aku dong!” Radit menyusulnya. Sejenak, Deska terdiam lalu menoleh ke arahnya.“Aku?” cibir Deska. Radit senyum-senyum sendiri, tebar pesona di depan Deska.Deska tersenyum dengan nada mengejek. Biasanya, ngomongnya gue elo. Kenapa sekarang tiba-tiba Radit jadi ramah dan sopan banget sama Deska? Deska menemukan kejanggalan itu dari sikap Radit yang mulai menunjukkan gejala preman picisan.“Ada apa?” tanya Deska tak sabaran. Dia tidak mau membuang-buang waktunya dengan Radit. Sesekali, dia melirik jam digital di layar ponselnya. Dia hampir terlambat masuk kelas. Terpaksa, dia harus meladeni Radit dahu
“Serafina?” ujar Radit. Dia terkejut dengan kedatangan Serafina di apartemennya.“Aku tanya, barusan kamu ngomong apa?” ulang Serafina. Kali ini terdengar seperti perintah.“Nggak ada,” bual Radit. Dia sengaja menutup-nutupinya.“Bohong! Aku tadi dengar kamu menggumam,” tebak Serafina.“Ah, masa sih? Kamu salah dengar kali,” sangkal Radit.“Kamu yakin, Dit?” Serafina tetap menaruh curiga pada Radit. Sepertinya, kekasih berondongnya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Entah apa.“Aku nggak bilang apa-apa kok. Aku hanya berbicara pada diriku sendiri. Kalau ada yang lebih cantik, pintar, kaya raya, masa depannya lebih cerah dan bersinar dibandingkan denganmu, kenapa enggak?” gurau Radit.“Apa-apaan ini? Kamu bercanda, kan, Dit?” Serafina geram. Dia merasa tersinggung dengan ucapan Radit barusan. Itu sama saja dengan mengejeknya.
“Kalau gitu beri aku waktu, Kak,” tawar Deska.Radit tampak berpikir sejenak, “Hmm... gimana, ya? Aku nggak suka sih buang-buang waktu. Tapi, kalau itu yang kamu mau, mungkin bisa kupertimbangkan lagi.”Deska menghela napas lega. Dia tak menyangka Radit menyetujui permintaannya. Deska berencana mengulur waktu sembari menyusun rencana agar Radit tak dapat mengganggunya dan Dinda lagi.“Tapi ingat! Semakin lama kamu menunda jawabanmu, Dinda akan semakin menderita di tanganku.” Kali ini ucapan Radit benar-benar membuat Deska bergidik ngeri.“Kali ini kamu nggak akan bisa menang, Deska. Semua siasatmu sudah terbaca. Jadi, lebih baik segera akhiri permainan ini. Karena hasilnya sudah terlihat jelas sekarang,” batin Radit senang dengan situasi saat ini.***Hati Dinda belum tenang. Dia masih memikirkan nasib sahabatnya yang tadi di
Deska sudah membuat rencana. Ada banyak hal yang kini menjadi pertimbangannya. Berani sekali Radit mengusik ketenangan Dinda di kampus. Deska tidak akan tinggal diam. Ada harga yang harus Radit bayar saat dia membagunkan singa yang tertidur lelap di sarangnya.Perhitungan Radit pun salah besar menurut Deska. Ekspektasinya terlalu melambung tinggi, yang menginginkan Deska menjadi kekasihnya. Untuk menggantikan posisi Serafina. Kini, si polos Deska pun mulai bertindak. Dia tidak segan-segan lagi membuat Radit menyesal telah mengenalnya.Deska bertekad, jika Radit memilihnya untuk menjadi kekasihnya, dia akan membuat hidup playboy kampret itu sengsara. Sebaliknya, jika Radit bisa memanfaatkan kesempatan dengan cara, dia bisa mendekatkan lagi hubungan Deska dan Dinda, maka kesalahannya akan termaafkan. Deska berjanji pada dirinya sendiri.“Inilah yang dinamakan dengan senjata makan tuan,” gumam Deska.&nbs
“Jadi?” desak Dinda mulai tak sabar menunggu Deska yang tak kunjung berbicara.Setelah mereka selesai menghabiskan kue bersama, Deska masih diam seribu bahasa. Dinda bisa memakluminya saat makan tadi. Mungkin, mereka bisa menyelesaikan acara makannya sebelum berbicara serius. Tetapi, ini sudah 10 menit sejak mereka menghabiskan kue. Keduanya belum ada yang memulai pembicaraan. Kenapa mereka saling diam?“Ng… Din!” Deska memanggilnya sangat pelan. Segan.“Ya, Des?” sahut Dinda. “Ada apa?” tanyanya.“Gue bingung nih harus mulai ceritanya dari mana dulu,” gumam Deska dengan mata yang tak berani menatap Dinda.Bukan karena Dinda menakutkan, tetapi karena dia harus mengungkit kenangan menyakitkan yang terjadi di masa lalunya. Dinda menyadari itu dari raut wajah Deska. Sudah terbaca dengan jelas sebelum mereka memakan k