Share

Gadis Kacamata

“Sorry!” Mahasiswi itu segera meminta maaf di hadapan Radit⸺seniornya.

“Punya mata nggak sih, lo?” hardik Radit. Dia marah sekali pada gadis itu. “Lihat, tuh! ponsel gue rusak jadinya,” Radit menyalahkannya.

“Maaf,” sesal gadis itu. Seraya menundukkan pandangan matanya. Dia tidak berani menatap ke arah Radit yang murka kepadanya. Gara-gara ponselnya rusak.

“Terus sekarang gimana? Ponsel gue rusak. Apa lo bisa gantiin?” tanya Radit. Sembari memerhatikan penampilan mahasiswi itu. Gadis itu diam saja, tak menyahutnya.

Yang bisa diucapkan gadis tak berdosa itu hanya meminta maaf. Dia sungguh menyesali perbuatannya yang amat ceroboh.

“Sebaiknya lo pergi dari hadapan gue. Enyah sana! Mood gue lagi nggak bagus sekarang. Jangan sampai, gue ngelakuin kekerasan sama lo. Ngerti?” usir Radit sambil memperingatkannya.

Gadis itu buru-buru pergi. Dia ketakutan sekali menghadapi Radit. Secepat kilat, gadis itu berlari meninggalkan Radit yang masih uring-uringan di taman kampus karena ponselnya rusak.

Di kampus, Radit merupakan mahasiswa jurusan Teknik Komputer yang dikenal sebagai mahasiswa abadi. Semua orang pasti tahu siapa dia. Ada yang bilang dia cowok bermasalah. Sudah hampir tujuh tahun dia masih saja betah berlama-lama di kampus. Kok nggak lulus-lulus ya? pikir mahasiswi yang tak sengaja menabraknya tadi. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Radit.

Lelaki berbadan tegap nan atletis bak seorang atlet itu paling suka gangguin mahasiswi-mahasiswi cantik yang ada di kampus. Setiap hari ada saja kelakukannya yang bikin cewek kesal.

Namun, beberapa ada juga yang jatuh hati kepadanya. Karena … ya, harus diakui dia tipe cowok ideal di mata para gadis. Selain itu, dia punya tubuh yang kekar. Dia juga sangat tampan dan kalau senyum sedikit saja, sudah pasti semua cewek tergila-gila kepadanya.

“Hah, apa yang menarik dari cowok nyebelin satu itu?” gumam mahasiswi itu yang masih kesal. “Apa semua cewek di sini buta karena ketampanannya? Sikapnya aja norak dan arogan begitu,” katanya berpendapat.

“Deska!” panggil seorang teman. Mahasiswi itu menoleh ke sumber suara yang telah memanggilnya.

***

Usai jam kuliah, Radit sedang berkumpul dengan teman-teman seperjuangannya. Sama-sama mahasiswa abadi yang belum juga lulus. Mereka berkumpul dan duduk-duduk di anak tangga menuju ruang kelas mahasiswi itu.

Menghalangi sekali. Deska ingin masuk kelas, tapi terhalang oleh mereka-mereka yang lagi asyik mengobrol nggak jelas. Namun, diam saja malah tidak menyelesaikan masalah. Dia harus masuk kelas sekarang juga. Plis! Semoga saja dia bisa melewati mereka dengan selamat, harap mahasiswi itu agak cemas.

“Hei, kamu! Mahasiswi baru ya!” seorang senior mencegat Deska di depannya.

Mahasiswi itu hanya bisa menunduk, tidak berani menatap wajah para seniornya satu per satu. “Anak mana kamu?” tanyanya lagi.

“Desain Interior, Kak,” jawab Deska sambil gelagapan. Tangan dan kakinya ikut gemetaran.

Padahal, seharusnya sih biasa aja. Cuman, nggak tahu kenapa jantungnya tiba-tiba deg-degan nggak karuan.

Radit menatap Deska mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala. Deska jadi risih kalau dilihatin orang seperti itu. Penampilannya memang tidak secantik mahasiswi-mahasiswi yang suka digangguin gengnya Radit. Deska juga berpikir kalau dia ini bukan tipe gadis yang mereka sukai. Jadi seharusnya, mereka tidak akan menganggu Deska, bukan? pikirnya sederhana.

Radit melepas kacamata tebal yang dipakai Deska. Gadis itu sempat menepisnya. Spontan sih. Namun, bukan maksud Deska mau melawannya. Dia hanya mencoba melindungi dirinya sendiri. Radit menahan tangan Deska, dia memaksa membuka kacamatanya.

Deska tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Lantas, Deska pun sekilas melihat wajahnya. Yang jaraknya kini sangat dekat dengannya. Tanpa kacamata. Terlihat agak buram tetapi bisa dipastikan kalau seniornya itu adalah si mahasiswa abadi bernama Radit.

Deska tertegun cukup lama. Masih setengah sadar, senior yang selama ini menghalangi jalannya dan berusaha melepas kacamata tebalnya adalah Radit.

Radit tersenyum sambil bergumam pelan, “Cantik!”

Jelas sekali Radit mengatakannya di depan Deska. Bukannya senang karena ada yang mengatakan Deska cantik, dia malah sangat ketakutan setengah mati. Jangan-jangan, Radit menjadikan Deska sasaran berikutnya.

Setelah mengatakan itu, Radit melepas tangan Deska dan mengembalikan kacamatanya. Deska berjalan lemas menuju lantai tiga. Sepertinya, dia sudah tidak semangat lagi pergi kuliah. Hari-hari buruk Deska akan dimulai hari ini.

***

“Deska! Ada yang nyariin tuh!” seseorang berteriak memanggil namanya di kelas.

Deska tidak ingin mendengarnya. Dia hanya butuh istirahat yang cukup. Sudah dua hari ini dia begadang mengerjakan tugas kuliahnya. Tolong yang butuh dia bisa kirim pesan via w******p saja, ya!

Di meja kelas, Deska sedang asik tiduran menghabiskan waktu. Dia pikir, akhirnya dia bisa tidur sebentar sambil menunggu jam kuliah berganti. Kebetulan hari ini ada dua mata kuliah di ruangan yang sama.

Ada yang datang menghampiri Deska saat itu, mengetuk meja dan membangunkan tidurnya. Mata Deska setengah terbuka. Setelah melihat secara keseluruhan, seorang senior berdiri tepat di depannya. Tampan sih, tapi tampangnya kayak preman picisan.

“Hei, kacamata! Jadi nama lo Deska ya?” Radit memastikannya.

Ya ampun! Deska terlonjak kaget. Rasanya ingin sekali dia menutup kembali matanya dan menunduk lagi di meja. Bersembunyi sebisanya sampai Radit pergi. Bukannya pergi, Radit malah asyik memperhatikan gerak-gerik Deska yang salah tingkah di depannya.

Mungkin baginya, Deska sudah jadi barang mainan yang bisa seenaknya dibuat lelucon olehnya dan juga teman-temannya.

Sebenarnya Deska tidak ingin punya masalah dengan siapa pun di sini. Dia hanya ingin belajar dengan tenang dan lulus secepatnya. Tetapi, kenapa Deska harus berurusan dengan Radit saat ini? Itu kan sangat mengesalkan, pikirnya.

“Tadi lo ngejatuhin ini,” Radit menyimpan sesuatu di meja Deska.

Deska jadi penasaran. Sebenarnya, benda apa yang dijatuhkan Deska sewaktu berpapasan tadi dengan Radit di anak tangga?

Lantas, Deska menoleh ke arahnya. Lalu mengambilnya. Rupanya dompetnya terjatuh dan Radit berusaha mengembalikannya. Dia sempat salah paham duluan tentangnya. Dia pikir kenapa, nggak tahunya Radit sengaja mengantarkan dompetnya yang jatuh. Langsung ke kelas tempat Deska ada jam perkuliahan.

“Makasih, Kak!” ucap Deska agak canggung.

Mau tidak mau Deska harus berterimakasih padanya. Agak gengsi memang. Tetapi, dia sudah menunjukkan niat baiknya pada Radit dengan cara berterima kasih sudah mengembalikan dompetnya.

Berkat Radit, dompetnya kembali. Kalau tidak dikembalikan Radit, mungkin hari ini Deska pulang jalan kaki ke rumahnya. Karena semua uangnya ada di sana. Termasuk beberapa kartu identitas dan ATM.

“Ceroboh! Lain kali, lo harus teliti lagi menyimpan barang-barang berharga. Jangan sampai ketinggalan lagi! Ngerti?” Radit menasihatinya.

“Iya, Kak!” Deska mengangguk. Seperti seorang junior yang patuh pada perintah senior karena khawatir akan ditindas oleh senior preman macam Radit.

“Oh iya, kapan lo mau gantiin ponsel gue? Lo yang bikin ponsel gue rusak, kan?” Radit menagihnya pada Deska. Hampir saja dia melupakannya.

Aish! Sialan! Deska mendengus kesal dalam hati. Meski agak kesal, dia tidak berani menunjukkan raut wajah menyebalkan itu di depan mahasiswa abadi.

“Nanti, aku akan menggantinya. Tapi, aku butuh waktu. Tidak bisa sekarang,” tawar Deska.

“Menarik sekali. Memangnya lo sanggup membeli ponsel mahal gue yang sengaja lo rusakin itu?” tantang Radit.

“Aku tidak yakin. Tapi, aku bisa bertanggung jawab atas perbuatanku, Kak,” Deska meyakinkan.

Radit hanya bisa tersenyum, mengejeknya. Dia ragu kalau Deska mampu mengganti ponsel mahalnya. Itu kan, limited edition pemberian dari Serafina untuk Radit.

“Oke. Gue tunggu itikad baik lo,” kata Radit sambil berlalu. Dia pergi meninggalkan Deska dalam keadaan bingung. Gimana caranya Deska mendapat barang langka itu? Pikirnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status