Share

The Lucifer's Bride
The Lucifer's Bride
Author: Alvern Gyan

1. Permulaan

Author: Alvern Gyan
last update Last Updated: 2021-06-17 18:26:56

This is a work of fiction.

The following story is purely fictional, and the plot is not to be associated with actual historical records.

Names, characters, businesses, places, events and incidents are either the products of the author's imagination or used in a fictitious manner

Any resembles to actual person, living or dead, or actual events is purely coicidental.

***

Warnings:

Sexual Themes

Character Death(s)

Moderate Violance and Gore

***

Sesosok mahluk bertanduk kambing dengan sayap hitam di punggungnya tengah duduk nyaman di peraduan. Tubuh telanjang mahluk itu hanya ditutupi sehelai kain tipis di bagian pinggang.

Di kedua sisinya, dua succubus tengah menggerayangi tubuh maskulinnya yang kekar. Namun sosok tersebut terlihat tidak peduli, dan larut dalam lamunan sembari menyesap cairan merah dari gelas emas.

"Kau terlihat bosan, My Lord," ucap salah satu succubus tersebut.

"Hm," gumamnya malas. Sosok tersebut memang tengah dilanda kebosanan yang tiada akhir. Kehidupannya terasa monoton, dan tidak menarik sama sekali beberapa ribu tahun ini. Ia membutuhkan hiburan demi mengisi kejenuhannya.

"Tidak adakah yang bisa menghiburku?" Sosok itu mendesah, berharap hal menyenangkan menghampirinya.

"Bagaimana kalau kau bermain denganku, My Lord? Aku menyerahkan diriku agar kau bisa bersenang-senang, My Lord." Succubus di sisi kanan mendekatkan dirinya pada sosok tersebut.

Seringai tipis terbit di wajah rupawan sosok itu. "Hm, kemari lah. Buat diriku senang. Aku akan memusnahkanmu kalau kau tidak bisa memuaskanku, mengerti?" Tatapan keji dihadiahkan pada succubus di hadapannya.

"Ah~ Yes, My Lord." Tubuh succubus itu bergetar merasakan tatapan keji berbalut gairah dari sosok yang menjadi tuannya tersebut. Ia menaiki sosok itu, dan mulai meliukkan tubuh.

Succubus tersebut membiarkan sesuatu yang keras milik tuannya itu berada di dalamnya. Terbenam di titik yang paling dirinya inginkan. Ia menggigil ketika merasakan nikmat menghantam tubuhnya. Energi tuannya yang ia terima terlalu kuat dan gelap, namun terasa manis dan menyegarkan hingga membuat kepalanya pening.

"Ah~ My Lord~"

Succubus lain yang sejak tadi hanya memerhatikan sembari memainkan kain tipis milik tuannya, mulai terpengaruh oleh permainan kedua mahluk itu. Tubuhnya memanas dan menginginkan hal yang sama seperti temannya.

"My Lord," ucap succubus itu dengan wajah memelas.

"Kemari."

Perintah sosok tersebut segera dilakukan oleh succubus itu. Ia mendekatkan tubuhnya pada tubuh kekar sang lord, meraba dan menyentuh tubuh itu dengan gerakan sensual. Bibirnya menyusuri kulit kecoklatan yang berpendar keemasan itu sembari memberikan kecupan ringan di setiap inchinya.

"Teruskan." Sosok itu menggeram dan melenguh ketika merasakan dirinya akan meledak.

Kedua succubus yang menggerayangi tubuh sosok tersebut semakin bersemangat memberikan kenikmatan pada tuannya. Tubuh sosok itu yang kini dibasahi oleh peluh, berkilat menggoda di keremangan sinar parafin-- membuat para succubus itu bergetar menunggu pelepasan tuannya.

"Ah~ Ampun, My Lord." Succubus yang tengah bergerak tepat di atas tubuh sosok tersebut menjerit memohon ampun ketika energi yang besar dialirkan ke dalam tubuhnya. Meski terdengar seperti kesakitan, wajah succubus tersebut menunjukkan kenikmatan dan kepuasaan yang membuatnya merasa di surga. Tempat yang tidak akan pernah ia injakkan kaki.

Sosok itu menyeringai sembari menjilat bibir merah gelapnya. Matanya berkilat ketika merasakan hasratnya semakin menggebu.

"Lagi. Puaskan aku lagi."

Satu succubus yang belum mendapatkan tembakkan energi dari sosok tersebut memposisikan dirinya. Ia memasukkan milik tuannya yang masih keras itu ke dalam tubuhnya.

"Ah~ My Lord." Succubus tersebut mendesah ketika aliran seperti listrik menyengat di inti tubuhnya. Ia mulai bergerak naik turun demi meresapi energi tuannya.

Ketika tengah menikmati permainan succubus tersebut, tiba-tiba saja sosok itu merasakan kekuatan besar dari dunia manusia yang berada di bawah kekuasaannya. Keningnya mengernyit, tetapi ujung bibirnya tertarik ke atas.

Sosok tersebut segera menyelesaikan permainan, dan membiarkan energi miliknya menghantam kuat ke dalam tubuh succubus itu. Lalu, tanpa menunggu lagi ia segera bangkit, dan menyingkirkan dua succubus di sisinya yang kelelahan setelah melayani nafsunya.

Dalam sekejap sosok tersebut sudah berpindah tempat ke dunia manusia. Jubah hitamnya berkibar angkuh tertiup oleh angin. Posisinya yang berada di atap gedung tinggi membuat sosok itu dengan mudah memperhatikan sekeliling. Seulas senyum lebar terbit ketika melihat buruannya tertangkap mata.

Lagi, sosok tersebut menggunakan kekuatan teleportasinya. Saat ini ia sudah berdiri tenang di ujung ruangan. Selain dirinya, terdapat tiga manusia dan satu malaikat di dalam sana.

Perhatian sosok itu sepenuhnya tertuju pada bayi mungil yang tengah menatap kagum ke arah malaikat dengan sayap putih bersih di punggungnya. Malaikat tersebut menyerahkan setangkai bunga Lili di samping kepala bayi itu.

"Hm ... ? Tidak biasanya Gabriel turun langsung seperti ini."

"Dan apa yang kau lakukan di sini, Lucifer?"

Malaikat tersebut tiba-tiba muncul begitu saja di depan sosok bernama Lucifer tersebut.

"Aku lebih suka dipanggil Leon daripada Lucifer."

"Aku tidak peduli, Lucifer."

"Untuk ukuran sesosok malaikat, kau terlalu menyebalkan, Gabriel."

Gabriel berdecih malas. "Apa yang kau lakukan di sini, Iblis?" tanyanya.

"Hanya berkunjung."

"Kau bukan jenis iblis yang datang hanya untuk berkunjung."

"Ah ... kau benar." Leon tersenyum tipis.

"Aku datang karena bayi itu. Jiwanya terlalu bersih, putih dan bercahaya, dan itu menyebalkan." Tunjuk Leon pada bayi mungil di depannya. Wajah iblis itu berubah gelap dan suram ketika mengatakan kalimat itu.

"Aku tidak peduli."

"Kau ... ternyata memang sangat menyebalkan. Lebih menyebalkan daripada Raphael dan Michael."

Wush.

Pedang panjang dengan hiasan bunga Lili di gagangnya terhunus di leher Leon. Darah hitam mengalir dari luka sabet pedang tersebut. Leon menanggapinya dengan biasa. Ia tidak terpengaruh oleh sikap tidak sopan yang ditunjukan Gabriel padanya.

"Berani sekali kau memanggil para Archangel hanya dengan namanya." Gabriel mendesis tidak suka.

Leon menyingkirkan mata pedang yang masih terarah padanya dengan mudah. Hanya satu jentikan jari, dan Gabriel terdorong cukup jauh darinya.

"Hati-hati, Anak Muda," ucapnya tenang dengan nada tajam syarat akan peringatan. Tangan Leon mengibas ringan seolah menghilangkan debu tak kasat mata dari tubuhnya.

Tidak ingin memancing keributan yang lebih besar, Gabriel segera pergi dari sana setelah mendapat panggilan telepati dari Archangel Michael. Tanpa pamit atau kata perpisahan, malaikat itu meninggalkan Leon dan ketiga manusia yang tidak menyadari kehadirannya tersebut.

"Dasar! Tidak ada sopan santun."

Langkah Leon semakin mendekat ke arah bayi mungil yang tengah menggenggam bunga Lili di tangannya. Bunga yang melambangkan jiwa suci.

Tangan mungil bayi tersebut mencoba meraih jemari Leon, tetapi pria itu tidak membiarkannya. Akan sangat berbahaya untuknya mendekati bayi murni yang baru lahir, apalagi dengan semua berkat yang diterima dari Sang Pencipta.

"Kita akan bertemu lagi suatu saat nanti, Bayi Mungil."

Walaupun sebenarnya Leon sangat tergoda untuk segera mengotori jiwa suci bayi itu. Namun bukan sekarang waktunya. Ada hal yang lebih penting untuk ia lakukan sekarang. Pandangan Leon jatuh pada ayah si bayi yang berada di samping kanan. Ia menyeringai lebar ketika melihat titik hitam besar yang berada dalam jiwa pria itu.

"Ah ... manusia itu mulai jatuh dalam kegelapan."

Lalu, dimulailah bujuk rayuan dan bisikan-bisakan manis yang terus dilancarkan oleh Leon pada ayah si bayi suci, Barend. Sampai berada di titik di mana pria itu percaya bahwa bayi kecilnya bukan lah putri kandungnya.

Secara tidak langsung, Leon ikut andil membuat Barend memiliki keinginan untuk menghabisi istri dan putri kandungnya sendiri. Ia juga menanamkan benih keangkuhan, membiarkan pria bodoh itu mempercayai bahwa dirinya tidak membutuhkan kemurahan hati Sang Pencipta.

"Manusia memang mahluk rapuh yang mengerikan," gumamnya penuh kemenangan.

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Kikiw
Leon? ahhahaha keren sie
goodnovel comment avatar
Yuniizhy_
Bisikan Lucifer menakutkan ya:v
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • The Lucifer's Bride   2. Kucing Hitam

    Keributan besar itu terjadi di pagi hari di mana hujan lebat tengah mengguyur dengan derasnya. Barend dan Aghnya bertengkar hebat hingga beberapa ornamen jatuh pecah di lantai. Ia tidak mengetahui alasan yang melatar belakangi pertengkaran orang tuanya tersebut.Namun, Felen yang menguping pembicaraan para pelayan akhirnya memahami kalau Barend dan Aghnya tengah meributkan tentang dirinya. Barend bersikeras bahwa Felen tidak mungkin menjadi kepala keluarga karena ia seorang perempuan, tetapi Aghnya tidak terima dan bersikeras untuk menjadikan Felen satu-satunya pewaris keluarga."Lalu kau mau bagaimana? Kau hanya memiliki satu anak saja, Barend!" teriak Aghnya frustrasi.Barend yang tidak terima karena Aghnya berteriak keras padanya ikut membalas dengan berteriak. "Jaga nada bicaramu, Aghnya! Siapa bilang aku hanya memiliki satu anak?" Senyum pongah tersemat di bibir Barend." ... A-apa maksudmu?" Kedua bola mata Aghnya membesar ketika mendengar kalimat B

    Last Updated : 2021-06-17
  • The Lucifer's Bride   3. Pewaris Sah

    Kereta kuda yang membawa mimpi buruk Felen telah sampai di depan gerbang, dan tinggal menunggu waktu untuk berhenti tepat di depan ia berdiri saat ini. Kereta kuda tersebut mengantarkan Abelard, calon penerus Barend. Anak laki-laki yang mungkin akan merebut semua perhatian Barend darinya.Barend bahkan dengan sengaja memerintah Felen untuk ikut menunggu kedatangan Abelard. Menolak pun percuma karena perintah ayahnya itu mutlak. Entah niat apa yang dimiliki Barend dengan melakukan hal seperti ini.Tidak lama, seperti dugaan Felen, kereta kuda yang membawa Abelard berhenti di depan pintu. Saat pintu dibuka oleh kepala pelayan, seorang anak laki-laki yang tingginya tidak berbeda jauh dengan Felen, melangkah keluar. Barend yang berada di samping Felen maju ke depan seraya merentangkan kedua lengan untuk menyambut kedatangan Abelard."Abelard, anak kandungku sekaligus pewarisku," ucap Barend lantang. Seolah sengaja menyindir Felen yang dikabarkan merupakan anak haram

    Last Updated : 2021-06-17
  • The Lucifer's Bride   4. Hukuman

    Manor mewah itu tampak sepi dan gelap. Seolah tidak terdapat kehidupan di dalam sana. Namun, di salah satu ruangan di mana beberapa cambuk berbahan kulit kuda nil tergantung rapi, dua manusia berbeda umur yaitu Barend dan Felen berdiri saling berhadapan setelah berseteru singkat."Berbalik, perlihatkan betismu." Barend berucap dingin dengan rahang mengetat menahan amarah. Di tangan kanannya sebuah cambuk berwarna hitam telah siap untuk digunakan."Papa ... !" sahut Felen dengan wajah memelas. Air mata membasahi kedua pipi chubby-nya yang pucat pasi."Felenia, jangan buat aku mengulangi ucapanku."Bibir gadis bernama Felenia itu seketika terkatup rapat mendengar suara datar Barend. Tubuhnya bergetar tak terkendali seiring dengan jarum jam yang berdetak kencang di keheningan malam. Ia sebisa mungkin menahan isak tangis yang keluar dari bibir. Tidak ingin semakin memperparah kemurkaan yang tertuju padanya dari sang ayah.Perlahan Felen membalikkan tub

    Last Updated : 2021-06-17
  • The Lucifer's Bride   5. Pelarian

    "Anda akan pindah ke bangunan barat untuk sementara waktu sesuai dengan perintah Tuan Besar," ucap kepala pelayan pada Felen yang memilih acuh terhadap sekitarnya."Ya ... " Felen menyetujui begitu saja pengasingan tersebut. Menolak pun percuma karena perintah Barend adalah mutlak.Sejak saat itu, Felen tidak lagi tinggal di bangunan utama, tetapi di bangunan barat. Dekat dengan kediaman para pelayan. Ruang geraknya pun dibatasi, dan ia tidak diperbolehkan mengunjungi bangunan utama kecuali atas panggilan Barend. Gadis itu terisolasi dari dunia luar. Tidak mengetahui apa saja yang terjadi di luar sangkar emas miliknya. Termasuk keadaan Aghnya yang dikurung dengan penjagaan ketat.Felen awalnya berpikir kalau terkurung lebih baik daripada harus menyaksikan kepedulian Barend pada Abelard di mana ia menjadi pihak yang terlupakan. Kehidupan monoton tanpa konflik. Namun, ekspektasi Felen hancur ketika Barend memanggilnya di waktu-waktu tertentu untuk berkumpul bersam

    Last Updated : 2021-06-17
  • The Lucifer's Bride   6. Pertemuan

    Kebebasan hanya angan semata ketika iblis turut ikut campur.***"CEPAT kejar mereka berdua. Jangan sampai lolos!" Seruan-seruan kasar penuh amarah terus bersahutan di belantara hutan yang tampak menyeramkan.Aghnya dan Felen berlari dengan sekuat tenaga, menghindar dan bersembunyi dari kejaran para pria utusan Barend. Peluh membanjiri tubuh keduanya, dan gesekan ranting melukai kulit mereka. Perih, tetapi kalau Aghnya dan Felen berhenti hanya untuk melihat luka yang tidak seberapa, sudah dipastikan dua manusia itu akan tertangkap. Kini, Aghnya dan Felen tidak lagi memiliki tempat aman untuk berlindung.Rasa cinta Aghnya terhadap Barend adalah kebodohan yang ia sesali setelah mengetahui pengkhianatan suaminya tersebut. Disiksa Aghnya bertahan. Tidak dianggap ia pun masih tetap bertahan, tetapi ketika Barend mencoba membunuh Felen-- putri satu-satunya, tentu Aghnya melawan. Dulu ia tidak menyadari perlakuan buruk suaminya karena cinta membutakannya. Padaha

    Last Updated : 2021-06-17
  • The Lucifer's Bride   7. Perjamuan

    "Felenia, kau mau ikut denganku atau membiarkan para manusia itu menghabisimu?"Felen menoleh, lalu memandang kosong lengan Leon yang terulur padanya."Kenapa aku harus ikut denganmu?" Ia terkekeh pelan. Senyum getir muncul di bibir gadis itu ketika tatapannya terjatuh pada tubuh kaku Aghnya yang sudah tidak bernapas."Karena kau bisa dibilang tahanan perjanjian ... atau perantara perjanjian, hm? Ibumu juga menitipkanmu padaku. Terlebih, kau tidak memiliki alasan kuat untuk menolak ajakanku, tetap berada di sini hanya akan membuatmu berakhir sama seperti Aghnya."Ucapan Leon ada benarnya hingga perasaan bimbang menggelayuti hati gadis itu. Keadaan tidak memberi Felen banyak pilihan. Akhirnya, ia memilih untuk meraih uluran tangan Leon. Meski Felen tidak mengetahui masa depan seperti apa yang akan ia hadapi jika mengikuti pria itu, itu lebih baik daripada kematian.Netra keemasan Leon menyorot lembut pada Felen. "Pilihan bijak. Tenang saja, kau akan

    Last Updated : 2021-06-17
  • The Lucifer's Bride   8. Ritual Pertama

    Kesakitanmu adalah candu ternikmat yang kuresapi secara perlahan.***"My Lord, persiapannya sudah selesai." Adrien menghampiri Leon yang tengah memandang keindahan langit malam, dan salah satu kota di Devil Reign dari balik dinding kaca di kastilnya. Pelayan tua itu menunggu tenang di belakang. Tidak ingin mengganggu kesenangan tuannya."Lihatlah Adrien..." Leon mendesah dramatis seraya merentangkan lebar kedua lengannya. "... satu lagi keinginanku akan terkabulkan sebentar lagi," ucapnya dengan gairah yang meletup-letup. Wajah Leon menampakkan kepuasan. Ia menjilat sensual bibir merah gelapnya, merasakan euforia menyenangkan yang menggelegak di dalam dirinya."Tentu saja, My Lord. Karena kau memang tidak terkalahkan." Adrien membalas dengan bangga.Kali ini Leon tertawa renyah. Ia mengulum senyum lebar. "Kau memang pelayan terbaikku, Adrien." Tubuh Leon berbalik menghadap pelayan tua itu. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana baha

    Last Updated : 2021-06-17
  • The Lucifer's Bride   9. Kekejaman Iblis

    Felen melihat pantulan dirinya di depan cermin besar. Tidak ada yang berubah dari fisiknya selain kini terdapat sebuah ukiran seperti tato rumit di dadanya. Felen menyentuh ukiran tersebut secara perlahan. Hal yang menjadi bukti kalau kejadian yang ia alami bukan sebuah mimpi.Ingatan tentang malam mengerikan itu tentu tidak akan pernah Felen lupakan. Bahkan mungkin akan membekas seumur hidup. Tubuh dan pikirannya mengingat dengan jelas kejadian itu. Namun, Felen tetap merasa kalau yang dirinya alami semalam tidak nyata, atau lebih tepat ia menolak kenyataan itu.Sekali lagi Felen mematut dirinya di cermin. Kali ini ia berputar membelakangi cermin, memerhatikan tubuh belakangnya mulai dari punggung hingga ke bokong. Akan tetapi tidak terdapat keanehan atau ukiran lain seperti di dadanya. Kemudian pada saat itulah, daun pintu ganda kamar Felen terbuka lebar, menampakkan sesosok Adonis yang semalam menyiksanya."Wow ... " Pria itu --Leon, bersiul senang dihadiahi

    Last Updated : 2021-06-17

Latest chapter

  • The Lucifer's Bride   Epilog

    "What is a being like you doing in the sanctuary of the sleeping souls?" A short boy with blond hair greeted Leon at the entrance to the Spirit Realm. Even though the child was small in stature, an aura of dexterity emanated from him, as if to emphasize to anyone who came that he was not a being to be underestimated. "Tell me your goal!" said the boy proudly. Leon sighed lazily. He was quite annoyed with the arrogant attitude of the half-hearted creature. But he refrained from destroying the place, it was all for the sake of regaining half of Felen's soul that was confined in the Spirit Realm.If Leon made such a fuss there, it was certain that he would not be able to enter and his plan to obtain Felen's soul failed. "I came to retrieve the soul of someone who was accidentally sent here," Leon answered straightforwardly. The boy's eyes narrowed sharply. He scanned Leon from top to bottom. There was nothing unusual about the man's appearance, silver hair that was almost white with

  • The Lucifer's Bride   63. Rest in Peace

    Barend yang tengah memerhatikan langit-langit, beralih menatap Felen dan Abelard, dan untuk pertama kali selama hidupnya ia memberikan senyum tulus pada kedua anaknya itu. "Terima kasih ... aku akhirnya bisa bersatu kembali dengan Aghnya."Keheningan mengambil alih. Hanya suara rintihan pelan serta napas putus-putus Barend yang terdengar. Setelah beberapa menit berlalu, tubuh Barend tidak lagi bernapas. Pria itu pergi dengan senyum damai di bibir.‘Semudah itu?’ Hati Felen menjerit pilu. Antara senang dan sedih, ia tidak bisa menentukan. Ia tertawa kosong. Belati yang berada di tangan jatuh ke lantai, menimbulkan bunyi nyaring yang menyentak Abelard dari lamunan.Secara refleks Abelard segera menahan tubuh Felen yang hampir luruh ke lantai, bergetar tak terkendali hingga membuatnya khawatir dengan keadaan psikologis gadis itu. "Felenia?" panggilnya hati-hati setelah mendudukkan Felen di kursi."Kau tahu, Abelard? Aku mempersiapkan semua

  • The Lucifer's Bride   62. Pembalasan Dendam

    Felen mengacungkan belati ke leher Barend. Sedikit saja ia maju, leher pria itu pasti langsung robek. "Cukup. Hentikan omong kosongmu itu!" serunya keras. Air mata yang tadi berkumpul di pelupuk mata sudah leleh ke pipi.Ocehan Barend seketika terhenti.Semakin Felen membiarkan Barend berbicara, semakin pria itu mengatakan banyak hal yang membuat ia muak. "Apa yang Abelard katakan ternyata salah." Suaranya sedikit bergetar, tetapi penuh dengan ketegasan."Kau hanya memedulikan dirimu sendiri." Felen bangkit dari kursi, masih dengan belati yang mengacung kurang dari lima sentimeter di leher Barend. Perlahan ia bergerak memutari meja agar memudahkan dirinya untuk menyerang Barend apabila pria itu bertindak anarkis. Ia bisa langsung menancapkan belati tersebut jikalau hal itu terjadi.Perkataan Barend sebelumnya yang mengatakan bahwa Aghnya wanita murahan membuat Felen geram. Memang benar pria itu telah meminta maaf, tetapi permintaan maaf tersebut terdengar

  • The Lucifer's Bride   61. Ketenangan Sebelum Badai

    Ketika Felen membuka mata, ia telah berdiri di pelataran manor keluarga Leister. Bangunan itu tampak megah, tetapi diliputi oleh kekosongan layaknya bangunan tak berpenghuni. Tak terlihat satu pun pelayan yang lalu lalang. Aura yang menguar dari bangunan tersebut juga tampak sangat suram dan gelap."Apa-apaan ini?" Leon lebih dahulu bersuara. Dahinya berkerut dalam dengan mata menyipit tajam.Bukan hanya Felen yang merasakan keanehan di manor itu, tetapi Leon juga menyadari bahwa sesuatu telah terjadi di sana. Energi hitam yang saling bertubrukan di sana terlihat sangat kacau dan aneh seolah dilakukan dengan sengaja. Terlebih, ia merasakan energi saudara-saudaranya, para pangeran kegelapan.Leon maju beberapa langkah dengan tangan terulur ke depan. Ketika tangannya menyentuh udara kosong, tiba-tiba saja muncul listrik statis yang melukai tangannya hingga melepuh. Seolah terdapat prisai tak kasat mata yang menolak kehadirannya untuk lebih dalam memasuki manor.

  • The Lucifer's Bride   60. Penggalan Kisah

    Rencana makan siang dengan Abelard batal dilaksanakan, dan sebagai gantinya Felen diajak sarapan bersama. Hanya mereka berdua yang berada di ruang makan tersebut. Leon memilih diam di dalam kamar bersama Gruga dengan alasan ingin memberi Felen, dan Abelard untuk berbicara berdua dengan leluasa.Sarapan Felen telah habis. Saat ini ia tengah minum teh dengan Abelard. Suasana di ruang makan sangat hening. Hanya embusan napas pelan milik Felen dan Abelard yang menjadi satu-satunya suara. Para pelayan telah lama pergi memberi ruang bagi kedua manusia itu, tetapi sejak tadi Abelard belum juga mengeluarkan suara. Meningkatkan kecemasan dalam diri Felen kian menguat. Beberapa kali ia melirik ke arah Abelard, lalu ke arah jam yang anehnya tidak berdetak. Seolah waktu terhenti di dalam ruangan itu."Aku menagih hal yang mau kau sampaikan kemarin, Abelard." Abelard tidak tampak berniat untuk segera menjelaskan perihal perkataannya waktu itu, hingga Felen berinisiatif sendiri. Sua

  • The Lucifer's Bride   59. Para Pengkhianat

    Felen menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Meski tidak melakukan kegiatan berat yang menguras tenaga, energinya terasa habis tak tersisa setelah berbicara panjang lebar dengan Abelard. Apalagi setelah makan siang, adiknya itu ingin mengutarakan hal lain yang tidak kalah penting. Helaan napas lelah pun tanpa bisa ditahan keluar dari sela bibir.Saat ini Felen berada di vila milik keluarga Leister. Awalnya ia menolak, dan ingin langsung menghampiri Barend. Terutama setelah mengetahui kebusukan yang telah dilakukan ayahnya itu. Namun, atas saran Abelard dan perintah Leon, Felen menunda niat tersebut.Kedua mata Felen yang tadi terpejam, terbuka perlahan. Ia melirik pada Leon yang bergeming sembari menatap keluar jendela. Tetesan air yang turun dari langit perlahan mulai membasahi bumi. Suaranya yang konstan memberi kenyamanan di ruangan yang diterpa keheningan tersebut."Aneh melihatmu hanya diam sejak tadi." Felen memecah kesunyian di antara mereka setelah meli

  • The Lucifer's Bride   58. Dua Batu Nisan

    Hari yang dinantikan akhirnya datang juga. Jemari Felen saling meremas gugup. Saat ini perasaannya campur aduk. Ia menarik napas dalam-dalam untuk meredakan detak jantung serta kegugupannya."Ayo," ajak Leon yang sejak tadi berada di samping Felen.Mereka berada di dalam Forest of Wonders, tepat di depan The World Tree yang merupakan salah satu jalan masuk ke dunia manusia. Leon sebenarnya mengajak Felen untuk menggunakan teleportasi miliknya saja daripada melewati The World Three. Namun, atas permintaan Felen yang ingin pergi ke labirin terlebih dahulu, mereka akhirnya melewati The World Tree."Ya, ayo." Felen meraih tangan Leon yang membentang ke arahnya. Kemudian, mereka melewati sebuah portal hitam yang muncul di bagian tengah The World Tree. Portal itu terlihat mengerikan, tetapi setelah Felen masuk ke dalam, tidak ada yang berbeda atau pun spesial dari tempat itu selain warna hitam yang mendominasi.Ada rasa takut yang terselip. Imajinasi bahwa port

  • The Lucifer's Bride   57. Pelatihan Singkat

    Di salah satu sudut di Devil Reign, terdapat sebuah area khusus yang diperuntukkan untuk utusan malaikat yang bersekolah di Academy of אשמדאי‎ (Ashmedai) tinggal. Salah satu penghuni tersebut adalah Louisa yang saat ini tengah berkomunikasi dengan Archangel Michael. Memberikan laporan rinci tentang apa saja yang sudah terjadi di sekitar Felen."Jadi maksudmu, dia menolak tawaran untuk lepas dari Lucifer, dan lebih memilih mengambil jalan penuh duri?" Suara itu terdengar sangat lembut dan menenangkan."Ya, aku rasa percuma membujuknya lagi. Lebih baik dia dilenyapkan agar tidak semakin jatuh dalam kegelapan." Raut wajah Louisa berubah muram dan sedih. Semua itu bukan sebuah kepura-puraan. Ia benar-benar sangat sedih karena gagal membujuk Felen untuk lepas dari Leon.Sosok di hadapan Louisa terlihat sama sedihnya seperti gadis itu. "Kalau begitu aku serahkan semuanya padamu. Aku yakin kau tahu mana yang terbaik untuk teman pertamamu itu, bukan?" jawabnya penuh

  • The Lucifer's Bride   56. Persiapan

    Meski Leon sudah memerintah Felen untuk tidur dan beristirahat, gadis itu tidak sedikit pun bisa terlelap dengan tenang. Bahkan kedua matanya yang segar tetap terbuka semalaman tanpa sedetik pun terpejam. Akibatnya, terbentuk bayangan hitam keabuan-abuan di sekitar bawah mata. Wajah Felen terlihat sayu dengan gurat lelah dan tidak bercahaya.Felen menghela napas lelah. Ini ketiga kalinya pagi ini ia melakukan hal tersebut. Sebuah pepatah bilang bahwa kebahagiaan akan menghilang kalau ia terus menghela napas. Namun, bagi Felen kebahagiaan telah lama pergi dari kehidupannya sehingga berapa kali pun ia mendesah hal tersebut bukan masalah besar."Nona, Anda mau teh lagi?" tanya salah satu Bunny melihat cangkir milik Felen tinggal terisi sedikit."Ya, tolong." Felen membalas singkat dengan senyum tipis. Ia tengah menunggu kedatangan Leon untuk membicarakan perihal Barend seperti yang pria itu katakan tadi malam. Entah ke mana iblis itu pergi pagi-pagi sekali. Leon te

DMCA.com Protection Status