Share

7. Perjamuan

Penulis: Alvern Gyan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-17 19:04:49

"Felenia, kau mau ikut denganku atau membiarkan para manusia itu menghabisimu?"

Felen menoleh, lalu memandang kosong lengan Leon yang terulur padanya.

"Kenapa aku harus ikut denganmu?" Ia terkekeh pelan. Senyum getir muncul di bibir gadis itu ketika tatapannya terjatuh pada tubuh kaku Aghnya yang sudah tidak bernapas.

"Karena kau bisa dibilang tahanan perjanjian ... atau perantara perjanjian, hm? Ibumu juga menitipkanmu padaku. Terlebih, kau tidak memiliki alasan kuat untuk menolak ajakanku, tetap berada di sini hanya akan membuatmu berakhir sama seperti Aghnya."

Ucapan Leon ada benarnya hingga perasaan bimbang menggelayuti hati gadis itu. Keadaan tidak memberi Felen banyak pilihan. Akhirnya, ia memilih untuk meraih uluran tangan Leon. Meski Felen tidak mengetahui masa depan seperti apa yang akan ia hadapi jika mengikuti pria itu, itu lebih baik daripada kematian.

Netra keemasan Leon menyorot lembut pada Felen. "Pilihan bijak. Tenang saja, kau akan terus bersamaku mulai saat ini," jawabnya lugas.

Sekali lagi Felen melihat ke arah tubuh Aghnya yang sepenuhnya diselimuti bulu-bulu hitam milik Leon. "Bagaimana dengan ibuku?"

"Tubuh manusia itu hanya sebuah cangkang kosong karena jiwanya sudah tidak berada di sini. Terbang ke langit, ke tempat seharusnya." Leon menjawab meyakinkan, walau tentu hal itu tidak mungkin karena siapa pun manusia yang bersekutu dengan iblis tidak akan pernah sampai ke nirwana. Terjebak dalam kegelapan di dasar neraka oleh rantai yang membelenggu seluruh tubuhnya.

Saat Felen berbalik, dan menghadap pada Leon sepenuhnya, derap langkah cepat terdengar di telinga. Genggaman tangannya seketika mengerat. Seolah tidak ingin ditinggalkan sendirian di hutan yang menyeramkan itu.

"Aku tidak akan pernah melepaskanmu, Felenia." Ucapan penuh kemesraan dan makna tersirat itu dibarengi oleh kecupan ringan di punggung tangan Felen.

"Ayo kita pergi," lanjutnya menarik lembut gadis manusia itu ke arahnya.

Tanpa Felen sadari, Leon menyeringai lebar. Tampak mengerikan dan akan membuat bulu kuduk manusia mana pun bergidik ngeri ketika melihatnya. Iblis itu sangat senang karena berhasil mendapatkan gadis yang sejak kelahirannya sudah ia incar. Leon kembali melangkah memasuki portal hitam di depannya, membawa Felen ke kastilnya di dunia seberang.

***

Kastil milik Leon adalah duplikat dari Neuschwanstein Castle yang berada di Jerman --dunia manusia, lalu karena kecintaannya terhadap arsitektur kastil tersebut, Leon membangun kastilnya sendiri di Devil Reign, menyerupai Neuschwanstein Castle. Namun, dengan pemandangan dengan nuansa kelam khas kerajaan iblis. Kemegahan kastil tersebut adalah bukti kekuasaan dan keagungan Leon sebagai Lord of Corruption, the Avatar of Pride. Salah satu dari The Seven Lords --Sang Tujuh Dosa Besar Neraka.

Ketika sampai di kastil tersebut, para pelayan iblis berpakaian hitam dan para jelmaan Bunny yang memakai topi tinggi dan jubah berwarna hitam, berjajar rapi dan menyambut Leon dan Felen di pintu masuk. Mata Felen mengerjap beberapa kali saat melihat hewan imut itu berjalan layaknya manusia.

"Selamat datang, My Lord." Seorang pelayan tua dengan ekor hitam dan telinga kucing menyambut Leon dengan sopan. Tubuhnya membungkuk dengan kepala tertunduk dalam.

"Hm. Tolong siapkan kamar untuk calon pengantinku, dan makanan untuknya." Leon mengatakan itu dengan nada datar walau seringai lebar terpatri di bibir. Sekilas terdapat kekagetan di mata pelayan tua itu, namun ia tetap mengangguk khidmat mengikuti keinginan sang tuan.

"Baik, My Lord." 

Leon mengibaskan tangan, memerintah pelayan tua itu untuk segera pergi dari hadapannya. Fokus Leon kembali pada Felen yang masih memandang penasaran pada Bunny putih. Gadis itu tidak terlihat kelelahan sama sekali setelah perjalanan singkat melalui portal hitam ke Devil Reign.

Keadaan dunia manusia dan dunia iblis sangat berbeda jauh. Baik dari segi waktu, tekanan udara, suasana, lingkungan, musim dan lain hal sebagainya. Seharusnya, tubuh gadis itu belum terbiasa dengan keadaan dunia iblis, tetapi Felen terlihat baik-baik saja.

"Felenia."

Panggilan tersebut mengingatkan Felen akan keberadaan Leon yang sempat ia abaikan karena Bunny imut di depan. Felen lalu berbalik, dan bertanya singkat. Terkesan acuh dan tidak peduli.

"Apa?"

Tangan Leon mengibas ke dalam, mengisyaratkan Felen untuk menghampirinya. Kaki Felen melangkah ke arah Leon sembari masih menggandeng paw Bunny. Kelembutan Bunny itu membuat Felen ketagihan untuk menyentuhnya. Sedangkan Leon mengernyit-- sedikit tidak suka, walaupun pemandangan tersebut terlihat sangat menggemaskan.

"Kita makan malam dulu."

Uluran tangan Leon disambut oleh Felen. Leon menuntun Felen ke arah ruang jamuan makan yang jarang digunakan, beberapa Bunny mengikuti di belakang melewati lorong berukuran panjang dan besar dengan lampu-lampu gantung mewah di atas kepala.

"Leon, mereka itu apa?" tunjuk Felen pada para Bunny yang mengikuti dengan barisan rapi.

"Hm ... siluman?"

Kalimat Leon yang berupa pertanyaan membuat Felen mengernyit, tetapi ia tidak bertanya lebih lanjut.

"Semua sudah siap, My Lord." Pelayan tua yang tadi menyambut di depan sudah menunggu di samping pintu yang kini terbuka lebar, menampilkan sebuah meja makan dengan kursi-kursi berjajar rapi di setiap sisi. Di atas meja makan tersebut tersaji beberapa jenis hidangan yang mampu menggugah selera. Lalu, dua pelayan iblis berdiri siap di sisi kanan dan kiri untuk melayani Leon dan Felen.

"Wah ... " Felen tidak menahan kekagumannya akan keindahan ruang makan tersebut. Ruang makan di manornya memang bagus, namun ruang makan yang ia lihat sekarang jauh lebih menakjubkan. Terutama dengan berbagai jenis makanan yang terhidang di meja. Perut Felen yang memang belum diisi berbunyi halus, membuat si empunya meringis malu.

"Ayo, sepertinya perutmu sudah tidak sabar."

Mereka berdua duduk di masing-masing kursi. Dua pelayan iblis dengan cekatan

menghidangkan appetizer di piring Felen dan Leon. Felen memakannya dengan lahap. Hidangan terus berganti sampai akhirnya tinggal tersisa dessert. Leon ikut menemani Felen makan malam, meski dirinya tidak membutuhkan nutrisi seperti manusia. Makanan manusia tidak berpengaruh apa pun padanya karena yang Leon butuhkan hanya jiwa manusia yang terjatuh dalam kegelapan. Semakin gelap jiwa tersebut, semakin nikmat dan lezat rasa jiwanya.

Setelah menyelesaikan makan malamnya, Leon memerintahkan beberapa Bunny mengantar Felen ke kamar yang telah disiapkan.

"Aku akan menyusulmu nanti," ucap Leon seraya mengusap lembut puncak kepala gadis itu. Felen mengangguk tanpa banyak bertanya, dan melangkah mengikuti para Bunny yang memasuki lorong berbeda dengan Leon.

"Kumpulkan para Interessengruppen!" perintah Leon mutlak pada si pelayan tua yang setia berdiri beberapa langkah darinya. Raut wajah penuh senyuman yang ia perlihatkan pada Felen menghilang, digantikan dengan wajah dingin tanpa ekspresi. Pelayan tua itu mengangguk, dan wush ... menghilang begitu saja.

Leon duduk di singgasana menyorot tegas orang-orang kepercayaannya, Para Interessengruppen. Tidak ada yang berani memandang, apalagi sampai bertatapan dengan iblis pemegang kekuasaan tertinggi tersebut. Ketiganya menunduk hormat. Senyum Leon terkembang puas melihat itu.

"Aku ingin kalian mempersiapkan ritual pertama, tiga malam lagi, saat Bloody Moon."

Walaupun mereka bertiga sedikit kaget dengan  informasi mendadak tersebut, ketiga iblis tersebut tetap mengangguk tanpa mempertanyakan keputusan Sang Lord karena sebagai bawahan tugas mereka adalah mengikuti semua keinginan tuannya.

Setelahnya, Leon mengisyaratkan mereka untuk keluar dari ruang takhta, meninggalkan Sang Lord yang sepertinya tengah berpikir sembari meminum cairan berwarna merah dari gelas emas. Menyesap cairan tersebut sedikit demi sedikit untuk meresapi kenikmatannya.

"Adrien." Satu panggilan tegas terucap dari bibir Leon, lalu kurang dari satu detik, Adrien-- si pelayan tua menghadap di depannya.

"Yes, My Lord."

"Siapkan ramuan untuk calon pengantinku. Tentunya kau tahu maksud ucapanku setelah melihatnya tadi, bukan?"

"Saya mengerti, My Lord."

"Aku ingin ramuan itu sudah siap besok malam."

"Sesuai keinginanmu, My Lord." Adrien tersenyum tipis. Pria tua itu pamit setelah mendapat anggukan kecil dari Leon, menghilang seperti debu tanpa meninggalkan jejak sama seperti kedatangannya yang tiba-tiba.

Leon menyimpan gelasnya di meja yang berada di samping kursi. Dengan satu kali embusan napas tubuhnya sudah berpindah, dan berdiri di depan pintu besar dengan ukiran simbol buruk hantu di tengah. Tanpa membuka pintu tersebut, Leon sudah berada di dalam ruangan yang menjadi kamar tidur Felen, Sang Calon Pengantin. Gadis itu tengah tertidur damai di atas ranjang. Tidak mengetahui kalau Leon berniat mengikatnya dengan rantai yang lebih kuat dari rantai yang membelenggu Aghnya.

Leon duduk di atas ranjang Felen, memerhatikan wajah gadis itu dengan lekat. Tangannya mengusap ringan pipi Felen yang sedikit chubby. Tampak merona dengan warna cantik.

"Tidak lama lagi, Sayang." Bibir Leon menyunggingkan seringai mesra penuh kekejaman. Di antara cahaya bulan yang berpendar terang, wujud sejati Leon dengan aura gelap di sekitar menampakkan sosoknya. Sesosok malaikat yang dibuang dari surga ke neraka terdalam karena pemberontakannya.

"Aku akan selalu mendapatkan semua yang kuinginkan. Bahkan ketika Tuhan menentangnya, aku akan mendapatkannya," bisiknya penuh kesombongan dan keangkuhan.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
lepas dari kandang singa, masuk kandang iblis
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • The Lucifer's Bride   8. Ritual Pertama

    Kesakitanmu adalah candu ternikmat yang kuresapi secara perlahan.***"My Lord, persiapannya sudah selesai." Adrien menghampiri Leon yang tengah memandang keindahan langit malam, dan salah satu kota di Devil Reign dari balik dinding kaca di kastilnya. Pelayan tua itu menunggu tenang di belakang. Tidak ingin mengganggu kesenangan tuannya."Lihatlah Adrien..." Leon mendesah dramatis seraya merentangkan lebar kedua lengannya. "... satu lagi keinginanku akan terkabulkan sebentar lagi," ucapnya dengan gairah yang meletup-letup. Wajah Leon menampakkan kepuasan. Ia menjilat sensual bibir merah gelapnya, merasakan euforia menyenangkan yang menggelegak di dalam dirinya."Tentu saja, My Lord. Karena kau memang tidak terkalahkan." Adrien membalas dengan bangga.Kali ini Leon tertawa renyah. Ia mengulum senyum lebar. "Kau memang pelayan terbaikku, Adrien." Tubuh Leon berbalik menghadap pelayan tua itu. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana baha

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • The Lucifer's Bride   9. Kekejaman Iblis

    Felen melihat pantulan dirinya di depan cermin besar. Tidak ada yang berubah dari fisiknya selain kini terdapat sebuah ukiran seperti tato rumit di dadanya. Felen menyentuh ukiran tersebut secara perlahan. Hal yang menjadi bukti kalau kejadian yang ia alami bukan sebuah mimpi.Ingatan tentang malam mengerikan itu tentu tidak akan pernah Felen lupakan. Bahkan mungkin akan membekas seumur hidup. Tubuh dan pikirannya mengingat dengan jelas kejadian itu. Namun, Felen tetap merasa kalau yang dirinya alami semalam tidak nyata, atau lebih tepat ia menolak kenyataan itu.Sekali lagi Felen mematut dirinya di cermin. Kali ini ia berputar membelakangi cermin, memerhatikan tubuh belakangnya mulai dari punggung hingga ke bokong. Akan tetapi tidak terdapat keanehan atau ukiran lain seperti di dadanya. Kemudian pada saat itulah, daun pintu ganda kamar Felen terbuka lebar, menampakkan sesosok Adonis yang semalam menyiksanya."Wow ... " Pria itu --Leon, bersiul senang dihadiahi

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • The Lucifer's Bride   10. Kegagalan

    SEMUA makhluk dalam ruangan tersebut tampak tegang. Terkecuali sang pemimpin-- Leon yang duduk dengan wajah bosan di atas singgasana. Ia, anehnya, masih sabar dalam menghadapi salah satu dari para Interessengruppen-nya. Padahal usulan orang terpercayanya itu bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang merendahkan keagungannya. Hal yang menjadi kebanggaan Lucifer-- Lord of Corruption."Jangan bertele-tele, Alair," tuntut Leon jengah.Seketika Alair menunduk dalam. "Ampun, My Lord. Saya tidak bermaksud untuk lancang." Tubuh iblis itu bergetar ketakutan ketika merasakan embusan ringan kekuatan Leon padanya."Angkat kepalamu."Alair mengangkat kepala sesuai perintah Leon. Ia menatap tuannya itu tepat di netra keemasannya demi menunjukkan keseriusan dalam kata-katanya."Ada baiknya kalau Nona Felenia belajar tentang Dunia Iblis lebih dahulu," lanjut Alair tegas.Leon tidak langsung menolak atau pun menerima. Ia tengah menimbang usul dari Alair.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • The Lucifer's Bride   11. Hari Pertama

    SEBUAH kereta kencana putih bertakhta emas dengan logo tiga kepala yang memiliki rupa berbeda tersemat di bagian belakangnya, mendarat mulus di pelataran kastil milik Leon. Benda tersebut terlihat sangat menyilaukan mata.Di bagian depannya, seekor kuda besar dengan sayap hitam yang terbentang indah menarik kereta kencana itu. Hampir keseluruhan warna matanya berwarna putih. Terlihat mengerikan layaknya makhluk tidak bernyawa.Kendati demikian, penampilan kereta kencana itu tampak mengagumkan. Terutama ketika melakukan putaran seperti ombak terlebih dahulu di atas langit, sebelum akhirnya mendarat di tanah. Atraksi yang sangat menakjubkan bagi manusia seperti Felen. Ia seperti melihat dongeng yang menjadi kenyataan.Di dunia manusia, keajaiban seperti itu tidak akan mungkin bisa Felen lihat. Lalu, hal yang paling mengherankan adalah kenyataan bahwa kereta kencana tersebut tidak memiliki kusir yang mengendalikan."Salam, Your Majesty." Suara berat bernada

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • The Lucifer's Bride   12. Iblis Penipu

    PAKAIAN Felen yang berbeda dari siswa lainnya membuat gadis itu terlihat mencolok. Mantel putih yang ia pakai sangat kontras dengan seragam siswa Academy of אשמדאי‎ (Ashmedai) yang berwarna hitam legam.Untuk beberapa alasan, Felen menjadi pusat perhatian. Bukan hanya karena pakaian saja, tetapi karena iblis yang menjalin kontrak dengannya adalah Lucifer-- iblis terkuat yang saat ini memiliki pangkat paling tinggi, dan berkuasa di dunia kegelapan di mana para iblis hidup dan tinggal layaknya manusia. Terlebih ia juga merupakan calon pengantin resmi yang dipilih Leon.Lucifer adalah raja dari para raja iblis.Fakta tersebut membuat para makhluk itu penasaran dengan alasan yang berbeda-beda.Salah satunya adalah iblis wanita berambut emas yang saat ini tengah memerhatikan Felen. Matanya tidak sedikit pun beralih ketika mengamati setiap gerak-gerak gadis itu, bahkan gerakan kecil seperti ketukan jari sekali pun."Sebaiknya kau jangan berani bermai

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-23
  • The Lucifer's Bride   13. Forest of Wonders

    Forest of Wonders adalah hutan terbesar dan terluas di dunia iblis. Hutan ini berbeda dengan hutan lain yang berada di dunia iblis. Selain ukuran dan luasnya, tidak ada yang mengetahui kehidupan dan makhluk seperti apa saja yang tinggal di sana. Hanya segelintir iblis bangsawan dengan kekuatan tinggi yang mengetahui rahasia di balik Forest of Wonders.Hutan ini sangat berbahaya. Terutama untuk manusia, makhluk selain iblis, dan iblis berkekuatan rendah. Hutan terlarang adalah julukan yang tepat karena setiap makhluk yang memasuki Forest of Wonders selalu melihat hal yang berbeda. Hal itu lah yang membuat hutan tersebut berbahaya.Hutan itu menyesatkan. Sama seperti sifat iblis yang sering menyesatkan.The Forest of Wonders only brings despair.Begitu lah penjelasan singkat yang tertulis di dalam sebuah buku yang ditulis oleh para tetua iblis terdahulu. Buku tersebut tersimpan rapi di salah satu rak di dalam perpustakaan iblis yang berada di jantung kota,

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-29
  • The Lucifer's Bride   14. Ancient Magical Beast

    Ketika Leon kembali ke kastilnya, ia bergegas menuju kamar Felen dengan cara masuk melewati balkon kamar. Hal pertama yang menyedot atensi netra keemasannya adalah Felen yang tengah duduk menyandar ke sofa. Meski penampilan gadis itu tampak biasa dengan gaun tidur berwarna putih polos, entah bagaimana di mata Leon, Felen terlihat sangat cantik hingga membuatnya sejenak terpaku menikmati keindahan tersebut."Kau sedang apa di sana?"Suara lembut Felen yang bernada ketus menarik Leon dari keterpakuannya. Pria itu berhasil mengendalikan diri agar tidak terlihat bodoh karena tertangkap basah oleh objek yang tengah ia pandangi."Kau harusnya menyambutku dengan pelukan hangat atau setidaknya kalimat mesra," ucapnya sembari melompat dari pagar pembatas."Kenapa aku harus menyambut orang yang masuk tanpa izin ke kamarku?" Kedua lengan Felen menyilang angkuh." ... Sayangnya aku bukan orang?"Jawaban santai Leon yang berbalut nada tanya mencipt

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-01
  • The Lucifer's Bride   15. Kebodohan Manusia

    Udara di Devil Reign terasa semakin dingin. Langit pun berubah mendung dengan awan hitam yang bergelung lembut di langit. Kegelapan seolah melahap langit di tempat itu secara perlahan. Namun, salju yang turun memenuhi setiap sudut kota terlihat sangat kontras dan tumpang tindih. Putih dan hitam yang mencoba bersatu padu itu seperti sebuah lukisan monokrom. Felen memerhatikan semua perubahan tersebut dari atas balkon kamarnya. Pemandangan indah sekaligus mengerikan itu membuat gadis itu takjub. Embusan angin yang mengenai kulit terbukanya terasa panas, pedih dan menusuk. Pun, memberikan sengatan menyakitkan. Seolah partikel-partikel yang terbawa oleh angin itu adalah belati kecil berapi. Gadis itu membuka telapak tangannya untuk merasakan salju putih tersebut. Kemudian, ia berjengit kaget ketika titik kecil salju yang menyentuh telapak tangannya membuat kulit melepuh. "Aku mulai bertanya-tanya, apa kau sebenarnya penikmat masokisme, Felenia?" Suara ser

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02

Bab terbaru

  • The Lucifer's Bride   Epilog

    "What is a being like you doing in the sanctuary of the sleeping souls?" A short boy with blond hair greeted Leon at the entrance to the Spirit Realm. Even though the child was small in stature, an aura of dexterity emanated from him, as if to emphasize to anyone who came that he was not a being to be underestimated. "Tell me your goal!" said the boy proudly. Leon sighed lazily. He was quite annoyed with the arrogant attitude of the half-hearted creature. But he refrained from destroying the place, it was all for the sake of regaining half of Felen's soul that was confined in the Spirit Realm.If Leon made such a fuss there, it was certain that he would not be able to enter and his plan to obtain Felen's soul failed. "I came to retrieve the soul of someone who was accidentally sent here," Leon answered straightforwardly. The boy's eyes narrowed sharply. He scanned Leon from top to bottom. There was nothing unusual about the man's appearance, silver hair that was almost white with

  • The Lucifer's Bride   63. Rest in Peace

    Barend yang tengah memerhatikan langit-langit, beralih menatap Felen dan Abelard, dan untuk pertama kali selama hidupnya ia memberikan senyum tulus pada kedua anaknya itu. "Terima kasih ... aku akhirnya bisa bersatu kembali dengan Aghnya."Keheningan mengambil alih. Hanya suara rintihan pelan serta napas putus-putus Barend yang terdengar. Setelah beberapa menit berlalu, tubuh Barend tidak lagi bernapas. Pria itu pergi dengan senyum damai di bibir.‘Semudah itu?’ Hati Felen menjerit pilu. Antara senang dan sedih, ia tidak bisa menentukan. Ia tertawa kosong. Belati yang berada di tangan jatuh ke lantai, menimbulkan bunyi nyaring yang menyentak Abelard dari lamunan.Secara refleks Abelard segera menahan tubuh Felen yang hampir luruh ke lantai, bergetar tak terkendali hingga membuatnya khawatir dengan keadaan psikologis gadis itu. "Felenia?" panggilnya hati-hati setelah mendudukkan Felen di kursi."Kau tahu, Abelard? Aku mempersiapkan semua

  • The Lucifer's Bride   62. Pembalasan Dendam

    Felen mengacungkan belati ke leher Barend. Sedikit saja ia maju, leher pria itu pasti langsung robek. "Cukup. Hentikan omong kosongmu itu!" serunya keras. Air mata yang tadi berkumpul di pelupuk mata sudah leleh ke pipi.Ocehan Barend seketika terhenti.Semakin Felen membiarkan Barend berbicara, semakin pria itu mengatakan banyak hal yang membuat ia muak. "Apa yang Abelard katakan ternyata salah." Suaranya sedikit bergetar, tetapi penuh dengan ketegasan."Kau hanya memedulikan dirimu sendiri." Felen bangkit dari kursi, masih dengan belati yang mengacung kurang dari lima sentimeter di leher Barend. Perlahan ia bergerak memutari meja agar memudahkan dirinya untuk menyerang Barend apabila pria itu bertindak anarkis. Ia bisa langsung menancapkan belati tersebut jikalau hal itu terjadi.Perkataan Barend sebelumnya yang mengatakan bahwa Aghnya wanita murahan membuat Felen geram. Memang benar pria itu telah meminta maaf, tetapi permintaan maaf tersebut terdengar

  • The Lucifer's Bride   61. Ketenangan Sebelum Badai

    Ketika Felen membuka mata, ia telah berdiri di pelataran manor keluarga Leister. Bangunan itu tampak megah, tetapi diliputi oleh kekosongan layaknya bangunan tak berpenghuni. Tak terlihat satu pun pelayan yang lalu lalang. Aura yang menguar dari bangunan tersebut juga tampak sangat suram dan gelap."Apa-apaan ini?" Leon lebih dahulu bersuara. Dahinya berkerut dalam dengan mata menyipit tajam.Bukan hanya Felen yang merasakan keanehan di manor itu, tetapi Leon juga menyadari bahwa sesuatu telah terjadi di sana. Energi hitam yang saling bertubrukan di sana terlihat sangat kacau dan aneh seolah dilakukan dengan sengaja. Terlebih, ia merasakan energi saudara-saudaranya, para pangeran kegelapan.Leon maju beberapa langkah dengan tangan terulur ke depan. Ketika tangannya menyentuh udara kosong, tiba-tiba saja muncul listrik statis yang melukai tangannya hingga melepuh. Seolah terdapat prisai tak kasat mata yang menolak kehadirannya untuk lebih dalam memasuki manor.

  • The Lucifer's Bride   60. Penggalan Kisah

    Rencana makan siang dengan Abelard batal dilaksanakan, dan sebagai gantinya Felen diajak sarapan bersama. Hanya mereka berdua yang berada di ruang makan tersebut. Leon memilih diam di dalam kamar bersama Gruga dengan alasan ingin memberi Felen, dan Abelard untuk berbicara berdua dengan leluasa.Sarapan Felen telah habis. Saat ini ia tengah minum teh dengan Abelard. Suasana di ruang makan sangat hening. Hanya embusan napas pelan milik Felen dan Abelard yang menjadi satu-satunya suara. Para pelayan telah lama pergi memberi ruang bagi kedua manusia itu, tetapi sejak tadi Abelard belum juga mengeluarkan suara. Meningkatkan kecemasan dalam diri Felen kian menguat. Beberapa kali ia melirik ke arah Abelard, lalu ke arah jam yang anehnya tidak berdetak. Seolah waktu terhenti di dalam ruangan itu."Aku menagih hal yang mau kau sampaikan kemarin, Abelard." Abelard tidak tampak berniat untuk segera menjelaskan perihal perkataannya waktu itu, hingga Felen berinisiatif sendiri. Sua

  • The Lucifer's Bride   59. Para Pengkhianat

    Felen menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Meski tidak melakukan kegiatan berat yang menguras tenaga, energinya terasa habis tak tersisa setelah berbicara panjang lebar dengan Abelard. Apalagi setelah makan siang, adiknya itu ingin mengutarakan hal lain yang tidak kalah penting. Helaan napas lelah pun tanpa bisa ditahan keluar dari sela bibir.Saat ini Felen berada di vila milik keluarga Leister. Awalnya ia menolak, dan ingin langsung menghampiri Barend. Terutama setelah mengetahui kebusukan yang telah dilakukan ayahnya itu. Namun, atas saran Abelard dan perintah Leon, Felen menunda niat tersebut.Kedua mata Felen yang tadi terpejam, terbuka perlahan. Ia melirik pada Leon yang bergeming sembari menatap keluar jendela. Tetesan air yang turun dari langit perlahan mulai membasahi bumi. Suaranya yang konstan memberi kenyamanan di ruangan yang diterpa keheningan tersebut."Aneh melihatmu hanya diam sejak tadi." Felen memecah kesunyian di antara mereka setelah meli

  • The Lucifer's Bride   58. Dua Batu Nisan

    Hari yang dinantikan akhirnya datang juga. Jemari Felen saling meremas gugup. Saat ini perasaannya campur aduk. Ia menarik napas dalam-dalam untuk meredakan detak jantung serta kegugupannya."Ayo," ajak Leon yang sejak tadi berada di samping Felen.Mereka berada di dalam Forest of Wonders, tepat di depan The World Tree yang merupakan salah satu jalan masuk ke dunia manusia. Leon sebenarnya mengajak Felen untuk menggunakan teleportasi miliknya saja daripada melewati The World Three. Namun, atas permintaan Felen yang ingin pergi ke labirin terlebih dahulu, mereka akhirnya melewati The World Tree."Ya, ayo." Felen meraih tangan Leon yang membentang ke arahnya. Kemudian, mereka melewati sebuah portal hitam yang muncul di bagian tengah The World Tree. Portal itu terlihat mengerikan, tetapi setelah Felen masuk ke dalam, tidak ada yang berbeda atau pun spesial dari tempat itu selain warna hitam yang mendominasi.Ada rasa takut yang terselip. Imajinasi bahwa port

  • The Lucifer's Bride   57. Pelatihan Singkat

    Di salah satu sudut di Devil Reign, terdapat sebuah area khusus yang diperuntukkan untuk utusan malaikat yang bersekolah di Academy of אשמדאי‎ (Ashmedai) tinggal. Salah satu penghuni tersebut adalah Louisa yang saat ini tengah berkomunikasi dengan Archangel Michael. Memberikan laporan rinci tentang apa saja yang sudah terjadi di sekitar Felen."Jadi maksudmu, dia menolak tawaran untuk lepas dari Lucifer, dan lebih memilih mengambil jalan penuh duri?" Suara itu terdengar sangat lembut dan menenangkan."Ya, aku rasa percuma membujuknya lagi. Lebih baik dia dilenyapkan agar tidak semakin jatuh dalam kegelapan." Raut wajah Louisa berubah muram dan sedih. Semua itu bukan sebuah kepura-puraan. Ia benar-benar sangat sedih karena gagal membujuk Felen untuk lepas dari Leon.Sosok di hadapan Louisa terlihat sama sedihnya seperti gadis itu. "Kalau begitu aku serahkan semuanya padamu. Aku yakin kau tahu mana yang terbaik untuk teman pertamamu itu, bukan?" jawabnya penuh

  • The Lucifer's Bride   56. Persiapan

    Meski Leon sudah memerintah Felen untuk tidur dan beristirahat, gadis itu tidak sedikit pun bisa terlelap dengan tenang. Bahkan kedua matanya yang segar tetap terbuka semalaman tanpa sedetik pun terpejam. Akibatnya, terbentuk bayangan hitam keabuan-abuan di sekitar bawah mata. Wajah Felen terlihat sayu dengan gurat lelah dan tidak bercahaya.Felen menghela napas lelah. Ini ketiga kalinya pagi ini ia melakukan hal tersebut. Sebuah pepatah bilang bahwa kebahagiaan akan menghilang kalau ia terus menghela napas. Namun, bagi Felen kebahagiaan telah lama pergi dari kehidupannya sehingga berapa kali pun ia mendesah hal tersebut bukan masalah besar."Nona, Anda mau teh lagi?" tanya salah satu Bunny melihat cangkir milik Felen tinggal terisi sedikit."Ya, tolong." Felen membalas singkat dengan senyum tipis. Ia tengah menunggu kedatangan Leon untuk membicarakan perihal Barend seperti yang pria itu katakan tadi malam. Entah ke mana iblis itu pergi pagi-pagi sekali. Leon te

DMCA.com Protection Status