"Anda akan pindah ke bangunan barat untuk sementara waktu sesuai dengan perintah Tuan Besar," ucap kepala pelayan pada Felen yang memilih acuh terhadap sekitarnya.
"Ya ... " Felen menyetujui begitu saja pengasingan tersebut. Menolak pun percuma karena perintah Barend adalah mutlak.
Sejak saat itu, Felen tidak lagi tinggal di bangunan utama, tetapi di bangunan barat. Dekat dengan kediaman para pelayan. Ruang geraknya pun dibatasi, dan ia tidak diperbolehkan mengunjungi bangunan utama kecuali atas panggilan Barend. Gadis itu terisolasi dari dunia luar. Tidak mengetahui apa saja yang terjadi di luar sangkar emas miliknya. Termasuk keadaan Aghnya yang dikurung dengan penjagaan ketat.
Felen awalnya berpikir kalau terkurung lebih baik daripada harus menyaksikan kepedulian Barend pada Abelard di mana ia menjadi pihak yang terlupakan. Kehidupan monoton tanpa konflik. Namun, ekspektasi Felen hancur ketika Barend memanggilnya di waktu-waktu tertentu untuk berkumpul bersama, dan setiap itu pula selalu ada kejadian yang membuat Felen menjadi tersangka sehingga hukuman cambuk dari Barend menjadi makanan penutup yang harus gadis itu cicipi.
Hal itu terus berlanjut hingga Felen menapaki kedewasaannya. Terjadi secara berulang sampai membuat gadis itu merasa bosan sekaligus muak. Felen mengira kehidupan seperti itu akan terus ia jalani, tetapi kedatangan Aghnya di hari pesta Debutante-nya dilangsungkan mengubah semua itu.
Aghnya yang sudah lama Felen tidak ketahui keberadaannya, muncul dan memberitahu informasi penting bahwa Barend berniat menghabisi Aghnya dan Felen agar tidak menjadi pengganggu yang mungkin akan menghancurkan rencana pria itu. Felen tidak ingin mempercayai hal tersebut karena meski Barend sering menghukumnya karena kesalahan kecil yang Felen lakukan, ayahnya itu sesekali masih menunjukkan kepedulian sebagaimana orang tua seharusnya.
Akan tetapi, melihat kondisi penampilan Aghnya yang menyedihkan, keraguan Felen terhadap perkataan ibunya itu perlahan sirna. Pandangan mata Aghnya yang menyimpan ketegaran serta suaranya yang penuh ketegasan membuat Felen yakin kalau ibunya tidak berbohong. Apalagi setelah Felen mendengar tentang kedatangan ibunda Abelard di pesta Debutante-nya, ia tidak lagi menolak ajakan Aghnya untuk melarikan diri bersama.
"Sebaiknya kita segera keluar dari sini sebelum anak buah ayahmu yang diperintahkan untuk menghabisi kita berdua datang," ucap Aghnya dengan suara tenang. Namun, sebenarnya kepanikan tengah dirasakan wanita itu.
Informasi tentang operasi pelenyapan dirinya dan Felen yang Aghnya tidak sengaja curi dengar disaat-saat terakhir membuat ia tidak memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan rencana pelarian tersebut. Sehingga Aghnya tidak mempersiapkan apa pun sama sekali, hanya bermodalkan tubuh rapuhnya. Kenekatan Aghnya terjadi karena didorong oleh perasaan ingin melindungi dan menyelamatkan Felen.
Meski rencana melarikan diri tersebut tidak dipersiapkan secara matang, Aghnya sudah memikirkan pilihan terbaik yang bisa ia ambil untuk sekarang. Yaitu pergi ke kediaman teman baik kedua orang tuanya dulu yang berada di perbatasan hutan, bersembunyi untuk sementara waktu lalu pergi jauh ke pedesaan di mana Barend tidak mungkin untuk menemukan mereka.
"Mom, apakah kita perlu membawa sesuatu? Tapi, di sini tidak ada apa pun yang penting untuk dibawa." Felen terlihat panik sembari mengedarkan mata ke sekeliling kamar yang sudah ia tempati selama kurang lebih lima tahun sejak Barend mengasingkannya.
"Tidak perlu. Mom sudah membawa benda penting yang mungkin kita butuhkan nanti." Aghnya memperlihatkan kantung berukuran sedang yang berada di pinggang. Kantung yang berisi beberapa perhiasan dan permata yang bisa dijual untuk keperluan mereka.
Setelah itu, Aghnya dan Felen berlari keluar dengan tergesa-gesa dan mulai melaksanakan pelarian diri mereka. Melewati para pelayan wanita yang tergelatak pingsan di lantai akibat tindakan brutal Aghnya saat menerobos masuk. Felen yang melihat itu hanya bisa meringis, kemudian meminta maaf dalam hati. Gadis itu merasa sedikit bersalah meski bukan dirinya yang melukai mereka.
Sementara itu, kucing hitam bermata emas yang diam-diam memerhatikan interaksi Aghnya dengan Felen dari balik kegelapan, menampilkan seringai puas karena rencananya berjalan sesuai keinginan. Kucing itu bahkan terlihat mendesah bangga atas pencapaian yang ia lakukan.
Kemudian, tanpa diduga oleh kucing hitam yang merupakan wujud buatan Lucifer tersebut-- Sang Raja Iblis Terkuat, sosok lain muncul dan mengganggu waktunya dalam mengamati Felen.
"Yo, Lucifer, adikku tersayang," sapa sosok dengan rambut berwarna semerah darah itu.
Telinga kucing hitam itu berkedut ketika mendengar suara menyebalkan iblis yang merupakan sahabat baiknya tersebut, Satan-- The Avatar of Wrath. Aura kucing Lucifer semakin menggelap dan suram. Tidak menyukai kehadiran Satan yang tidak ia harapkan akan muncul.
"Sepertinya kau tampak menikmati permainanmu, eh?"
Kucing hitam itu mengabaikan pernyataan Satan, seolah kehadiran iblis itu tidak ada.
Kesal karena dianggap sebagai makhluk tak kasat mata, Satan menoel pipi kucing Lucifer berkali-kali hingga akhirnya kucing itu mau tidak mau menoleh dengan mata bulat terangnya yang mendelik jengah. Ia mendesis tidak terima. Cakar tajam kucing itu mendepak lengan Satan, memberikan ukiran panjang yang kini menghiasi punggung tangan Satan.
"Hei ... ! Kau sensitif sekali," keluh Satan dengan wajah yang dibuat tampak sedih.
"Pergi sana." Kucing Lucifer yang biasa hanya mengeong kini mengeluarkan suaranya yang terdengar maskulin.
"Ah ... kau tidak mau berbagi kesenanganmu walau sedikit saja?"
"Tidak, jadi pergilah dan cari atau buat kesenanganmu sendiri," ucap kucing hitam itu sembari berlalu pergi untuk mengikuti Felen dan Aghnya.
Satan terkekeh dengan senyum lebar di bibir. Kedua matanya bahkan sampai membentuk bulat sabit, menandakan kalau ia cukup terhibur walau tidak pasti apa yang sebenarnya iblis itu tertawakan.
"Hm, selamat bersenang-senang. Semoga permainan yang kau ciptakan tidak berbalik menyerangmu, Wahai Adikku Tersayang."
Ucapan Satan sarat dengan nada mengejek. Kemudian, tubuh manusianya yang tadi terlihat oleh Lucifer perlahan retak dan pecah seperti kaca, lalu bertebaran terbawa angin layaknya daun berguguran. Seiring dengan menghilangnya keberadaan Satan, derap langkah terburu terdengar dari kejauhan.
Kucing Lucifer yang tengah melangkah santai melewati kumpulan pria berpakaian hitam yang datang untuk menghabisi nyawa Felen dan Aghnya, diam-diam menertawakan mereka. Euforia tengah dirasakan iblis itu karena sebentar lagi dirinya akan memetik buah yang telah ia rawat dengan baik. Suasana hati Lucifer yang sedang sangat baik membuatnya ingin tertawa keras secara terus menerus meski tidak terdapat hal lucu.
Sedangkan Barend yang duduk menunggu di ruangannya, berharap mendapat kabar baik, kini tengah menggebrak meja kerjanya dengan sangat keras. Kabar yang disampaikan oleh salah satu anak buahnya memicu amarah Barend hingga membuat urat-urat di leher pria itu tercetak jelas.
"Cepat cari keduanya! Jangan sampai lolos atau kalian yang akan aku habisi sebagai gantinya!" perintahnya tegas dengan tangan terkepal siap meninju siapa saja yang membuat amarahnya semakin meledak tak terkendali.
Barend tidak ingin rencana yang sudah ia susun sejak lama hancur berantakan. Terlebih, para tamu yang diundang untuk memeriahkan acara Debutante Felen sudah hadir. Penonton yang akan menjadi saksi pertunjukkan yang dibuat Barend. Pertunjukkan di mana kematian Felen dan Aghnya akan dibuat sebagai sebuah kecelakaan yang tidak disengaja. Namun, apabila pemeran utama tidak hadir di atas panggung, pertunjukkan tersebut tentu tidak akan bisa dilangsungkan.
"Temukan mereka sebelum acara dimulai!" Perintah tegas Barend langsung dilaksanakan.
***
Kebebasan hanya angan semata ketika iblis turut ikut campur.***"CEPAT kejar mereka berdua. Jangan sampai lolos!" Seruan-seruan kasar penuh amarah terus bersahutan di belantara hutan yang tampak menyeramkan.Aghnya dan Felen berlari dengan sekuat tenaga, menghindar dan bersembunyi dari kejaran para pria utusan Barend. Peluh membanjiri tubuh keduanya, dan gesekan ranting melukai kulit mereka. Perih, tetapi kalau Aghnya dan Felen berhenti hanya untuk melihat luka yang tidak seberapa, sudah dipastikan dua manusia itu akan tertangkap. Kini, Aghnya dan Felen tidak lagi memiliki tempat aman untuk berlindung.Rasa cinta Aghnya terhadap Barend adalah kebodohan yang ia sesali setelah mengetahui pengkhianatan suaminya tersebut. Disiksa Aghnya bertahan. Tidak dianggap ia pun masih tetap bertahan, tetapi ketika Barend mencoba membunuh Felen-- putri satu-satunya, tentu Aghnya melawan. Dulu ia tidak menyadari perlakuan buruk suaminya karena cinta membutakannya. Padaha
"Felenia, kau mau ikut denganku atau membiarkan para manusia itu menghabisimu?"Felen menoleh, lalu memandang kosong lengan Leon yang terulur padanya."Kenapa aku harus ikut denganmu?" Ia terkekeh pelan. Senyum getir muncul di bibir gadis itu ketika tatapannya terjatuh pada tubuh kaku Aghnya yang sudah tidak bernapas."Karena kau bisa dibilang tahanan perjanjian ... atau perantara perjanjian, hm? Ibumu juga menitipkanmu padaku. Terlebih, kau tidak memiliki alasan kuat untuk menolak ajakanku, tetap berada di sini hanya akan membuatmu berakhir sama seperti Aghnya."Ucapan Leon ada benarnya hingga perasaan bimbang menggelayuti hati gadis itu. Keadaan tidak memberi Felen banyak pilihan. Akhirnya, ia memilih untuk meraih uluran tangan Leon. Meski Felen tidak mengetahui masa depan seperti apa yang akan ia hadapi jika mengikuti pria itu, itu lebih baik daripada kematian.Netra keemasan Leon menyorot lembut pada Felen. "Pilihan bijak. Tenang saja, kau akan
Kesakitanmu adalah candu ternikmat yang kuresapi secara perlahan.***"My Lord, persiapannya sudah selesai." Adrien menghampiri Leon yang tengah memandang keindahan langit malam, dan salah satu kota di Devil Reign dari balik dinding kaca di kastilnya. Pelayan tua itu menunggu tenang di belakang. Tidak ingin mengganggu kesenangan tuannya."Lihatlah Adrien..." Leon mendesah dramatis seraya merentangkan lebar kedua lengannya. "... satu lagi keinginanku akan terkabulkan sebentar lagi," ucapnya dengan gairah yang meletup-letup. Wajah Leon menampakkan kepuasan. Ia menjilat sensual bibir merah gelapnya, merasakan euforia menyenangkan yang menggelegak di dalam dirinya."Tentu saja, My Lord. Karena kau memang tidak terkalahkan." Adrien membalas dengan bangga.Kali ini Leon tertawa renyah. Ia mengulum senyum lebar. "Kau memang pelayan terbaikku, Adrien." Tubuh Leon berbalik menghadap pelayan tua itu. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana baha
Felen melihat pantulan dirinya di depan cermin besar. Tidak ada yang berubah dari fisiknya selain kini terdapat sebuah ukiran seperti tato rumit di dadanya. Felen menyentuh ukiran tersebut secara perlahan. Hal yang menjadi bukti kalau kejadian yang ia alami bukan sebuah mimpi.Ingatan tentang malam mengerikan itu tentu tidak akan pernah Felen lupakan. Bahkan mungkin akan membekas seumur hidup. Tubuh dan pikirannya mengingat dengan jelas kejadian itu. Namun, Felen tetap merasa kalau yang dirinya alami semalam tidak nyata, atau lebih tepat ia menolak kenyataan itu.Sekali lagi Felen mematut dirinya di cermin. Kali ini ia berputar membelakangi cermin, memerhatikan tubuh belakangnya mulai dari punggung hingga ke bokong. Akan tetapi tidak terdapat keanehan atau ukiran lain seperti di dadanya. Kemudian pada saat itulah, daun pintu ganda kamar Felen terbuka lebar, menampakkan sesosok Adonis yang semalam menyiksanya."Wow ... " Pria itu --Leon, bersiul senang dihadiahi
SEMUA makhluk dalam ruangan tersebut tampak tegang. Terkecuali sang pemimpin-- Leon yang duduk dengan wajah bosan di atas singgasana. Ia, anehnya, masih sabar dalam menghadapi salah satu dari para Interessengruppen-nya. Padahal usulan orang terpercayanya itu bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang merendahkan keagungannya. Hal yang menjadi kebanggaan Lucifer-- Lord of Corruption."Jangan bertele-tele, Alair," tuntut Leon jengah.Seketika Alair menunduk dalam. "Ampun, My Lord. Saya tidak bermaksud untuk lancang." Tubuh iblis itu bergetar ketakutan ketika merasakan embusan ringan kekuatan Leon padanya."Angkat kepalamu."Alair mengangkat kepala sesuai perintah Leon. Ia menatap tuannya itu tepat di netra keemasannya demi menunjukkan keseriusan dalam kata-katanya."Ada baiknya kalau Nona Felenia belajar tentang Dunia Iblis lebih dahulu," lanjut Alair tegas.Leon tidak langsung menolak atau pun menerima. Ia tengah menimbang usul dari Alair.
SEBUAH kereta kencana putih bertakhta emas dengan logo tiga kepala yang memiliki rupa berbeda tersemat di bagian belakangnya, mendarat mulus di pelataran kastil milik Leon. Benda tersebut terlihat sangat menyilaukan mata.Di bagian depannya, seekor kuda besar dengan sayap hitam yang terbentang indah menarik kereta kencana itu. Hampir keseluruhan warna matanya berwarna putih. Terlihat mengerikan layaknya makhluk tidak bernyawa.Kendati demikian, penampilan kereta kencana itu tampak mengagumkan. Terutama ketika melakukan putaran seperti ombak terlebih dahulu di atas langit, sebelum akhirnya mendarat di tanah. Atraksi yang sangat menakjubkan bagi manusia seperti Felen. Ia seperti melihat dongeng yang menjadi kenyataan.Di dunia manusia, keajaiban seperti itu tidak akan mungkin bisa Felen lihat. Lalu, hal yang paling mengherankan adalah kenyataan bahwa kereta kencana tersebut tidak memiliki kusir yang mengendalikan."Salam, Your Majesty." Suara berat bernada
PAKAIAN Felen yang berbeda dari siswa lainnya membuat gadis itu terlihat mencolok. Mantel putih yang ia pakai sangat kontras dengan seragam siswa Academy of אשמדאי (Ashmedai) yang berwarna hitam legam.Untuk beberapa alasan, Felen menjadi pusat perhatian. Bukan hanya karena pakaian saja, tetapi karena iblis yang menjalin kontrak dengannya adalah Lucifer-- iblis terkuat yang saat ini memiliki pangkat paling tinggi, dan berkuasa di dunia kegelapan di mana para iblis hidup dan tinggal layaknya manusia. Terlebih ia juga merupakan calon pengantin resmi yang dipilih Leon.Lucifer adalah raja dari para raja iblis.Fakta tersebut membuat para makhluk itu penasaran dengan alasan yang berbeda-beda.Salah satunya adalah iblis wanita berambut emas yang saat ini tengah memerhatikan Felen. Matanya tidak sedikit pun beralih ketika mengamati setiap gerak-gerak gadis itu, bahkan gerakan kecil seperti ketukan jari sekali pun."Sebaiknya kau jangan berani bermai
Forest of Wonders adalah hutan terbesar dan terluas di dunia iblis. Hutan ini berbeda dengan hutan lain yang berada di dunia iblis. Selain ukuran dan luasnya, tidak ada yang mengetahui kehidupan dan makhluk seperti apa saja yang tinggal di sana. Hanya segelintir iblis bangsawan dengan kekuatan tinggi yang mengetahui rahasia di balik Forest of Wonders.Hutan ini sangat berbahaya. Terutama untuk manusia, makhluk selain iblis, dan iblis berkekuatan rendah. Hutan terlarang adalah julukan yang tepat karena setiap makhluk yang memasuki Forest of Wonders selalu melihat hal yang berbeda. Hal itu lah yang membuat hutan tersebut berbahaya.Hutan itu menyesatkan. Sama seperti sifat iblis yang sering menyesatkan.The Forest of Wonders only brings despair.Begitu lah penjelasan singkat yang tertulis di dalam sebuah buku yang ditulis oleh para tetua iblis terdahulu. Buku tersebut tersimpan rapi di salah satu rak di dalam perpustakaan iblis yang berada di jantung kota,