PLAK!
Azelyn terkejut mendengar ucapan lelaki itu sehingga tanpa sadar tangannya bergerak dan menampar pipi lelaki itu.
Wanita bermata biru itu segera melepaskan diri dari pelukan lelaki tersebut lalu menutup mulutnya dengan kedua tangan karena kaget.
"M-maaf atas perilaku saya, Tuan, tapi perkataan Anda terdengar begitu tidak sopan," ucap Azelyn terlihat khawatir melihat rona merah di pipi lelaki itu.
Lelaki itu semakin menatap tajam pada Azelyn lalu membuang napasnya kasar.
"Kamu wanita yang dibayar temanku, kan? Berapa dia membayarmu? Aku akan membayar dua kali lipat, jadi malam ini tidurlah lagi denganku," jelas lelaki itu sekali lagi.
"Membayarku?" Melihat sikap lelaki ini dan perkataan yang seakan menggambarkan dirinya sebagai seorang wanita bayaran membuat Azelyn berpikir bahwa lelaki yang memiliki mata berwarna abu ini pasti bekerja sama dengan Laura untuk menjebaknya.
"Jawab perkataanku dengan jujur! Malam itu, kalian menjebakku, kan?" tanya Azelyn dengan tatapan mengintimidasi.
Lelaki itu terkejut dengan perilaku Azelyn, tetapi seketika raut keterkejutan itu berubah menjadi senyuman kecil.
"Menarik," gumam Lelaki itu sambil mengangkat sudut bibirnya.
Lelaki itu memegang pipi kiri Azelyn. "Aku tidak tahu jebakan apa yang kau bicarakan, tapi ... aku memiliki keyakinan mengenai satu hal." Manik pria itu menatap lurus Azelyn, seakan menyanderanya. "Malam itu, bukankah kamu juga menikmatinya?"
Pertanyaan yang diiringi tatapan tajam sang pria membuat Azelyn bergidik ngeri. Nalurinya seakan berkata bahwa dia harus segera menjauhkan diri dari lelaki ini!
Namun, Azelyn tak mau dipandang lemah olehnya, sehingga dia mencoba mengumpulkan tenaga untuk kemudian--
"Rasakan ini!" Azelyn berseru seraya menginjak kaki lelaki itu dengan sekuat tenaga sebelum kemudian membenturkan kepalanya pada bawah dagu sang lelaki dengan keras.
“Ugh!”
Melihat sang pria merintih kesakitan, wanita berambut coklat itu tak menyia-nyiakan kesempatan. Dia segera kabur berlari meninggalkan tempat tersebut.
"Berhenti!" teriak lelaki itu sambil berjalan pincang mencoba mengejar Azelyn, tapi wanita itu sudah terlebih dahulu menghilang dari ujung koridor rumah sakit.
Bersamaan dengan itu, dua bawahan lelaki tersebut yang melihat 'adegan kecil tadi langsung menghampiri. "T-Tuan! Anda baik-baik saja?"
**
Azelyn tersenyum puas melihat kamar sederhana yang sekarang menjadi tempat tinggal barunya. Betapa beruntungnya dia bisa mendapatkan kamar ini dengan harga yang masih terjangkau dan lokasi yang tidak jauh dari tempat kerja barunya nanti.
Ya, Azelyn memutuskan untuk kembali mencoba melamar pekerjaan karena kini dia harus mulai menata hidupnya kembali. Meskipun dirinya hanya diterima bekerja sebagai cleaning service, namun Azelyn tetap merasa bersyukur karena bisa mendapatkan pekerjaan ini, mengingat dirinya hanya memiliki ijazah SMA dan tidak punya pengalaman bekerja sama sekali.
Walaupun Azelyn sedikit menyesali karena perusahaan outsourcing yang memperkerjakannya menugaskannya untuk bekerja di perusahaan Adhlino. Yaitu, perusahaan dimana Kevin dan Laura juga bekerja di sana.
Meskipun demikian, Azelyn tidak mau membuang kesempatan ini. Ia menatap gedung tinggi Adhlino dan menghela nafas berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa meskipun dirinya nanti bertemu dengan Kevin dan Laura. Maka dia akan menunjukan bahwa dia bukanlah Azelyn yang lama lagi dan tidak akan membiarkan dirinya ditindas.
Azelyn memasuki gedung dengan langkah percaya diri dan menaiki lift menuju lantai 5 lalu berjalan lurus melewati beberapa ruangan dan sampai di ruangan berbataskan kaca. Hingga akhirnya bertemu dengan supervisornya - Zura.
Wanita yang terlihat berumur 30 tahun itu memberikan beberapa penjelasan terlebih dahulu. Apa yang harus Azelyn kerjakan, ruangan mana yang harus dibersihkan, dan sikap bagaimana yang harus dia tunjukkan pada karyawan di perusahaan.
"Kamu sudah paham dengan penjelasanku?" tanya Zura sambil mengajak Azelyn berkeliling untuk melihat dan beradaptasi dengan perusahaan.
Azelyn mengangguk mengerti. Lalu, Zura segera memerintahkannya untuk memulai tugas pertama Azelyn yaitu membersihkan kaca-kaca di ruang karyawan.
Tak sengaja, Azelyn menemukan sosok Kevin yang terlihat sibuk dengan beberapa berkasnya. Lelaki itu kini ikut menatap Azelyn dengan raut wajah terkejut. Bahkan sempat beberapa kali mengerjapkan matanya untuk memastikan apa yang ia lihat sebelum akhirnya berjalan mendekati Azelyn.
"Kupikir aku salah lihat, ternyata ini beneran kamu, Lyn. Kenapa kamu ada di sini?" Kevin melirik mantan istrinya itu dari atas sampai bawah. Ekspresi datar, warna rambut yang berubah, dan pakaian cleaning service.
Kevin tersenyum kecil, "Padahal rambut coklatmu adalah satu-satunya yang menarik darimu, tapi kamu mengubahnya dengan warna merah, warna yang kubenci. Apa kamu mencoba menggodaku lagi?" Kevin memegang rambut Azelyn dan memperhatikan warnanya.
Azelyn memang sengaja mengubah warna rambutnya sebagai tanda dirinya memulai hidup baru. Namun, tidak pernah ada di benaknya bahwa ia sengaja merubah warna rambut hanya untuk menggoda mantan suaminya itu lagi.
"Jangan menyentuhku sembarangan," ketus Azelyn dengan ekspresi jijik. “Aku di sini untuk bekerja, tak ada sangkut-pautnya denganmu.”
“Hah!” Kevin tertawa dingin. “Bekerja? Kamu pikir aku orang bodoh yang semudah itu dibohongi?” tanyanya dengan nada meremehkan. “Dari semua kantor yang bisa kamu pilih, kebetulan sekali kamu memilih kantor tempatku bekerja? Kalau bukan untuk menggodaku, untuk apa lagi? Sudahlah, jangan berbohong lagi, Lyn! Aku tahu kamu masih belum rela diceraikan olehku!”
Kevin menekan tangannya ke tembok, berusaha mengunci pergerakan Azelyn. Kemudian, pria itu berkata, “Kalau memang rindu, katakan saja. Mungkin aku akan bersedia menghabiskan satu malam denganmu hari ini.”
Mendengar kalimat Kevin yang begitu percaya diri, Azelyn merasa amarah menyelimuti dirinya. Sehingga dirinya tertawa mencemooh dan membuat senyuman lelaki itu menghilang.
"Dengar Kevin, sepertinya kamu terlalu percaya diri. Meski sekarang kamu berlutut dan memohon di depanku, aku tak akan mau kembali padamu, perasaanku padamu benar-benar sudah hilang." Azelyn tersenyum mengejek sebelum lanjut berkata, “Hanya dengan kata ‘rindu’, aku bisa menghabiskan malam denganmu? Sepertinya harga dirimu lebih murah dibandingkan pria yang tidur denganku malam itu.”
“Kamu—!”
“Sshh,” Azelyn menempelkan telunjuknya di bibir Kevin, membungkam pria tersebut, “Jangan berisik, Kevin. Memangnya kamu mau orang lain tahu mengenai hubungan kita?" ancam Azelyn membuat wajah Kevin memucat.
Melihat hal itu, Azelyn tertawa rendah meremehkan sebelum melanjutkan, “Sudahlah, jangan ungkit hubungan kita lagi. Kamu bisa habiskan malam-malammu dengan Laura dan aku tidak lagi peduli. Di kantor ini, anggap saja kita tidak saling mengenal, oke?” Kemudian, Azelyn pun pergi meninggalkan Kevin di tempat tersebut.
Kevin menatap Azelyn dengan wajah terkejut. Dia seperti tidak mengenali wanita tersebut.
Apa ini sungguh masih wanita yang mencintainya secara tulus dua tahun belakangan ini?! Kenapa dia seperti merasa tidak sudi untuk sekadar kenal dengannya!?
Lelaki dengan potongan rambut undercut itu merasa bingung dengan perubahan mantan istrinya. Cara bicara Azelyn sudah tak lemah lembut seperti dulu.
"Apa yang sebenarnya wanita itu coba rencanakan? Apa pria selingkuhannya tidak menginginkan dia lagi, sehingga kini dia berniat untuk mencoba mendekatiku lagi dengan berlagak jual mahal?" Kevin memandang kepergian Azelyn sambil tersenyum licik.
Di sisi lain, Azelyn yang meninggalkan Kevin berakhir bersembunyi di balik tembok salah satu ruangan kosong. Jantungnya berdebar kencang, tidak menduga akan bertemu mantan suaminya secepat ini.
Dengan wajah menggelap, Azelyn pun bergumam, “Kenapa ... harus bertemu secepat ini?"
Setelah bertemu dengan Kevin, Azelyn kini diminta Zura untuk membersihkan toilet wanita.Sebelumnya, supervisornya itu ternyata sempat melihat kejadian kecil dirinya dengan Kevin dan menanyakan hubungan keduanya. Lalu, dari situ Azelyn juga baru mengetahui bahwa selama ini Kevin tidak pernah mengaku dirinya sudah menikah. 'Dia adalah lelaki mapan yang memiliki jabatan tinggi di perusahaan. Di usia matang, dia bahkan masih lajang sampai saat ini. Asal kamu tahu, banyak karyawan wanita yang mengincarnya. Kamu gak akan punya kesempatan.' Lyn teringat dengan ucapan Bu Zura tadi.Dirinya juga teringat bahwa pernikahan mereka dulu memang hanya dihadiri oleh keluarga dan orang terdekat, karena Kevin mengaku terkendala biaya. Namun, Azelyn tak menyangka alasan sebenarnya dari itu adalah...agar Kevin bisa menyembunyikan statusnya sebagai pria beristri!Kini Azelyn semakin merasa benci dengan mantan suaminya itu."Azelyn? Kenapa kamu ada di sini?" Suara seorang wanita menyadarkan Azelyn dari
Azelyn menghela napas berkali-kali mencoba mengatur emosinya. Hal yang memenuhi pikirannya sekarang adalah sifat asli dari Laura."Guys, Pak Kean udah dateng, loh, ganteng banget! Aku sampe melongo saking gantengnya!" teriak salah satu karyawan sambil meloncat kegirangan."Dengar-dengar, Pak Kean juga masih perjaka, loh!""Lebih tepatnya dia gak pernah bersentuhan dengan wanita. Bahkan katanya ketika pertemuan dengan Bu Reliza, CEO dari perusahaan Qazlion, Pak Kean mengabaikan jabatan tangan Bu Elena. Dan membuat wanita itu malu setengah mati."Azelyn mencuri dengar percakapan dari beberapa karyawan wanita yang kini berkumpul di lobby."Pak Kean? Siapa itu?" tanya Azelyn penasaran.Tepat saat itu seorang lelaki dengan memakai setelan jas berwarna hitam berjalan di ikuti asistennya. Lelaki yang memiliki mata berwarna abu itu menatap tajam ke arah depan, aura intimidasi terpancar dari lelaki itu.Meski beberapa karyawan wanita menatapnya dengan penuh kekaguman, lelaki yang dipanggil Kea
"T-tidak, Pak, ini hanya kesalahpahaman," ucap salah satu karyawan. Mereka saling berbisik dan satu per satu mulai segera pergi dari tempat meninggalkan Laura sendirian."Bagaimana denganmu?" tanya Kean dingin menatap tajam pada Laura.Laura hanya terdiam menunduk sambil menyembunyikan rasa kesal serta terkejutnya. Dia masih tidak habis pikir, mengapa Azelyn bisa mengenal dan bahkan disebut sebagai calon istri CEO-nya."Tidak ada, Pak, sepertinya saya yang lupa menaruh kalung saya," jawab Laura menggigit bibir bawahnya menahan emosi. Dia tak menyangka bahwa Azelyn ternyata dekat dengan Kean.Meskipun Laura memang selama ini terlihat mendekati Kevin, namun itu semua hanya untuk merusak rumah tangga Azelyn dan membuat wanita itu menderita. Yang sesungguhnya dia inginkan adalah, Kean yang sudah dia incar sejak lama. Siapa yang tidak ingin menikah dengan pewaris kaya dan tampan seperti Kean?"Baiklah, kalau begitu maka kamu bisa kembali bekerja." Tatapan Kean masih nampak mengintimidasi,
Wajah Azelyn memucat mendengar tawaran Kean. Gadis itu memalingkan wajah dan mendorong tubuh pria itu agar sedikit menjauh darinya. Sikap Azelyn membuat Kean tersenyum kecil, sepertinya dia semakin tertarik dengan gadis itu. Azelyn terdiam tak tahu harus berkata apa. Situasi yang dia hadapi benar-benar di luar perkiraannya. Dia melirik Kean yang kini sedang menopang dagu sambil menatapnya. Lelaki itu masih menunggu jawaban darinya. "Meski saya memikirkannya berkali-kali, saya benar-benar tak mengerti," ucap Azelyn kembali menatap bosnya itu. "Kenapa Anda ingin menikah dengan saya, Pak?" "Untuk apa kamu memikirkannya? Kontrak ini cukup menguntungkan untukmu, kamu bisa membalas dendam," jawab Kean dengan tersenyum simpul. Gadis berambut merah itu menyipitkan mata mendengar ucapan lelaki di hadapannya. Setelah mereka bertemu lagi di rumah sakit, Kean tiba-tiba mengajaknya tidur bersama, dan sekarang pria itu langsung mengajak dirinya untuk menjalin kontrak pernikahan? Melihat s
Kean memarkirkan mobilnya ke sebuah apartemen yang cukup besar. Azelyn sama sekali tak sadar bahwa mereka sudah sampai ke tujuan. Gadis itu masih memandangi buku nikah yang baru saja didapatkannya. Saat menikah dengan Kevin, dia tak pernah mencatat pernikahan mereka sehingga dia tak memiliki buku nikah. Gadis itu mengelus buku nikahnya sambil menatap fotonya. Kean mengintip ke dalam mobil melihat Azelyn yang masih terduduk diam. Pria itu menyadarkan gadis itu menyuruhnya turun dari mobil. Dia menyuruh Azelyn mengikutinya masuk ke apartemen. "Ini dimana, Pak?" tanya Azelyn penuh selidik. Kean acuh tak menjawab pertanyaan gadis itu. Lelaki itu memasuki lift, tetapi Azelyn diam tak bergerak. "Kita sudah menikah, jadi kita akan tinggal bersama." "Kita menikah karena kontrak, jadi—" "Aku bilang mulai sekarang kamu harus menuruti perintahku, kan?" potong Kean sambil menunjukkan buku nikahnya membuat Azelyn seketika terdiam. Azelyn akhirnya melangkah memasuki lift. Kean meneka
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun berdiri menghadap tembok dan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sambil menahan tangisnya. Kedua kakinya tengah dipukul berkali-kali dengan sabuk oleh ibunya, dia menahan rasa sakit dan perih tanpa bersuara. "M-maafkan Kean, Ibu... Kean tak akan melakukannya lagi, Kean berjanji," gumam anak laki-laki yang bernama Kean itu, tetapi ibunya tak bergeming dan tetap memukulnya. Ibunya memberi hukuman karena Kean mendapatkan nilai 80 di satu mata pelajaran, meski dia menjadi peringkat 1 di sekolah. Anak laki-laki itu sudah sering mendapatkan penganiayaan dan tekanan dari ibunya. "Masuk!" perintah ibunya sambil membuka lemari kosong. "Jangan keluar sebelum ku suruh! Mulai besok, aku akan menambah jadwal lesmu," tegas ibunya. Kean berlutut dan menggosok kedua tangannya memohon agar tak dimasukkan ke dalam lemari. Namun, ibunya mencengkeram lengannya dengan kasar dan menyeretnya masuk ke dalam lemari. Kean menangis sambil memberontak, ibuny
Kean keluar dari mobil setelah memarkirkan mobilnya. Pandangannya beralih ke dompet Azelyn yang tertinggal. Dia mengambil dompet itu lalu membawanya masuk ke perusahaan. Setelah menaiki lift, lelaki yang memiliki manik abu-abu itu berjalan menuju ruangan cleaning service. Dia mencoba membuka pintu, tetapi pintu itu terkunci dari dalam. Kean merasa heran dan mencoba mendengar suara samar dari dalam ruangan, dia merasa ada yang tak beres. Kean melangkah mundur lalu mendobrak pintu itu dengan keras. Setelah mencoba berkali-kali, pintu itu berhasil terbuka dan pandangannya langsung mengarah pada Azelyn yang sedang berada di balik punggung seorang lelaki. Tanpa pikir panjang dia berlari mendekat dan langsung memukul wajah lelaki itu membuatnya terhuyung mundur. Kean melihat baju Azelyn yang robek. Dirinya segera melepaskan jasnya dan memakaikannya pada Azelyn untuk menutupi tubuhnya. "Apa maksudnya ini?" Kean menatap lelaki itu dingin seakan mengintimidasi. Setelah memperhatikan
Laura keluar dari ruangan Kean dengan pakaian berantakan membuat seisi karyawan menatapnya kaget. Saat berada di depan pintu ruangan, dia sengaja merapikan rambutnya dan kembali mengancingkan kemejanya. Beberapa karyawan wanita mendekatinya dan menanyakan apa yang terjadi di dalam. Mereka penasaran karena Laura berada di ruangan Kean cukup lama dan sekarang gadis itu keluar dengan berantakan. Laura hanya tersenyum malu seakan membenarkan apa yang terlintas di pikiran para karyawan itu. "Kuharap kalian merahasiakan ini, karena Pak Kean akan marah jika mendengar kalau semua orang mengetahuinya," ucap Laura menggigit jarinya sambil berekspresi melas. "Apa yang terjadi? Apa Laura tidur dengan Pak Kean? Tapi bukannya Pak Kean punya calon istri? Kemarin kan...." Beberapa karyawan berbisik setelah mendengar ucapan Laura. Sebagian tak percaya karena mereka tahu bahwa atasannya tak pernah menyentuh wanita manapun. Namun, sebagian dari mereka juga tak bisa mengelak karena melihat gadis i
Laura berjalan menuju ruangan karyawan dengan perasaan gembira. Dia merasa bahwa mendekati Allen adalah pilihan yang tepat. Dirinya merasa pria itu lebih mudah daripada Kean.Laura mulai menyapu dan memunguti sampah-sampah kertas yang berserakan di lantai. Dia merasa enggan memungut itu, seharusnya posisinya sebagai karyawan yang memiliki meja kerja, bukan yang membersihkan seperti ini.Laura terpaksa melakukan tugas itu karena hal yang dia pikirkan adalah bertahan di perusahaan ini sampai dirinya berhasil mendapatkan Allen."Ambilin aku minum dong," ucap salah satu karyawan wanita pada Laura sambil masih fokus mengetik pada komputernya.Laura menoleh ke sana kemari mencoba mencari tahu kepada siapa wanita itu berbicara. Melihat tak ada orang di sekitarnya, dia lebih memilih untuk melanjutkan membersihkan lantai.Wanita itu merasa kesal ketika Laura mengabaikan perintahnya begitu saja. Dia kemudian menggebrak meja dengan keras membuat sekeliling menatapnya, begitu juga dengan Laura."
Kean mengerjapkan matanya beberapa kali ketika sinar matahari masuk dari sela-sela jendelanya. Dia mencoba mengambil ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, sepertinya dia bangun kesiangan karena kelelahan sejak kemarin.Kean segera bangkit kemudian berjalan keluar kamar dan melewati kamar Azelyn, dia mencoba mencari tahu apa yang dilakukan gadis itu, tetapi ketika membuka pintu, sosok gadis itu tak terlihat.Kean berjalan masuk ke kamar Azelyn kemudian melihat secarik kertas yang berada di meja tersebut. Dia mengambil kertas itu kemudian membaca setiap kalimatnya.Azelyn menulis di kertas tersebut bahwa hari ini dia izin untuk pergi karena ada masalah yang terjadi pada temannya. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tak tahu apa akan pulang atau tidak.Kean meremas kertas tersebut, bisa-bisanya Azelyn lagi-lagi pergi tanpa sepengetahuannya. Dia mencoba melihat ponselnya dan membuka aplikasi pelacak, kali ini aplikasinya tak berfungsi lagi karena gadis itu mematikan po
Keesokan harinya Allen langsung menyuruh Laura untuk datang ke perusahaan Marvino. Laura menggunakan kemeja putih dengan rok sepaha untuk pergi ke perusahaan Marvino, pakaiannya benar-benar mencerminkan seorang karyawan wanita di perusahaan. Dia tak tahu posisi apa yang akan diberikan Allen padanya, tetapi dia tak terlalu memikirkannya karena tujuan sebenarnya adalah untuk mendekati pria itu. Laura memesan taksi untuk pergi ke perusahaan tersebut. Ketika taksinya sudah datang, dia lansung meluncur tanpa menunda waktu lagi. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke perusahaan tersebut. Jarak perusahaan Marvino lebih jauh dibanding perusahaan Adhlino, tetapi Laura meyakinkan semangatnya karena dia sudah terlalu lelah untuk mencari pekerjaan dan tak akan membuang kesempatan emas ini. Laura berjalan memasuki perusahaan, tiba-tiba seisi perusahaan meliriknya kemudian berbisik-bisik membuatnya merasa risih. Sepertinya berita tentang dirinya yang dipecat di perusahaan Adhlino secara tak t
Laura berdiri diam di tengah jembatan. Di belakangnya beberapa motor dan mobil berlalu lalang tanpa memedulikan dirinya yang sedang berdiri sendirian. Dia menatap kosong ke arah air sungai yang mengalir dengan deras. Gadis bermanik coklat itu sudah mengirimkan lamaran pekerjaannya ke berbagai tempat setelah dia dipecat dari Perusahaan Adhlino, tetapi satu pun tak ada yang menghubunginya untuk interview. Laura mengacak-acak rambutnya kesal. Dia meremas dokumen lamaran pekerjaannya dengan perasaan penuh emosi. "Azelyn! Ini semua gara-gara kamu! Berani-beraninya kamu menghancurkan karirku! Aku tak akan tinggal diam, aku pasti akan membalasmu!" teriak Laura emosi. Suara teriakannya tenggelam karena suara mobil dan motor yang mengebut. Laura melampiaskan emosinya dengan mengacak-acak rambutnya frustasi. Tanpa sengaja dokumennya terlepas dari genggaman dan terjun jatuh ke bawah sungai. Laura secara spontan menaikkan kaki kanan ke penghalang jembatan mencoba untuk menangkap dokumen
Lino tak menduga bahwa Reliza akan mengatakan itu. Dia melirik ke arah Kean yang masih terdiam sembari menyisir rambutnya ke belakang. "Sepertinya Anda sangat mengenal saya, Nona Reliza," ucap Kean dingin. Dia menatap tajam pada gadis itu kemudian melanjutkan kalimatnya, "Karena Anda terlihat sangat mengenal saya, Anda pasti tahu bagaimana sikap saya pada wanita selama ini, kan?" tanyanya. Reliza terdiam, tentu saja dia sangat mengetahui itu. Karena dia adalah salah satu wanita yang mengejar Kean, tetapi pria itu tak pernah meliriknya sedikit pun. "Saya akan langsung mengatakan tidak suka dan sangat membenci wanita yang selalu ingin menempel pada saya. Jadi, apa Anda masih menganggap saya berbohong dan meragukan pernikahan saya sebagai pernikahan palsu yang diatur?" kata Kean yang langsung membuat Reliza terdiam. Reliza menggenggam erat ujung gaunnya mendengar penuturan Kean. Tentu saja wanita yang selalu menempel pada pria itu yang dimaksud adalah dirinya. Kean melirik ding
Allen melirik pada Azelyn sembari mencoba menahan tawanya. Dia merasa tak percaya dengan situasi yang dia hadapi sekarang. Rumor yang diketahui Allen selama ini adalah Kean memiliki sifat yang dingin. Sebelumnya juga banyak yang mengatakan bahwa Kean adalah pria yang tak berperasaan. Namun, apa ini? Kean justru terlihat sangat posesif pada Azelyn. "Maafkan saya atas sikap saya selama ini, Tuan Kean," kata Allen sambil sedikit membungkuk sebagai tanda permintaan maafnya. "Karena saya sudah berpisah cukup lama dengan Azelyn, saya masih ingin bertemu dan mengobrol dengannya lebih lama lagi, tapi sepertinya saya sudah melewati batas," lanjutnya sembari melirik wanita bermanik biru itu. Kean mengeratkan rangkulannya ketika mendengar perkataan Allen. Perasaannya terasa berdenyut sakit mendengar kalimat itu. Apa itu memiliki arti bahwa pria itu masih menyimpan perasaan pada istrinya? "Saya harap ini tidak terjadi lagi, saya merasa tak nyaman jika istri saya bertemu dengan pria lain t
Kean berniat untuk menghampiri mereka, tetapi tiba-tiba dia menghentikan langkahnya lalu segera berbalik membelakangi mereka berdua yang belum menyadari kehadirannya. "Kenapa aku marah?" gumam Kean merasa heran dengan sikapnya sendiri, lalu mengurungkan niat untuk menghampiri Azelyn lalu segera keluar dari restauran tersebut. Meski mengatakan itu, Kean tetap menunggu Azelyn dan Allen yang masih mengobrol di dalam restauran. Dia duduk di dalam mobil sambil memperhatikan pintu restauran menunggu mereka untuk keluar. Tepat saat itu Azelyn dan Allen keluar dari restauran lalu kembali menjalankan mobil mereka menuju ke tempat selanjutnya. Kean mengikuti ke mana tujuan mereka berdua selanjutnya dari belakang. Allen mengendarai mobil kemudian tak sengaja melihat kaca spion mobilnya, dan menyadari mobil yang berada di belakangnya sedang mengikuti mereka. Allen mencoba berbelok ke arah lain dan mobil itu tetap mengikuti arah yang dia tuju. "Mau ke mana? Apartemenku bukan ke arah si
Azelyn berjalan keluar perusahaan sambil melamun, dirinya mengenal Kevin lebih dari 8 tahun, dan pria itu adalah cinta dan pacar pertama Azelyn. Dulu Azelyn sangat tak bisa melihat Kevin bersedih, karena menginginkan pria itu selalu bahagia di setiap harinya dan mencoba mencari segala cara untuk menghiburnya. Namun, ketika berpapasan dengan Kevin tadi dan melihat raut wajah Kevin yang hendak menangis, Azelyn tak merasakan perasaan apa pun lagi. Dia merasa tak peduli dengan apa yang akan terjadi pada pria itu selanjutnya. Sepertinya perasaannya pada Kevin memang sudah tak tersisa lagi. Azelyn memilih untuk tak terlalu memikirkan itu lagi, mencoba melihat sekeliling perusahaan mencari mobil Kean, tetapi tak terlihat tanda-tanda mobil itu di sekitar situ. Dia berpikir mungkin pria itu sudah pulang lebih dulu untuk beristirahat. Ketika Azelyn hendak pergi menuju halte bus, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti tepat di hadapannya. Kaca mobil itu mulai turun dan terlihat Allen berad
"Apa jangan-jangan kamu cemburu?" "Apa?" Mata Azelyn membelalak, apa bertanya mengenai urusan Kean dengan Nona Marvino termasuk ke dalam kategori cemburu? Azelyn mendorong tubuh Kean agar sedikit menjauh kemudian bangkit dari kursi kerja pria itu. "Tentu saja tidak, aku hanya penasaran dengan pertemuan sesama pengusaha besar," ucap Azelyn beralasan.Jawaban Azelyn justru semakin membuat Kean mengangkat sebelah alisnya bingung. "Aku sudah menawarimu untuk ikut, kalau kamu penasaran, seharusnya kamu menerima tawaran untuk pergi bersamaku." Azelyn langsung menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. "Tidak, aku memang penasaran, tapi aku tahu batasanku," kata Azelyn sembari tersenyum simpul. "Karena semua berkas sudah selesai diperiksa, aku izin pergi," lanjutnya sambil sedikit membungkuk memberi hormat lalu melangkah meninggalkan ruangan. Kean memandangi punggung Azelyn yang berjalan menuju pintu ruangan, kemudian merapikan berkas-berkas tersebut kemudian menghubungi Lino agar datang me