Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun berdiri menghadap tembok dan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sambil menahan tangisnya. Kedua kakinya tengah dipukul berkali-kali dengan sabuk oleh ibunya, dia menahan rasa sakit dan perih tanpa bersuara.
"M-maafkan Kean, Ibu... Kean tak akan melakukannya lagi, Kean berjanji," gumam anak laki-laki yang bernama Kean itu, tetapi ibunya tak bergeming dan tetap memukulnya. Ibunya memberi hukuman karena Kean mendapatkan nilai 80 di satu mata pelajaran, meski dia menjadi peringkat 1 di sekolah. Anak laki-laki itu sudah sering mendapatkan penganiayaan dan tekanan dari ibunya. "Masuk!" perintah ibunya sambil membuka lemari kosong. "Jangan keluar sebelum ku suruh! Mulai besok, aku akan menambah jadwal lesmu," tegas ibunya. Kean berlutut dan menggosok kedua tangannya memohon agar tak dimasukkan ke dalam lemari. Namun, ibunya mencengkeram lengannya dengan kasar dan menyeretnya masuk ke dalam lemari. Kean menangis sambil memberontak, ibunya langsung menggendong tubuh mungil itu dan melemparnya ke dalam lemari. Kean menarik lengan baju ibunya memohon agar tidak ditinggalkan sendiri. Ibunya menepis kasar tangannya dan menampar pipinya beberapa kali tanpa perasaan. Ibu Kean menutup lemari dan menguncinya dari luar. Kean menangis memukul lemari itu dari dalam sampai tangannya terluka. Dia ketakutan sambil memeluk tubuhnya yang terasa panas. Meski sudah terbiasa dikurung, dia tetap merasa takut saat berada di dalam lemari yang begitu gelap. Kean berharap waktu cepat berlalu agar dia bisa keluar dari sana. Ingatan itu mulai terasa samar-samar. Secara perlahan mulai menghilang dan menjadi kosong tak ada bayangan. *** Kean mengerjapkan mata berkali-kali saat sinar matahari menembus masuk dari sela-sela tirai kamarnya. Ketika bangkit, dia melirik Azelyn yang duduk sambil menidurkan kepalanya di sisi kasur. Pandangannya beralih ke tangan Azelyn yang menggenggam tangannya erat. "Kenapa dia di sini?" gumam Kean memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Kean menarik tangannya dari tubuh Azelyn membuat gadis itu tersentak. Azelyn membuka kedua matanya dan perlahan bangkit. Dia mengusap kedua matanya mencoba mengembalikan fokus. Pandangan Azelyn langsung bertemu dengan pandangan Kean yang kini sedang menatapnya dingin. "Bagaimana keadaan Anda, Pak? Eh... maksud sa—aku, bagaimana keadaanmu? Tubuhmu terasa panas semalaman," tanya Azelyn terbata-bata karena belum terbiasa menggunakan panggilan aku-kamu. Dia merasa tak sopan jika berbicara santai mengingat Kean adalah atasannya. "Di mana sarapanku?" tanya Kean sambil turun dari ranjang. Dirinya mengacuhkan pertanyaan gadis itu. "Apa? Sarapan?" tanya Azelyn sedikit bingung. "Apa kamu ingin tinggal di sini hanya untuk menumpang tidur? Bukankah sebagai istri kamu juga harus merawatku?" timpal Kean dengan suara berat. Azelyn tersenyum kesal mendengar perkataan pria itu. Padahal dia tak pernah mengatakan ingin tinggal di sini, justru Kean yang secara tiba-tiba membawanya ke sini. Dan pernikahan mereka hanya tertulis di atas kertas, lalu kenapa dirinya harus melakukan rutinitas sebagai istrinya? ** Kean dan Azelyn berangkat bersama menuju perusahaan. Suasana di dalam mobil terasa hening karena tak ada yang memulai pembicaraan. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, mereka sampai di depan perusahaan Adhlino. Azelyn keluar dari mobil sedangkan Kean pergi memarkirkan mobilnya. Tanpa menunggu Kean, gadis itu langsung memasuki perusahaan dan menaiki lift menuju ruangannya. Beberapa karyawan sudah mulai sibuk dengan pekerjaan mereka. Azelyn berjalan menuju ruangan cleaning service sambil sesekali menyapa karyawan yang berpapasan dengannya. Gadis itu pergi mengganti pakaian dan menaruh barang-barangnya di loker sebelum mulai bekerja. Pekerja cleaning service yang lain belum datang sehingga hanya dia sendirian di sana. Tiba-tiba pintu ruangan terdengar terbuka lalu disusul suara pintu terkunci dari dalam. Azelyn merasa waspada, sepertinya ada orang yang diam-diam memasuki ruangan. Azelyn perlahan mencoba mengambil sesuatu di dalam loker sebagai penjagaan, tetapi sebuah tangan menarik lengannya dengan kasar dan mengunci pergerakannya. Tangan lelaki yang satunya segera menutup mulut Azelyn agar gadis itu tak berteriak. Azelyn membulatkan matanya saat melihat lelaki yang berada di hadapannya sekarang adalah Kevin. "Apa kamu merindukanku, Lyn?" tanya Kevin sambil menyeringai. Azelyn mencoba melepas bungkaman mulutnya dengan tangan kirinya, tetapi Kevin justru semakin mengeratkan genggamannya pada lengan kanan gadis itu hingga meninggalkan bekas lembam. "Diamlah! Kamu ingin aku menyakitimu?!" bentak Kevin dengan suara pelan agar tak terdengar sampai luar. Azelyn merasa takut melihat raut wajah Kevin yang terlihat menyeramkan. Dia menurunkan tangannya yang berniat membuka bungkaman. Itu membuat Kevin tersenyum puas. "Lyn, sepertinya aku salah menilaimu, kamu itu benar-benar jalang, ya?" Kevin semakin mengeratkan genggaman tangannya. "Saat kita menikah kamu berselingkuh dengan pria lain, dan sekarang saat kita baru bercerai kamu ingin menikah. Bahkan calonmu adalah atasanku. Apa kamu tak bisa hidup sehari saja tanpa pria? Hah?" sentak Kevin penuh emosi. Azelyn mengerjapkan matanya beberapa kali menahan sakit karena Kevin semakin mengeratkan genggaman pada tangan kanannya. Meski dia mencoba melepaskan dengan tangan satunya, tenaga lelaki itu lebih besar dari pada dirinya. "Apa kamu melakukan ini demi menggodaku? Apa kamu ingin membuatku marah dan cemburu?" Kevin melepaskan genggaman tangan dan bungkaman pada mulut Azelyn. Dia kemudian memegang kepala Azelyn dengan kedua tangannya sembari mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir gadis itu. Azelyn memberontak mendorong tubuh Kevin agar menjauh, tetapi tenaga lelaki itu lebih besar. Azelyn masih berusaha menghalangi Kevin agar tak bisa menciumnya dengan cara menggerakkan kepalanya ke sana kemari. "Apa kamu ingin semua orang tahu!" teriak Azelyn memberontak. Gadis itu dengan susah payah meraba ke dalam lokernya dengan tangan kirinya mengambil sebuah foto. "Apa kamu ingin ini tersebar?" ancam Azelyn sambil menunjukkan foto pernikahan mereka. Melihat foto itu membuat Kevin menghentikan perlakuannya. Rahang lelaki itu mengeras melihat foto itu. "Apa kamu mencoba mengancamku? Apa kamu pikir aku akan takut?" Azelyn mengangkat sudut bibirnya. Meski lelaki di hadapannya mencoba menyembunyikan ekspresi takutnya, tetapi dia tahu bahwa pria munafik di hadapannya ini pasti tak mau status sebagai duda tersebar karena itu bisa merusak citra 'lajang yang sukses' miliknya. "Kamu pikir karena tak ada buku nikah, aku tak bisa memberikan bukti bahwa kamu adalah pria yang sudah pernah menikah?" Kevin merampas foto pernikahan itu lalu merobeknya menjadi bagian-bagian kecil. "Kamu pikir itu bisa menghilangkan bukti? Tentu saja aku gak gegabah dan masih menyimpan banyak foto di penyimpanan lain." Azelyn tersenyum puas melihat ekspresi Kevin yang menahan emosi. "Menurutmu apa yang dipikirkan orang lain jika mereka tahu bahwa kamu sudah menikah? Bahkan menikah dengan wanita yang hanya lulusan SMA dan menjadi pekerja sebagai cleaning service... Ugh—" "Diam!" pekik Kevin sambil membenturkan tubuh Azelyn ke loker membuat gadis itu meringis kesakitan. "Kamu melakukan ini karena ingin bercinta denganku, kan? Apa kamu begitu mencintaiku sampai kamu berani mengancamku seperti ini?" Kevin mencoba membuka kancing baju Azelyn. Gadis itu kembali memberontak, tetapi dengan kasar dan sekuat tenaga Kevin menarik baju Azelyn hingga robek. Azelyn mencoba memberontak dengan sisa tenaganya. Kevin merasa kesal dengan gadis itu yang tak bisa diam. Lelaki itu mencekik leher Azelyn membuat gadis itu sulit bernapas. "Kamu tahu persis apa yang akan terjadi ketika kamu berani membuatku marah!"Kean keluar dari mobil setelah memarkirkan mobilnya. Pandangannya beralih ke dompet Azelyn yang tertinggal. Dia mengambil dompet itu lalu membawanya masuk ke perusahaan. Setelah menaiki lift, lelaki yang memiliki manik abu-abu itu berjalan menuju ruangan cleaning service. Dia mencoba membuka pintu, tetapi pintu itu terkunci dari dalam. Kean merasa heran dan mencoba mendengar suara samar dari dalam ruangan, dia merasa ada yang tak beres. Kean melangkah mundur lalu mendobrak pintu itu dengan keras. Setelah mencoba berkali-kali, pintu itu berhasil terbuka dan pandangannya langsung mengarah pada Azelyn yang sedang berada di balik punggung seorang lelaki. Tanpa pikir panjang dia berlari mendekat dan langsung memukul wajah lelaki itu membuatnya terhuyung mundur. Kean melihat baju Azelyn yang robek. Dirinya segera melepaskan jasnya dan memakaikannya pada Azelyn untuk menutupi tubuhnya. "Apa maksudnya ini?" Kean menatap lelaki itu dingin seakan mengintimidasi. Setelah memperhatikan
Laura keluar dari ruangan Kean dengan pakaian berantakan membuat seisi karyawan menatapnya kaget. Saat berada di depan pintu ruangan, dia sengaja merapikan rambutnya dan kembali mengancingkan kemejanya. Beberapa karyawan wanita mendekatinya dan menanyakan apa yang terjadi di dalam. Mereka penasaran karena Laura berada di ruangan Kean cukup lama dan sekarang gadis itu keluar dengan berantakan. Laura hanya tersenyum malu seakan membenarkan apa yang terlintas di pikiran para karyawan itu. "Kuharap kalian merahasiakan ini, karena Pak Kean akan marah jika mendengar kalau semua orang mengetahuinya," ucap Laura menggigit jarinya sambil berekspresi melas. "Apa yang terjadi? Apa Laura tidur dengan Pak Kean? Tapi bukannya Pak Kean punya calon istri? Kemarin kan...." Beberapa karyawan berbisik setelah mendengar ucapan Laura. Sebagian tak percaya karena mereka tahu bahwa atasannya tak pernah menyentuh wanita manapun. Namun, sebagian dari mereka juga tak bisa mengelak karena melihat gadis i
Kean duduk melamun di meja restoran tempat perjanjiannya dengan Allen. Dia sudah menghabiskan sebotol wine sendirian. Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, waktu perjanjiannya sudah berlalu. Dari kejauhan Allen datang dengan raut wajah bahagia. Lelaki itu duduk di depannya. "Maaf membuat Anda menunggu, Tuan Kean," ucap Allen meminta maaf sambil duduk di hadapannya. "Sepertinya Anda sedang bahagia, Tuan Allen," sindir Kean sambil memainkan gelasnya. "Ternyata terlihat sangat jelas, ya?" ungkap Allen menggaruk tengkuknya sambil tertawa kecil. Kean mengeratkan genggamannya pada gelas miliknya setelah mendengar perkataan Allen. Dia mengalihkan obrolan dengan memanggil pelayan untuk membawakan makanan mereka. Setelah itu beberapa pelayan datang membawa makanan, mereka langsung menyantap makanan itu sambil mendiskusikan tentang pekerjaan. "Urusan penting apa yang membuat Anda terlambat, Tuan Allen?" tanya Kean sambil meminum winenya. Meski perasaannya terasa terbakar, tetapi di
Azelyn mengerjapkan mata beberapa kali mencoba mencerna apa yang telah terjadi padanya. Dia melirik tubuhnya dibalik selimut, yang tak memakai sehelai benangpun. Azelyn mengalihkan pandangan ke arah Kean yang masih terlelap tidur di sampingnya. Posisi dirinya saat ini masih berada dalam pelukan hangat pria itu. Mereka berdua baru saja selesai bercinta, bahkan melakukannya beberapa kali. Meski sebenarnya itu hal yang wajar karena mereka sudah menikah, tetapi tetap saja pernikahan mereka berdasarkan kontrak bukan cinta. Azelyn merasa kecewa mendengar tuduhan yang pria itu lontarkan, bahkan juga melanggar kesepakatan kontrak mereka. Tiba-tiba ingatan saat Laura keluar dari ruangan Kean dengan pakaian berantakan terlintas di benaknya. Gadis itu mengingat kembali rumor yang tersebar di perusahaan dan membayangkan Laura dan Kean bermesraan di dalam ruangan seperti yang mereka lakukan tadi. Membayangkan itu membuat perasaan Azelyn semakin panas. Dia mendongak dan menatap tajam ke
Azelyn memberanikan diri sekali lagi untuk mengintip karena penasaran dengan pria itu. Azelyn berjalan dengan hati-hati. Dirinya mencoba mendekat agar bisa melihat wajah pria itu secara jelas. Jantung Azelyn berdegup dengan kencang menebak-nebak siapa lelaki itu. Tubuh yang kurus dan bahu kecil, sama persis seperti tubuh milik mantan suaminya. Apakah mungkin itu adalah Kevin? Azelyn menutup mulutnya melihat aktivitas mereka berdua yang masih bersemangat. Dirinya masih tak menyangka bahwa gadis yang berada di hadapannya saat ini adalah Laura yang dia kenal. Pria itu mengangkat kepalanya setelah mencapai puncak klimaks. Azelyn bisa secara jelas melihat wajah pria itu dan ternyata dia bukanlah Kevin. Ingatan Azelyn memindai ke belakang ketika Laura berselingkuh dengan suaminya, dan juga rumor gadis itu tidur dengan Kean. Sekarang Laura juga bermain dengan lelaki lain? Azelyn menahan napas merasa jijik melihat Laura yang masih berada di pelukan pria asing itu. Azelyn berjala
Setelah semua karyawan kembali ke tempat duduk masing-masing. Azelyn berniat pergi juga, tetapi langkahnya terhenti ketika tak sengaja melihat seorang karyawan wanita sedang fokus mendesain. Azelyn penasaran dan melihat desain milik karyawan wanita itu, dirinya merasa takjub. Setiap garis yang dibuat oleh wanita itu benar-benar mendetail. Meski hanya sebuah gambar, tetapi wanita itu benar-benar menaruh semua perasaannya dalam setiap goresan. Azelyn merasa kagum hingga terdiam memperhatikan, membuat wanita itu menghentikan pekerjaannya dan melirik ke arah Azelyn. "Maaf, aku mengganggumu, ya? Gambarmu benar-benar bagus, sampai membuatku terpaku," puji Azelyn dengan mata berbinar. "Sepertinya kamu lumayan tahu tentang desain, ya," ucap Wanita itu kembali fokus menggambar. Azelyn hanya tertawa kecil mendengarnya. Wanita itu terdiam sebentar. Dia mengambil sebuah buku usang dan memberikannya pada Azelyn. "Itu yang kugambar saat SMA, aku tak menyangka akan berguna untuk proyek d
Azelyn langsung menggeleng cepat menjawab pertanyaan atasannya itu. Pria itu berjalan masuk ke dalam lift masih menatap dingin padanya. "Semoga dia tak mendengar pembicaraanku di telepon tadi," batin Azelyn sambil menggenggam erat ponselnya setelah mematikan panggilan secara mendadak. Azelyn menggeser posisinya mencoba menjaga jarak pada Kean. Dia tak ingin berada dekat dengan pria yang secara sembarangan menyentuhnya. Apalagi Kean adalah pria yang menyebut dirinya murahan. Kean melirik tingkah laku Azelyn yang bersikap aneh dan menjaga jarak dengannya. "Ada apa denganmu?" tanya Kean melirik pada Azelyn yang bergeser sedikit demi sedikit menjauh darinya. Kean merasa terganggu dengan tingkah wanita itu. Dia langsung mempersempit jarak membuat Azelyn terpojok. Dirinya menempatkan tangannya di samping kepala Azelyn dan membungkuk. "Apa kamu mencoba menantangku?" kata Kean sambil menatap Azelyn tajam.Azelyn melebarkan matanya saat Kean secara perlahan mendekatkan wajahnya s
Beberapa hari berlalu, akhirnya hari pesta topeng tiba. Kean mengendarai mobil sportnya meninggalkan halaman apartemen. Beberapa menit kemudian Azelyn keluar dari apartemen dan berjalan menuju halte bus. Dia memiliki rencana bersama temannya hari ini. Kean berangkat bersama Lino menuju pesta. Dia menggunakan setelan jas berwarna navy beserta topeng hitam yang menutup wajah tampannya. Saat sampai di sana, beberapa karyawan dari perusahaannya sudah datang. Ada banyak tamu undangan dari perusahaan lain juga turut meramaikan pesta tersebut. Kean memarkirkan mobilnya lalu segera memasuki aula pesta bersama Lino. Baru saja melangkah masuk, mereka disambut dengan dekorasi yang sangat indah dan mewah. Bahkan langkah mereka dihiasi dengan karpet merah. Aula pesta itu benar-benar luas bahkan terdiri dari beberapa lantai. Padahal aula pesta ini adalah salah satu ruangan yang terletak di dalam perusahaan Marvino. Selain memiliki banyak ruangan, bahkan setiap ruangannya tersedia makanan d