Azelyn memberanikan diri sekali lagi untuk mengintip karena penasaran dengan pria itu. Azelyn berjalan dengan hati-hati. Dirinya mencoba mendekat agar bisa melihat wajah pria itu secara jelas. Jantung Azelyn berdegup dengan kencang menebak-nebak siapa lelaki itu. Tubuh yang kurus dan bahu kecil, sama persis seperti tubuh milik mantan suaminya. Apakah mungkin itu adalah Kevin? Azelyn menutup mulutnya melihat aktivitas mereka berdua yang masih bersemangat. Dirinya masih tak menyangka bahwa gadis yang berada di hadapannya saat ini adalah Laura yang dia kenal. Pria itu mengangkat kepalanya setelah mencapai puncak klimaks. Azelyn bisa secara jelas melihat wajah pria itu dan ternyata dia bukanlah Kevin. Ingatan Azelyn memindai ke belakang ketika Laura berselingkuh dengan suaminya, dan juga rumor gadis itu tidur dengan Kean. Sekarang Laura juga bermain dengan lelaki lain? Azelyn menahan napas merasa jijik melihat Laura yang masih berada di pelukan pria asing itu. Azelyn berjala
Setelah semua karyawan kembali ke tempat duduk masing-masing. Azelyn berniat pergi juga, tetapi langkahnya terhenti ketika tak sengaja melihat seorang karyawan wanita sedang fokus mendesain. Azelyn penasaran dan melihat desain milik karyawan wanita itu, dirinya merasa takjub. Setiap garis yang dibuat oleh wanita itu benar-benar mendetail. Meski hanya sebuah gambar, tetapi wanita itu benar-benar menaruh semua perasaannya dalam setiap goresan. Azelyn merasa kagum hingga terdiam memperhatikan, membuat wanita itu menghentikan pekerjaannya dan melirik ke arah Azelyn. "Maaf, aku mengganggumu, ya? Gambarmu benar-benar bagus, sampai membuatku terpaku," puji Azelyn dengan mata berbinar. "Sepertinya kamu lumayan tahu tentang desain, ya," ucap Wanita itu kembali fokus menggambar. Azelyn hanya tertawa kecil mendengarnya. Wanita itu terdiam sebentar. Dia mengambil sebuah buku usang dan memberikannya pada Azelyn. "Itu yang kugambar saat SMA, aku tak menyangka akan berguna untuk proyek d
Azelyn langsung menggeleng cepat menjawab pertanyaan atasannya itu. Pria itu berjalan masuk ke dalam lift masih menatap dingin padanya. "Semoga dia tak mendengar pembicaraanku di telepon tadi," batin Azelyn sambil menggenggam erat ponselnya setelah mematikan panggilan secara mendadak. Azelyn menggeser posisinya mencoba menjaga jarak pada Kean. Dia tak ingin berada dekat dengan pria yang secara sembarangan menyentuhnya. Apalagi Kean adalah pria yang menyebut dirinya murahan. Kean melirik tingkah laku Azelyn yang bersikap aneh dan menjaga jarak dengannya. "Ada apa denganmu?" tanya Kean melirik pada Azelyn yang bergeser sedikit demi sedikit menjauh darinya. Kean merasa terganggu dengan tingkah wanita itu. Dia langsung mempersempit jarak membuat Azelyn terpojok. Dirinya menempatkan tangannya di samping kepala Azelyn dan membungkuk. "Apa kamu mencoba menantangku?" kata Kean sambil menatap Azelyn tajam.Azelyn melebarkan matanya saat Kean secara perlahan mendekatkan wajahnya s
Beberapa hari berlalu, akhirnya hari pesta topeng tiba. Kean mengendarai mobil sportnya meninggalkan halaman apartemen. Beberapa menit kemudian Azelyn keluar dari apartemen dan berjalan menuju halte bus. Dia memiliki rencana bersama temannya hari ini. Kean berangkat bersama Lino menuju pesta. Dia menggunakan setelan jas berwarna navy beserta topeng hitam yang menutup wajah tampannya. Saat sampai di sana, beberapa karyawan dari perusahaannya sudah datang. Ada banyak tamu undangan dari perusahaan lain juga turut meramaikan pesta tersebut. Kean memarkirkan mobilnya lalu segera memasuki aula pesta bersama Lino. Baru saja melangkah masuk, mereka disambut dengan dekorasi yang sangat indah dan mewah. Bahkan langkah mereka dihiasi dengan karpet merah. Aula pesta itu benar-benar luas bahkan terdiri dari beberapa lantai. Padahal aula pesta ini adalah salah satu ruangan yang terletak di dalam perusahaan Marvino. Selain memiliki banyak ruangan, bahkan setiap ruangannya tersedia makanan d
Laura menatap tajam ke arah Nona Marvino. Dia merasa gadis itu sengaja menarik tangan kakaknya agar gagal menangkap dirinya. Allen berjalan melewati adiknya dan mencoba melihat keadaan Laura yang terduduk lemah di lantai. "Maaf, sepertinya aku menabrakmu terlalu keras, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Allen sambil menyodorkan tangannya untuk membantu gadis itu bangun. Laura berniat meraih tangan Allen, tetapi lagi-lagi Nona Marvino menarik tangan kakaknya agar tak tersentuh. "Bukankah aku memberikan tanganku lebih dulu, Nona? Harusnya Anda mempertimbangkan kebaikan hatiku." Nona Marvino tersenyum remeh sambil mengatakan kalimat itu. Laura memandang sinis lalu terpaksa memegang tangan Nona Marvino untuk membantunya bangkit. Gaun yang digunakan Laura sudah tercampur wine sehingga warna putihnya tercampur dengan warna merah. Semua orang memandanginya dari atas sampai bawah dan menatapnya kasihan. Laura merasa dipermalukan oleh sang bintang pesta ini di depan semua orang. "Kenapa
Nona Marvino menerima tawaran Kevin untuk berdansa. Gadis itu menyodorkan tangannya sehingga pria itu tersenyum kemudian mengecup pucuk tangan garis itu pelan. Kevin membawa wanita itu ke tengah pesta dan mulai menari bersama. Dia menyeringai melihat gadis di hadapannya ini ternyata sangat mudah untuk digoda. Allen dan Kean menonton penampilan itu dari lantai atas. Semua orang terfokus melihat betapa indahnya setiap gerakan yang dilakukan oleh sang bintang pesta. Kean hanya menonton sekilas lalu kembali duduk. "Bukankah adikku terlihat semakin cantik ketika berdansa? Akan sangat menyenangkan bahwa lelaki itu adalah kamu," ucap Allen sambil memperhatikan adiknya. "Sepertinya adikmu lebih tertarik pada salah satu karyawanku," ucap Kean sambil membersihkan bibirnya dengan tisu. "Saranku, lebih baik jangan pria itu," lanjutnya. "Kalau gitu bagaimana kalau denganmu?" tawar Allen lagi. Kean mengangkat tangannya mengisyaratkan penolakan. Allen hanya menghela napas pasrah atas pe
Kean menghampiri Lino yang sedang berbincang dengan beberapa orang. Kean memberi isyarat menyuruh pria itu untuk mengikutinya. Lino langsung mengerti dan undur diri dari obrolan. Lino mengikut langkah Kean yang mengajaknya untuk berpindah tempat duduk, mereka duduk di tempat paling ujung dan sepi. "Selidiki hubungan Kevin dan Azelyn, cari tahu latar belakangnya," kata Kean sambil mengambil segelas wine. "Baik, tapi kenapa tiba-tiba? Perasaan sebelumnya kamu gak peduli," balas Lino bingung dengan perintah yang dia dapatkan. "Jangan tanya dan kerjakan saja nanti sepulang dari pesta," jawab Kean sambil memainkan gelas winenya. Entah sudah berapa gelas yang dihabiskan oleh pria itu. Lino menerima perintah yang diberikan untuknya tanpa banyak bertanya lagi. Dia mengajak Kean untuk bertemu dengan beberapa pengusaha dari perusahaan lain. Ia mengatakan bahwa sejak tadi Reliza dari Perusahaan Qazlion mencarinya. Baru saja disebutkan, Reliza datang menghampiri meja Kean dan duduk di
Nona Marvino memperhatikan Kean yang terus meneguk minumannya berkali-kali. Gadis itu melirik ke arah Allen menyuruh kakaknya untuk menghentikan lelaki itu, tetapi kakaknya justru menolak dan mengatakan bahwa mereka memang harus menikmati pesta. Lino datang menghampiri meja mereka. Dia menghela napas saat melihat Kean yang sudah dalam keadaan mabuk. Lelaki itu duduk dan menyapa Allen beserta Nona Marvino. Melihat kedatangan Lino, terlintas di pikiran Nona Marvino untuk membicarakan tentang proyek kerja sama mereka. Karena Kean sudah diambang batas kesadaran, gadis itu memilih mengajak Lino untuk berdiskusi. Perusahaan Marvino ingin melebarkan sayapnya lebih luas. Mereka ingin membangun beberapa hotel lagi, mereka akan membangun hotel di dekat pantai, agar saat para tamu beristirahat, mereka bisa menikmati keindahan laut dari dalam kamar mereka masing-masing. Dan mereka mempercayakan desain bangunan yang bagus pada Perusahaan Adhlino. "Bagaimana dengan desainnya, Tuan Lino? Apa