Nona Marvino menerima tawaran Kevin untuk berdansa. Gadis itu menyodorkan tangannya sehingga pria itu tersenyum kemudian mengecup pucuk tangan garis itu pelan. Kevin membawa wanita itu ke tengah pesta dan mulai menari bersama. Dia menyeringai melihat gadis di hadapannya ini ternyata sangat mudah untuk digoda. Allen dan Kean menonton penampilan itu dari lantai atas. Semua orang terfokus melihat betapa indahnya setiap gerakan yang dilakukan oleh sang bintang pesta. Kean hanya menonton sekilas lalu kembali duduk. "Bukankah adikku terlihat semakin cantik ketika berdansa? Akan sangat menyenangkan bahwa lelaki itu adalah kamu," ucap Allen sambil memperhatikan adiknya. "Sepertinya adikmu lebih tertarik pada salah satu karyawanku," ucap Kean sambil membersihkan bibirnya dengan tisu. "Saranku, lebih baik jangan pria itu," lanjutnya. "Kalau gitu bagaimana kalau denganmu?" tawar Allen lagi. Kean mengangkat tangannya mengisyaratkan penolakan. Allen hanya menghela napas pasrah atas pe
Kean menghampiri Lino yang sedang berbincang dengan beberapa orang. Kean memberi isyarat menyuruh pria itu untuk mengikutinya. Lino langsung mengerti dan undur diri dari obrolan. Lino mengikut langkah Kean yang mengajaknya untuk berpindah tempat duduk, mereka duduk di tempat paling ujung dan sepi. "Selidiki hubungan Kevin dan Azelyn, cari tahu latar belakangnya," kata Kean sambil mengambil segelas wine. "Baik, tapi kenapa tiba-tiba? Perasaan sebelumnya kamu gak peduli," balas Lino bingung dengan perintah yang dia dapatkan. "Jangan tanya dan kerjakan saja nanti sepulang dari pesta," jawab Kean sambil memainkan gelas winenya. Entah sudah berapa gelas yang dihabiskan oleh pria itu. Lino menerima perintah yang diberikan untuknya tanpa banyak bertanya lagi. Dia mengajak Kean untuk bertemu dengan beberapa pengusaha dari perusahaan lain. Ia mengatakan bahwa sejak tadi Reliza dari Perusahaan Qazlion mencarinya. Baru saja disebutkan, Reliza datang menghampiri meja Kean dan duduk di
Nona Marvino memperhatikan Kean yang terus meneguk minumannya berkali-kali. Gadis itu melirik ke arah Allen menyuruh kakaknya untuk menghentikan lelaki itu, tetapi kakaknya justru menolak dan mengatakan bahwa mereka memang harus menikmati pesta. Lino datang menghampiri meja mereka. Dia menghela napas saat melihat Kean yang sudah dalam keadaan mabuk. Lelaki itu duduk dan menyapa Allen beserta Nona Marvino. Melihat kedatangan Lino, terlintas di pikiran Nona Marvino untuk membicarakan tentang proyek kerja sama mereka. Karena Kean sudah diambang batas kesadaran, gadis itu memilih mengajak Lino untuk berdiskusi. Perusahaan Marvino ingin melebarkan sayapnya lebih luas. Mereka ingin membangun beberapa hotel lagi, mereka akan membangun hotel di dekat pantai, agar saat para tamu beristirahat, mereka bisa menikmati keindahan laut dari dalam kamar mereka masing-masing. Dan mereka mempercayakan desain bangunan yang bagus pada Perusahaan Adhlino. "Bagaimana dengan desainnya, Tuan Lino? Apa
Pesta mulai sepi karena para tamu pulang bergantian. Lino memapah tubuh Kean memasukkannya ke dalam mobil. Dia menelepon supir sewaan untuk membawanya dan Kean pulang. Dirinya juga tak bisa menyetir karena sedikit mabuk. Setelah supir panggilan datang, mereka langsung pulang. Kean melangkah memasuki apartementnya. Semua lampu belum menyala menandakan bahwa Azelyn juga belum pulang. Lelaki itu melangkah dengan sempoyongan menuju dapur dan mengambil sebotol air putih. Dia langsung meneguknya hingga tersisa setengah. Kean berjalan menuju kamar dan membaringkan tubuhnya di ranjang. Dia memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Pria itu sangat ingin memejamkan matanya, tetapi lagi-lagi dia tak bisa tidur dengan tenang. Kean meraih ponselnya mencoba menghubungi Azelyn, tetapi gadis itu sama sekali tak menjawab panggilannya. Dia mencoba berulang kali dan tetap tak ada jawaban. Kean bangkit lalu kembali berjalan menuju dapur. Dia berniat membuat makanan untuk menghilangkan sedikit ras
Nona Marvino berjalan memasuki kantor bersama dengan Allen. Semua karyawan langsung membungkuk hormat menyambut kedatangan mereka. Saat mereka berdua sudah jauh, beberapa karyawan berbisik karena melihat Nona Marvino yang menggunakan topeng. Allen mengajak adiknya ke ruangannya. Lelaki itu memanggil asistennya untuk mengajak Nona Marvino berkeliling. Gadis itu langsung menurut dan mengekori asisten kakaknya. Sebelum mengajak Nona Marvino berkeliling, gadis yang menjadi asisten Allen itu memperkenalkan diri terlebih dahulu. Dia adalah Wulan yang sudah bekerja sebagai asisten Allen selama 2 tahun. Nona Marvino juga ikut memperkenalkan dirinya secara resmi. Wulan mengajak Nona Marvino mengelilingi perusahaan dan menjelaskannya satu per satu. Setiap ruangan yang di singgahi, para karyawan membungkuk hormat, tetapi saat Nona Marvino pergi dari ruangan itu mereka langsung bergosip. Banyak yang menggosipkan tentang Nona Marvino yang menggunakan topeng. Ada yang bergosip menduga-duga
Semua orang yang berada di dalam ruangan terkejut mendengar ucapan Nona Marvino. Elena langsung mengambil desain miliknya dan Laura. Dia melihat desain mereka memang benar-benar sangat mirip. Elena merasa syok karena desain ini adalah desain yang dia buat saat sekolah, hanya dia sendiri yang mengetahui ini. Dia menggunakan desain ini karena sangat cocok dengan proyek Perusahaan Marvino sehingga merevisinya kembali. Elena melirik ke arah Laura yang duduk diam tak merespon. Bram merebut desain itu pada Elena dan melihatnya. "Elena, apa kamu mengambil desain milik Laura?" tanya Bram menatap tajam pada gadis itu. "Tidak! Saya membuat desain ini saat sekolah lalu menggunakannya sekarang," jelas Elena membela diri. Laura tiba-tiba menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Beberapa detik kemudian dia mendongakkan kepala melihat Elena sambil menangis. "Tapi aku juga membuat desain ini setelah mendengar kriteria dari Perusahaan Marvino. Aku bahkan menanyakan pada Bram dan meminta sarann
Kean mendapatkan informasi dari asistennya tentang masalah yang terjadi di Perusahaan Marvino. Dirinya tak menyangka bahwa akan ada kejadian seperti itu. Lelaki itu menyuruh Lino untuk menghubungi pihak Perusahaan Marvino agar meluangkan waktu untuk bertemu. Kean melanjutkan memeriksa berkas yang menumpuk di mejanya. Sesekali dia melirik ke arah ponselnya, sampai sekarang Azelyn belum menghubunginya lagi. Sudah waktu jam makan siang, tetapi gadis itu belum juga kembali. Kean tak bisa fokus pada pekerjaannya karena memikirkan Azelyn. Dia khawatir dengan keadaan gadis itu. Lelaki itu memutar-mutar kursinya mencoba menjernihkan pikiran. Lino masuk ke dalam ruangan dan mengatakan bahwa karyawan mereka sudah kembali. Kean menyuruh semuanya menghadap ke arahnya untuk melaporkan apa yang terjadi. 10 karyawan itu memasuki ruangan, mereka semua menunduk menyesali kesalahan. Bram meminta maaf karena tidak memeriksa dengan teliti berkasnya terlebih dahulu sebelum menyerahkan pada Perusah
Informasi yang tak kalah penting Kean dapatkan adalah bahwa alasan Azelyn diceraikan karena ada hubungan gelap antara Kevin dan Laura. Kini Kean mengerti arah percakapan Kevin dan Laura di pesta malam itu. Kean memilih merebahkan tubuhnya di sofa untuk menenangkan pikirannya. Terlalu banyak hal yang harus dia pikirkan hari ini. Tiba-tiba pesan dari Lino masuk, lelaki itu mengirimkan video hasil pemeriksaan CCTV-nya. Kean langsung menonton rekaman itu. Lelaki itu memanggil Laura dan Elena untuk datang ke ruangannya. Kean memainkan jari-jarinya sambil memandangi Elena dan Laura secara bergantian. Tak ada yang berbicara satu pun. Ruangan terasa sangat hening, hanya ada suara dari jari-jari Kean yang bersentuhan dengan meja. "Apa kalian tahu maksud dari memanggil kalian ke sini?" tanya Kean menatap dingin pada mereka berdua. Laura dan Elena hanya menunduk takut untuk berbicara. "Siapa di antara kalian yang mencuri desain milik rekan sendiri? Apa tak ada yang ingin mengaku?" tanya K