Pesta mulai sepi karena para tamu pulang bergantian. Lino memapah tubuh Kean memasukkannya ke dalam mobil. Dia menelepon supir sewaan untuk membawanya dan Kean pulang. Dirinya juga tak bisa menyetir karena sedikit mabuk. Setelah supir panggilan datang, mereka langsung pulang. Kean melangkah memasuki apartementnya. Semua lampu belum menyala menandakan bahwa Azelyn juga belum pulang. Lelaki itu melangkah dengan sempoyongan menuju dapur dan mengambil sebotol air putih. Dia langsung meneguknya hingga tersisa setengah. Kean berjalan menuju kamar dan membaringkan tubuhnya di ranjang. Dia memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Pria itu sangat ingin memejamkan matanya, tetapi lagi-lagi dia tak bisa tidur dengan tenang. Kean meraih ponselnya mencoba menghubungi Azelyn, tetapi gadis itu sama sekali tak menjawab panggilannya. Dia mencoba berulang kali dan tetap tak ada jawaban. Kean bangkit lalu kembali berjalan menuju dapur. Dia berniat membuat makanan untuk menghilangkan sedikit ras
Nona Marvino berjalan memasuki kantor bersama dengan Allen. Semua karyawan langsung membungkuk hormat menyambut kedatangan mereka. Saat mereka berdua sudah jauh, beberapa karyawan berbisik karena melihat Nona Marvino yang menggunakan topeng. Allen mengajak adiknya ke ruangannya. Lelaki itu memanggil asistennya untuk mengajak Nona Marvino berkeliling. Gadis itu langsung menurut dan mengekori asisten kakaknya. Sebelum mengajak Nona Marvino berkeliling, gadis yang menjadi asisten Allen itu memperkenalkan diri terlebih dahulu. Dia adalah Wulan yang sudah bekerja sebagai asisten Allen selama 2 tahun. Nona Marvino juga ikut memperkenalkan dirinya secara resmi. Wulan mengajak Nona Marvino mengelilingi perusahaan dan menjelaskannya satu per satu. Setiap ruangan yang di singgahi, para karyawan membungkuk hormat, tetapi saat Nona Marvino pergi dari ruangan itu mereka langsung bergosip. Banyak yang menggosipkan tentang Nona Marvino yang menggunakan topeng. Ada yang bergosip menduga-duga
Semua orang yang berada di dalam ruangan terkejut mendengar ucapan Nona Marvino. Elena langsung mengambil desain miliknya dan Laura. Dia melihat desain mereka memang benar-benar sangat mirip. Elena merasa syok karena desain ini adalah desain yang dia buat saat sekolah, hanya dia sendiri yang mengetahui ini. Dia menggunakan desain ini karena sangat cocok dengan proyek Perusahaan Marvino sehingga merevisinya kembali. Elena melirik ke arah Laura yang duduk diam tak merespon. Bram merebut desain itu pada Elena dan melihatnya. "Elena, apa kamu mengambil desain milik Laura?" tanya Bram menatap tajam pada gadis itu. "Tidak! Saya membuat desain ini saat sekolah lalu menggunakannya sekarang," jelas Elena membela diri. Laura tiba-tiba menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Beberapa detik kemudian dia mendongakkan kepala melihat Elena sambil menangis. "Tapi aku juga membuat desain ini setelah mendengar kriteria dari Perusahaan Marvino. Aku bahkan menanyakan pada Bram dan meminta sarann
Kean mendapatkan informasi dari asistennya tentang masalah yang terjadi di Perusahaan Marvino. Dirinya tak menyangka bahwa akan ada kejadian seperti itu. Lelaki itu menyuruh Lino untuk menghubungi pihak Perusahaan Marvino agar meluangkan waktu untuk bertemu. Kean melanjutkan memeriksa berkas yang menumpuk di mejanya. Sesekali dia melirik ke arah ponselnya, sampai sekarang Azelyn belum menghubunginya lagi. Sudah waktu jam makan siang, tetapi gadis itu belum juga kembali. Kean tak bisa fokus pada pekerjaannya karena memikirkan Azelyn. Dia khawatir dengan keadaan gadis itu. Lelaki itu memutar-mutar kursinya mencoba menjernihkan pikiran. Lino masuk ke dalam ruangan dan mengatakan bahwa karyawan mereka sudah kembali. Kean menyuruh semuanya menghadap ke arahnya untuk melaporkan apa yang terjadi. 10 karyawan itu memasuki ruangan, mereka semua menunduk menyesali kesalahan. Bram meminta maaf karena tidak memeriksa dengan teliti berkasnya terlebih dahulu sebelum menyerahkan pada Perusah
Informasi yang tak kalah penting Kean dapatkan adalah bahwa alasan Azelyn diceraikan karena ada hubungan gelap antara Kevin dan Laura. Kini Kean mengerti arah percakapan Kevin dan Laura di pesta malam itu. Kean memilih merebahkan tubuhnya di sofa untuk menenangkan pikirannya. Terlalu banyak hal yang harus dia pikirkan hari ini. Tiba-tiba pesan dari Lino masuk, lelaki itu mengirimkan video hasil pemeriksaan CCTV-nya. Kean langsung menonton rekaman itu. Lelaki itu memanggil Laura dan Elena untuk datang ke ruangannya. Kean memainkan jari-jarinya sambil memandangi Elena dan Laura secara bergantian. Tak ada yang berbicara satu pun. Ruangan terasa sangat hening, hanya ada suara dari jari-jari Kean yang bersentuhan dengan meja. "Apa kalian tahu maksud dari memanggil kalian ke sini?" tanya Kean menatap dingin pada mereka berdua. Laura dan Elena hanya menunduk takut untuk berbicara. "Siapa di antara kalian yang mencuri desain milik rekan sendiri? Apa tak ada yang ingin mengaku?" tanya K
Elena melepaskan pelukan Laura di kakinya lalu menuntunnya untuk berdiri. "Baiklah, aku tak akan membuat Pak Kean memecatmu, aku hanya akan meminta pada Pak Kean untuk memberikanmu diskors," ucap Elena sambil menatap kasihan pada Laura. Mendengar itu Laura langsung memeluk Elena erat dan berterima kasih berkali-kali. Di balik pelukannya, gadis itu tersenyum licik karena berhasil mengambil simpati dari Elena. Meski Laura mengambil desainnya, tetapi Elena berhasil mendapatkan proyek itu bahkan juga berhasil menjadi pemimpin dari proyek tersebut. Elena merasa bersyukur karena Perusahaan Marvino memberikan penilaian secara netral dan adil. Gadis itu ingin berterima kasih pada Nona Marvino di lain kesempatan. Sesuai perkataan Elena, Kean hanya memberikan diskors pada Laura dan juga mengeluarkan gadis itu dari proyek yang sedang dia kerjaan. Walau berhasil mengambil simpati dari Elena, tetapi Laura tak bisa membuat Kean berpihak padanya. Laura terpaksa harus merelakan semua proyekny
"Apa? Apa maksudmu merubah kontrak?" tanya Azelyn semakin bingung. Kean masih terdiam tak berbicara lagi membuat gadis itu kesal. Azelyn menatap wajah Kean mencoba menyuruh lelaki itu kembali berbicara. Kean menopang dagunya melihat wajah kesal gadis itu. "Aku ingin mengubah kontrak dan menghilangkan syarat yang kamu ajukan dulu," ucap Kean yang langsung membuat Azelyn melotot tak percaya. "Bagaimana bisa syaratnya dihilangkan! Padahal kamu sudah setuju dengan itu!" protes Azelyn tak setuju dengan keinginan Kean. "Memang, tapi syarat itu membuatmu bersikap seenaknya. Bukankah aku bilang kamu harus hadir saat itu juga saat kupanggil? Tapi kamu mematikan ponselmu dan menghilang seharian. Apa kamu pikir aku akan melepaskanmu begitu saja?" tegas Kean menatap dingin pada Azelyn. Lelaki itu mendekatkan tubuhnya pada Azelyn dan mengangkat dagu gadis itu dengan jari telunjuknya. "Hukumanmu adalah kamu harus berada di bawah kendaliku. Aku akan tetap membantumu membalas dendam, tetapi se
Lino berjalan menuju ruangan Kean sambil membaca berkas yang akan dia berikan pada lelaki itu. Dia mengetuk pintu ruangan, tak ada suara Kean yang menyuruhnya masuk. Pria itu tak terlalu memikirkannya dan memegang gagang pintu untuk segera masuk. "Pak Lino!" panggil seseorang membuat Lino mengurungkan niatnya membuka pintu. Orang yang memanggil Lino adalah satpam penjaga pintu utama perusahaan. Penjaga itu mengatakan bahwa seseorang mencarinya dan menyuruhnya keluar Lino bingung siapa yang mencarinya tanpa menghubunginya lebih dulu. Karena penasaran, Lino menunda untuk memberitahu Kean tentang kesepakatan bersama Perusahaan Marvino dan pergi menemui orang yang mencarinya. Penjaga itu membawa Lino ke sebuah mobil yang terparkir di depan perusahaan. Lino berjalan menghampiri mobil itu dan mengintip dari kaca mobil mencoba melihat siapa yang berada di dalam mobil tersebut. Seorang wanita dengan kacamata hitamnya duduk dengan anggun di kursi penumpang. Wanita itu membuka kacama
Laura berjalan menuju ruangan karyawan dengan perasaan gembira. Dia merasa bahwa mendekati Allen adalah pilihan yang tepat. Dirinya merasa pria itu lebih mudah daripada Kean.Laura mulai menyapu dan memunguti sampah-sampah kertas yang berserakan di lantai. Dia merasa enggan memungut itu, seharusnya posisinya sebagai karyawan yang memiliki meja kerja, bukan yang membersihkan seperti ini.Laura terpaksa melakukan tugas itu karena hal yang dia pikirkan adalah bertahan di perusahaan ini sampai dirinya berhasil mendapatkan Allen."Ambilin aku minum dong," ucap salah satu karyawan wanita pada Laura sambil masih fokus mengetik pada komputernya.Laura menoleh ke sana kemari mencoba mencari tahu kepada siapa wanita itu berbicara. Melihat tak ada orang di sekitarnya, dia lebih memilih untuk melanjutkan membersihkan lantai.Wanita itu merasa kesal ketika Laura mengabaikan perintahnya begitu saja. Dia kemudian menggebrak meja dengan keras membuat sekeliling menatapnya, begitu juga dengan Laura."
Kean mengerjapkan matanya beberapa kali ketika sinar matahari masuk dari sela-sela jendelanya. Dia mencoba mengambil ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, sepertinya dia bangun kesiangan karena kelelahan sejak kemarin.Kean segera bangkit kemudian berjalan keluar kamar dan melewati kamar Azelyn, dia mencoba mencari tahu apa yang dilakukan gadis itu, tetapi ketika membuka pintu, sosok gadis itu tak terlihat.Kean berjalan masuk ke kamar Azelyn kemudian melihat secarik kertas yang berada di meja tersebut. Dia mengambil kertas itu kemudian membaca setiap kalimatnya.Azelyn menulis di kertas tersebut bahwa hari ini dia izin untuk pergi karena ada masalah yang terjadi pada temannya. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tak tahu apa akan pulang atau tidak.Kean meremas kertas tersebut, bisa-bisanya Azelyn lagi-lagi pergi tanpa sepengetahuannya. Dia mencoba melihat ponselnya dan membuka aplikasi pelacak, kali ini aplikasinya tak berfungsi lagi karena gadis itu mematikan po
Keesokan harinya Allen langsung menyuruh Laura untuk datang ke perusahaan Marvino. Laura menggunakan kemeja putih dengan rok sepaha untuk pergi ke perusahaan Marvino, pakaiannya benar-benar mencerminkan seorang karyawan wanita di perusahaan. Dia tak tahu posisi apa yang akan diberikan Allen padanya, tetapi dia tak terlalu memikirkannya karena tujuan sebenarnya adalah untuk mendekati pria itu. Laura memesan taksi untuk pergi ke perusahaan tersebut. Ketika taksinya sudah datang, dia lansung meluncur tanpa menunda waktu lagi. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke perusahaan tersebut. Jarak perusahaan Marvino lebih jauh dibanding perusahaan Adhlino, tetapi Laura meyakinkan semangatnya karena dia sudah terlalu lelah untuk mencari pekerjaan dan tak akan membuang kesempatan emas ini. Laura berjalan memasuki perusahaan, tiba-tiba seisi perusahaan meliriknya kemudian berbisik-bisik membuatnya merasa risih. Sepertinya berita tentang dirinya yang dipecat di perusahaan Adhlino secara tak t
Laura berdiri diam di tengah jembatan. Di belakangnya beberapa motor dan mobil berlalu lalang tanpa memedulikan dirinya yang sedang berdiri sendirian. Dia menatap kosong ke arah air sungai yang mengalir dengan deras. Gadis bermanik coklat itu sudah mengirimkan lamaran pekerjaannya ke berbagai tempat setelah dia dipecat dari Perusahaan Adhlino, tetapi satu pun tak ada yang menghubunginya untuk interview. Laura mengacak-acak rambutnya kesal. Dia meremas dokumen lamaran pekerjaannya dengan perasaan penuh emosi. "Azelyn! Ini semua gara-gara kamu! Berani-beraninya kamu menghancurkan karirku! Aku tak akan tinggal diam, aku pasti akan membalasmu!" teriak Laura emosi. Suara teriakannya tenggelam karena suara mobil dan motor yang mengebut. Laura melampiaskan emosinya dengan mengacak-acak rambutnya frustasi. Tanpa sengaja dokumennya terlepas dari genggaman dan terjun jatuh ke bawah sungai. Laura secara spontan menaikkan kaki kanan ke penghalang jembatan mencoba untuk menangkap dokumen
Lino tak menduga bahwa Reliza akan mengatakan itu. Dia melirik ke arah Kean yang masih terdiam sembari menyisir rambutnya ke belakang. "Sepertinya Anda sangat mengenal saya, Nona Reliza," ucap Kean dingin. Dia menatap tajam pada gadis itu kemudian melanjutkan kalimatnya, "Karena Anda terlihat sangat mengenal saya, Anda pasti tahu bagaimana sikap saya pada wanita selama ini, kan?" tanyanya. Reliza terdiam, tentu saja dia sangat mengetahui itu. Karena dia adalah salah satu wanita yang mengejar Kean, tetapi pria itu tak pernah meliriknya sedikit pun. "Saya akan langsung mengatakan tidak suka dan sangat membenci wanita yang selalu ingin menempel pada saya. Jadi, apa Anda masih menganggap saya berbohong dan meragukan pernikahan saya sebagai pernikahan palsu yang diatur?" kata Kean yang langsung membuat Reliza terdiam. Reliza menggenggam erat ujung gaunnya mendengar penuturan Kean. Tentu saja wanita yang selalu menempel pada pria itu yang dimaksud adalah dirinya. Kean melirik ding
Allen melirik pada Azelyn sembari mencoba menahan tawanya. Dia merasa tak percaya dengan situasi yang dia hadapi sekarang. Rumor yang diketahui Allen selama ini adalah Kean memiliki sifat yang dingin. Sebelumnya juga banyak yang mengatakan bahwa Kean adalah pria yang tak berperasaan. Namun, apa ini? Kean justru terlihat sangat posesif pada Azelyn. "Maafkan saya atas sikap saya selama ini, Tuan Kean," kata Allen sambil sedikit membungkuk sebagai tanda permintaan maafnya. "Karena saya sudah berpisah cukup lama dengan Azelyn, saya masih ingin bertemu dan mengobrol dengannya lebih lama lagi, tapi sepertinya saya sudah melewati batas," lanjutnya sembari melirik wanita bermanik biru itu. Kean mengeratkan rangkulannya ketika mendengar perkataan Allen. Perasaannya terasa berdenyut sakit mendengar kalimat itu. Apa itu memiliki arti bahwa pria itu masih menyimpan perasaan pada istrinya? "Saya harap ini tidak terjadi lagi, saya merasa tak nyaman jika istri saya bertemu dengan pria lain t
Kean berniat untuk menghampiri mereka, tetapi tiba-tiba dia menghentikan langkahnya lalu segera berbalik membelakangi mereka berdua yang belum menyadari kehadirannya. "Kenapa aku marah?" gumam Kean merasa heran dengan sikapnya sendiri, lalu mengurungkan niat untuk menghampiri Azelyn lalu segera keluar dari restauran tersebut. Meski mengatakan itu, Kean tetap menunggu Azelyn dan Allen yang masih mengobrol di dalam restauran. Dia duduk di dalam mobil sambil memperhatikan pintu restauran menunggu mereka untuk keluar. Tepat saat itu Azelyn dan Allen keluar dari restauran lalu kembali menjalankan mobil mereka menuju ke tempat selanjutnya. Kean mengikuti ke mana tujuan mereka berdua selanjutnya dari belakang. Allen mengendarai mobil kemudian tak sengaja melihat kaca spion mobilnya, dan menyadari mobil yang berada di belakangnya sedang mengikuti mereka. Allen mencoba berbelok ke arah lain dan mobil itu tetap mengikuti arah yang dia tuju. "Mau ke mana? Apartemenku bukan ke arah si
Azelyn berjalan keluar perusahaan sambil melamun, dirinya mengenal Kevin lebih dari 8 tahun, dan pria itu adalah cinta dan pacar pertama Azelyn. Dulu Azelyn sangat tak bisa melihat Kevin bersedih, karena menginginkan pria itu selalu bahagia di setiap harinya dan mencoba mencari segala cara untuk menghiburnya. Namun, ketika berpapasan dengan Kevin tadi dan melihat raut wajah Kevin yang hendak menangis, Azelyn tak merasakan perasaan apa pun lagi. Dia merasa tak peduli dengan apa yang akan terjadi pada pria itu selanjutnya. Sepertinya perasaannya pada Kevin memang sudah tak tersisa lagi. Azelyn memilih untuk tak terlalu memikirkan itu lagi, mencoba melihat sekeliling perusahaan mencari mobil Kean, tetapi tak terlihat tanda-tanda mobil itu di sekitar situ. Dia berpikir mungkin pria itu sudah pulang lebih dulu untuk beristirahat. Ketika Azelyn hendak pergi menuju halte bus, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti tepat di hadapannya. Kaca mobil itu mulai turun dan terlihat Allen berad
"Apa jangan-jangan kamu cemburu?" "Apa?" Mata Azelyn membelalak, apa bertanya mengenai urusan Kean dengan Nona Marvino termasuk ke dalam kategori cemburu? Azelyn mendorong tubuh Kean agar sedikit menjauh kemudian bangkit dari kursi kerja pria itu. "Tentu saja tidak, aku hanya penasaran dengan pertemuan sesama pengusaha besar," ucap Azelyn beralasan.Jawaban Azelyn justru semakin membuat Kean mengangkat sebelah alisnya bingung. "Aku sudah menawarimu untuk ikut, kalau kamu penasaran, seharusnya kamu menerima tawaran untuk pergi bersamaku." Azelyn langsung menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. "Tidak, aku memang penasaran, tapi aku tahu batasanku," kata Azelyn sembari tersenyum simpul. "Karena semua berkas sudah selesai diperiksa, aku izin pergi," lanjutnya sambil sedikit membungkuk memberi hormat lalu melangkah meninggalkan ruangan. Kean memandangi punggung Azelyn yang berjalan menuju pintu ruangan, kemudian merapikan berkas-berkas tersebut kemudian menghubungi Lino agar datang me