Lino tak menduga bahwa Reliza akan mengatakan itu. Dia melirik ke arah Kean yang masih terdiam sembari menyisir rambutnya ke belakang. "Sepertinya Anda sangat mengenal saya, Nona Reliza," ucap Kean dingin. Dia menatap tajam pada gadis itu kemudian melanjutkan kalimatnya, "Karena Anda terlihat sangat mengenal saya, Anda pasti tahu bagaimana sikap saya pada wanita selama ini, kan?" tanyanya. Reliza terdiam, tentu saja dia sangat mengetahui itu. Karena dia adalah salah satu wanita yang mengejar Kean, tetapi pria itu tak pernah meliriknya sedikit pun. "Saya akan langsung mengatakan tidak suka dan sangat membenci wanita yang selalu ingin menempel pada saya. Jadi, apa Anda masih menganggap saya berbohong dan meragukan pernikahan saya sebagai pernikahan palsu yang diatur?" kata Kean yang langsung membuat Reliza terdiam. Reliza menggenggam erat ujung gaunnya mendengar penuturan Kean. Tentu saja wanita yang selalu menempel pada pria itu yang dimaksud adalah dirinya. Kean melirik ding
Laura berdiri diam di tengah jembatan. Di belakangnya beberapa motor dan mobil berlalu lalang tanpa memedulikan dirinya yang sedang berdiri sendirian. Dia menatap kosong ke arah air sungai yang mengalir dengan deras. Gadis bermanik coklat itu sudah mengirimkan lamaran pekerjaannya ke berbagai tempat setelah dia dipecat dari Perusahaan Adhlino, tetapi satu pun tak ada yang menghubunginya untuk interview. Laura mengacak-acak rambutnya kesal. Dia meremas dokumen lamaran pekerjaannya dengan perasaan penuh emosi. "Azelyn! Ini semua gara-gara kamu! Berani-beraninya kamu menghancurkan karirku! Aku tak akan tinggal diam, aku pasti akan membalasmu!" teriak Laura emosi. Suara teriakannya tenggelam karena suara mobil dan motor yang mengebut. Laura melampiaskan emosinya dengan mengacak-acak rambutnya frustasi. Tanpa sengaja dokumennya terlepas dari genggaman dan terjun jatuh ke bawah sungai. Laura secara spontan menaikkan kaki kanan ke penghalang jembatan mencoba untuk menangkap dokumen
Keesokan harinya Allen langsung menyuruh Laura untuk datang ke perusahaan Marvino. Laura menggunakan kemeja putih dengan rok sepaha untuk pergi ke perusahaan Marvino, pakaiannya benar-benar mencerminkan seorang karyawan wanita di perusahaan. Dia tak tahu posisi apa yang akan diberikan Allen padanya, tetapi dia tak terlalu memikirkannya karena tujuan sebenarnya adalah untuk mendekati pria itu. Laura memesan taksi untuk pergi ke perusahaan tersebut. Ketika taksinya sudah datang, dia lansung meluncur tanpa menunda waktu lagi. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke perusahaan tersebut. Jarak perusahaan Marvino lebih jauh dibanding perusahaan Adhlino, tetapi Laura meyakinkan semangatnya karena dia sudah terlalu lelah untuk mencari pekerjaan dan tak akan membuang kesempatan emas ini. Laura berjalan memasuki perusahaan, tiba-tiba seisi perusahaan meliriknya kemudian berbisik-bisik membuatnya merasa risih. Sepertinya berita tentang dirinya yang dipecat di perusahaan Adhlino secara tak t
Kean mengerjapkan matanya beberapa kali ketika sinar matahari masuk dari sela-sela jendelanya. Dia mencoba mengambil ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, sepertinya dia bangun kesiangan karena kelelahan sejak kemarin.Kean segera bangkit kemudian berjalan keluar kamar dan melewati kamar Azelyn, dia mencoba mencari tahu apa yang dilakukan gadis itu, tetapi ketika membuka pintu, sosok gadis itu tak terlihat.Kean berjalan masuk ke kamar Azelyn kemudian melihat secarik kertas yang berada di meja tersebut. Dia mengambil kertas itu kemudian membaca setiap kalimatnya.Azelyn menulis di kertas tersebut bahwa hari ini dia izin untuk pergi karena ada masalah yang terjadi pada temannya. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tak tahu apa akan pulang atau tidak.Kean meremas kertas tersebut, bisa-bisanya Azelyn lagi-lagi pergi tanpa sepengetahuannya. Dia mencoba melihat ponselnya dan membuka aplikasi pelacak, kali ini aplikasinya tak berfungsi lagi karena gadis itu mematikan po
Laura berjalan menuju ruangan karyawan dengan perasaan gembira. Dia merasa bahwa mendekati Allen adalah pilihan yang tepat. Dirinya merasa pria itu lebih mudah daripada Kean.Laura mulai menyapu dan memunguti sampah-sampah kertas yang berserakan di lantai. Dia merasa enggan memungut itu, seharusnya posisinya sebagai karyawan yang memiliki meja kerja, bukan yang membersihkan seperti ini.Laura terpaksa melakukan tugas itu karena hal yang dia pikirkan adalah bertahan di perusahaan ini sampai dirinya berhasil mendapatkan Allen."Ambilin aku minum dong," ucap salah satu karyawan wanita pada Laura sambil masih fokus mengetik pada komputernya.Laura menoleh ke sana kemari mencoba mencari tahu kepada siapa wanita itu berbicara. Melihat tak ada orang di sekitarnya, dia lebih memilih untuk melanjutkan membersihkan lantai.Wanita itu merasa kesal ketika Laura mengabaikan perintahnya begitu saja. Dia kemudian menggebrak meja dengan keras membuat sekeliling menatapnya, begitu juga dengan Laura."
"Aaaah..."Di tengah kesadarannya, Azelyn mendesah saat merasakan sentuhan hangat sang suami merambat perlahan di kulitnya.Ketika merasakan pria itu melucuti pakaiannya satu per satu, Azelyn tak elak kembali berbisik, "Eunggg, Kevin …." Dia menggigit bibir bawah dengan mata terpejam, merasakan sentuhan suaminya semakin berani menyusuri tiap inci tubuhnya. "Kevin, kamu—"Tiba-tiba, kalimat Azelyn terpotong akibat ciuman panas yang membungkam bibirnya. Kening Azelyn berkerut; ada yang aneh. Bukan hanya cara Kevin bereaksi ketika namanya disebut, tapi juga sensasi tak biasa ketika tangannya menyentuh lengan pria itu. Azelyn tercekat—lengan itu terasa lebih keras, lebih berotot, seolah bukan milik Kevin.Seketika perasaan waspada menyelinap, tapi di saat yang sama, pria di atasnya itu menyatukan tubuh mereka, membuat Azelyn tersentak dan terbuai ke dalam malam panas yang bergelora.Paginya, Azelyn terbangun dengan tubuh yang terasa remuk dan perut yang seperti diaduk-aduk. Dia memijit
Suara mesin EKG bisa terdengar menghiasi ruangan serba putih tempat Azelyn terbaring. Wanita berwajah pucat itu sedang menatap kosong udara, kentara tidak memiliki semangat hidup lagi usai menerima hasil diagnosa dari dokter bahwa dirinya dinyatakan keguguran.Dua tahun … dua tahun dia menikah dan berusaha begitu lama untuk menjalani program kehamilan demi mendapatkan keturunan. Dan setelah sekian lama mimpi dan doa itu terkabul, akhirnya … malah seperti ini … mati dan hilang tak tersisa!‘Anakku … anakku yang malang …’ batin Azelyn selagi memeluk perutnya yang rata."Untuk apa menangis? Harusnya kamu bersyukur anak itu mati.”Kalimat itu membuat mata Azelyn langsung terbuka, hati Azelyn semakin pedih. “Teganya kamu mengatakan itu, Kevin!? Anak itu adalah darah dagingmu!”Di perjalanan menuju rumah sakit tadi, Laura memberitahu Kevin bahwa Azelyn telah berhubungan dengan pria selingkuhannya itu beberapa bulan ini. Sehingga Kevin merasa ini masuk akal. Mengapa Azelyn tiba-tiba hamil, p
PLAK!Azelyn terkejut mendengar ucapan lelaki itu sehingga tanpa sadar tangannya bergerak dan menampar pipi lelaki itu.Wanita bermata biru itu segera melepaskan diri dari pelukan lelaki tersebut lalu menutup mulutnya dengan kedua tangan karena kaget."M-maaf atas perilaku saya, Tuan, tapi perkataan Anda terdengar begitu tidak sopan," ucap Azelyn terlihat khawatir melihat rona merah di pipi lelaki itu.Lelaki itu semakin menatap tajam pada Azelyn lalu membuang napasnya kasar."Kamu wanita yang dibayar temanku, kan? Berapa dia membayarmu? Aku akan membayar dua kali lipat, jadi malam ini tidurlah lagi denganku," jelas lelaki itu sekali lagi."Membayarku?" Melihat sikap lelaki ini dan perkataan yang seakan menggambarkan dirinya sebagai seorang wanita bayaran membuat Azelyn berpikir bahwa lelaki yang memiliki mata berwarna abu ini pasti bekerja sama dengan Laura untuk menjebaknya."Jawab perkataanku dengan jujur! Malam itu, kalian menjebakku, kan?" tanya Azelyn dengan tatapan mengintimida