Setelah semua karyawan kembali ke tempat duduk masing-masing. Azelyn berniat pergi juga, tetapi langkahnya terhenti ketika tak sengaja melihat seorang karyawan wanita sedang fokus mendesain. Azelyn penasaran dan melihat desain milik karyawan wanita itu, dirinya merasa takjub. Setiap garis yang dibuat oleh wanita itu benar-benar mendetail. Meski hanya sebuah gambar, tetapi wanita itu benar-benar menaruh semua perasaannya dalam setiap goresan. Azelyn merasa kagum hingga terdiam memperhatikan, membuat wanita itu menghentikan pekerjaannya dan melirik ke arah Azelyn. "Maaf, aku mengganggumu, ya? Gambarmu benar-benar bagus, sampai membuatku terpaku," puji Azelyn dengan mata berbinar. "Sepertinya kamu lumayan tahu tentang desain, ya," ucap Wanita itu kembali fokus menggambar. Azelyn hanya tertawa kecil mendengarnya. Wanita itu terdiam sebentar. Dia mengambil sebuah buku usang dan memberikannya pada Azelyn. "Itu yang kugambar saat SMA, aku tak menyangka akan berguna untuk proyek d
Azelyn langsung menggeleng cepat menjawab pertanyaan atasannya itu. Pria itu berjalan masuk ke dalam lift masih menatap dingin padanya. "Semoga dia tak mendengar pembicaraanku di telepon tadi," batin Azelyn sambil menggenggam erat ponselnya setelah mematikan panggilan secara mendadak. Azelyn menggeser posisinya mencoba menjaga jarak pada Kean. Dia tak ingin berada dekat dengan pria yang secara sembarangan menyentuhnya. Apalagi Kean adalah pria yang menyebut dirinya murahan. Kean melirik tingkah laku Azelyn yang bersikap aneh dan menjaga jarak dengannya. "Ada apa denganmu?" tanya Kean melirik pada Azelyn yang bergeser sedikit demi sedikit menjauh darinya. Kean merasa terganggu dengan tingkah wanita itu. Dia langsung mempersempit jarak membuat Azelyn terpojok. Dirinya menempatkan tangannya di samping kepala Azelyn dan membungkuk. "Apa kamu mencoba menantangku?" kata Kean sambil menatap Azelyn tajam.Azelyn melebarkan matanya saat Kean secara perlahan mendekatkan wajahnya s
Beberapa hari berlalu, akhirnya hari pesta topeng tiba. Kean mengendarai mobil sportnya meninggalkan halaman apartemen. Beberapa menit kemudian Azelyn keluar dari apartemen dan berjalan menuju halte bus. Dia memiliki rencana bersama temannya hari ini. Kean berangkat bersama Lino menuju pesta. Dia menggunakan setelan jas berwarna navy beserta topeng hitam yang menutup wajah tampannya. Saat sampai di sana, beberapa karyawan dari perusahaannya sudah datang. Ada banyak tamu undangan dari perusahaan lain juga turut meramaikan pesta tersebut. Kean memarkirkan mobilnya lalu segera memasuki aula pesta bersama Lino. Baru saja melangkah masuk, mereka disambut dengan dekorasi yang sangat indah dan mewah. Bahkan langkah mereka dihiasi dengan karpet merah. Aula pesta itu benar-benar luas bahkan terdiri dari beberapa lantai. Padahal aula pesta ini adalah salah satu ruangan yang terletak di dalam perusahaan Marvino. Selain memiliki banyak ruangan, bahkan setiap ruangannya tersedia makanan d
Laura menatap tajam ke arah Nona Marvino. Dia merasa gadis itu sengaja menarik tangan kakaknya agar gagal menangkap dirinya. Allen berjalan melewati adiknya dan mencoba melihat keadaan Laura yang terduduk lemah di lantai. "Maaf, sepertinya aku menabrakmu terlalu keras, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Allen sambil menyodorkan tangannya untuk membantu gadis itu bangun. Laura berniat meraih tangan Allen, tetapi lagi-lagi Nona Marvino menarik tangan kakaknya agar tak tersentuh. "Bukankah aku memberikan tanganku lebih dulu, Nona? Harusnya Anda mempertimbangkan kebaikan hatiku." Nona Marvino tersenyum remeh sambil mengatakan kalimat itu. Laura memandang sinis lalu terpaksa memegang tangan Nona Marvino untuk membantunya bangkit. Gaun yang digunakan Laura sudah tercampur wine sehingga warna putihnya tercampur dengan warna merah. Semua orang memandanginya dari atas sampai bawah dan menatapnya kasihan. Laura merasa dipermalukan oleh sang bintang pesta ini di depan semua orang. "Kenapa
Nona Marvino menerima tawaran Kevin untuk berdansa. Gadis itu menyodorkan tangannya sehingga pria itu tersenyum kemudian mengecup pucuk tangan garis itu pelan. Kevin membawa wanita itu ke tengah pesta dan mulai menari bersama. Dia menyeringai melihat gadis di hadapannya ini ternyata sangat mudah untuk digoda. Allen dan Kean menonton penampilan itu dari lantai atas. Semua orang terfokus melihat betapa indahnya setiap gerakan yang dilakukan oleh sang bintang pesta. Kean hanya menonton sekilas lalu kembali duduk. "Bukankah adikku terlihat semakin cantik ketika berdansa? Akan sangat menyenangkan bahwa lelaki itu adalah kamu," ucap Allen sambil memperhatikan adiknya. "Sepertinya adikmu lebih tertarik pada salah satu karyawanku," ucap Kean sambil membersihkan bibirnya dengan tisu. "Saranku, lebih baik jangan pria itu," lanjutnya. "Kalau gitu bagaimana kalau denganmu?" tawar Allen lagi. Kean mengangkat tangannya mengisyaratkan penolakan. Allen hanya menghela napas pasrah atas pe
Kean menghampiri Lino yang sedang berbincang dengan beberapa orang. Kean memberi isyarat menyuruh pria itu untuk mengikutinya. Lino langsung mengerti dan undur diri dari obrolan. Lino mengikut langkah Kean yang mengajaknya untuk berpindah tempat duduk, mereka duduk di tempat paling ujung dan sepi. "Selidiki hubungan Kevin dan Azelyn, cari tahu latar belakangnya," kata Kean sambil mengambil segelas wine. "Baik, tapi kenapa tiba-tiba? Perasaan sebelumnya kamu gak peduli," balas Lino bingung dengan perintah yang dia dapatkan. "Jangan tanya dan kerjakan saja nanti sepulang dari pesta," jawab Kean sambil memainkan gelas winenya. Entah sudah berapa gelas yang dihabiskan oleh pria itu. Lino menerima perintah yang diberikan untuknya tanpa banyak bertanya lagi. Dia mengajak Kean untuk bertemu dengan beberapa pengusaha dari perusahaan lain. Ia mengatakan bahwa sejak tadi Reliza dari Perusahaan Qazlion mencarinya. Baru saja disebutkan, Reliza datang menghampiri meja Kean dan duduk di
Nona Marvino memperhatikan Kean yang terus meneguk minumannya berkali-kali. Gadis itu melirik ke arah Allen menyuruh kakaknya untuk menghentikan lelaki itu, tetapi kakaknya justru menolak dan mengatakan bahwa mereka memang harus menikmati pesta. Lino datang menghampiri meja mereka. Dia menghela napas saat melihat Kean yang sudah dalam keadaan mabuk. Lelaki itu duduk dan menyapa Allen beserta Nona Marvino. Melihat kedatangan Lino, terlintas di pikiran Nona Marvino untuk membicarakan tentang proyek kerja sama mereka. Karena Kean sudah diambang batas kesadaran, gadis itu memilih mengajak Lino untuk berdiskusi. Perusahaan Marvino ingin melebarkan sayapnya lebih luas. Mereka ingin membangun beberapa hotel lagi, mereka akan membangun hotel di dekat pantai, agar saat para tamu beristirahat, mereka bisa menikmati keindahan laut dari dalam kamar mereka masing-masing. Dan mereka mempercayakan desain bangunan yang bagus pada Perusahaan Adhlino. "Bagaimana dengan desainnya, Tuan Lino? Apa
Pesta mulai sepi karena para tamu pulang bergantian. Lino memapah tubuh Kean memasukkannya ke dalam mobil. Dia menelepon supir sewaan untuk membawanya dan Kean pulang. Dirinya juga tak bisa menyetir karena sedikit mabuk. Setelah supir panggilan datang, mereka langsung pulang. Kean melangkah memasuki apartementnya. Semua lampu belum menyala menandakan bahwa Azelyn juga belum pulang. Lelaki itu melangkah dengan sempoyongan menuju dapur dan mengambil sebotol air putih. Dia langsung meneguknya hingga tersisa setengah. Kean berjalan menuju kamar dan membaringkan tubuhnya di ranjang. Dia memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Pria itu sangat ingin memejamkan matanya, tetapi lagi-lagi dia tak bisa tidur dengan tenang. Kean meraih ponselnya mencoba menghubungi Azelyn, tetapi gadis itu sama sekali tak menjawab panggilannya. Dia mencoba berulang kali dan tetap tak ada jawaban. Kean bangkit lalu kembali berjalan menuju dapur. Dia berniat membuat makanan untuk menghilangkan sedikit ras
Laura berjalan menuju ruangan karyawan dengan perasaan gembira. Dia merasa bahwa mendekati Allen adalah pilihan yang tepat. Dirinya merasa pria itu lebih mudah daripada Kean.Laura mulai menyapu dan memunguti sampah-sampah kertas yang berserakan di lantai. Dia merasa enggan memungut itu, seharusnya posisinya sebagai karyawan yang memiliki meja kerja, bukan yang membersihkan seperti ini.Laura terpaksa melakukan tugas itu karena hal yang dia pikirkan adalah bertahan di perusahaan ini sampai dirinya berhasil mendapatkan Allen."Ambilin aku minum dong," ucap salah satu karyawan wanita pada Laura sambil masih fokus mengetik pada komputernya.Laura menoleh ke sana kemari mencoba mencari tahu kepada siapa wanita itu berbicara. Melihat tak ada orang di sekitarnya, dia lebih memilih untuk melanjutkan membersihkan lantai.Wanita itu merasa kesal ketika Laura mengabaikan perintahnya begitu saja. Dia kemudian menggebrak meja dengan keras membuat sekeliling menatapnya, begitu juga dengan Laura."
Kean mengerjapkan matanya beberapa kali ketika sinar matahari masuk dari sela-sela jendelanya. Dia mencoba mengambil ponselnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, sepertinya dia bangun kesiangan karena kelelahan sejak kemarin.Kean segera bangkit kemudian berjalan keluar kamar dan melewati kamar Azelyn, dia mencoba mencari tahu apa yang dilakukan gadis itu, tetapi ketika membuka pintu, sosok gadis itu tak terlihat.Kean berjalan masuk ke kamar Azelyn kemudian melihat secarik kertas yang berada di meja tersebut. Dia mengambil kertas itu kemudian membaca setiap kalimatnya.Azelyn menulis di kertas tersebut bahwa hari ini dia izin untuk pergi karena ada masalah yang terjadi pada temannya. Dia juga mengatakan bahwa dirinya tak tahu apa akan pulang atau tidak.Kean meremas kertas tersebut, bisa-bisanya Azelyn lagi-lagi pergi tanpa sepengetahuannya. Dia mencoba melihat ponselnya dan membuka aplikasi pelacak, kali ini aplikasinya tak berfungsi lagi karena gadis itu mematikan po
Keesokan harinya Allen langsung menyuruh Laura untuk datang ke perusahaan Marvino. Laura menggunakan kemeja putih dengan rok sepaha untuk pergi ke perusahaan Marvino, pakaiannya benar-benar mencerminkan seorang karyawan wanita di perusahaan. Dia tak tahu posisi apa yang akan diberikan Allen padanya, tetapi dia tak terlalu memikirkannya karena tujuan sebenarnya adalah untuk mendekati pria itu. Laura memesan taksi untuk pergi ke perusahaan tersebut. Ketika taksinya sudah datang, dia lansung meluncur tanpa menunda waktu lagi. Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke perusahaan tersebut. Jarak perusahaan Marvino lebih jauh dibanding perusahaan Adhlino, tetapi Laura meyakinkan semangatnya karena dia sudah terlalu lelah untuk mencari pekerjaan dan tak akan membuang kesempatan emas ini. Laura berjalan memasuki perusahaan, tiba-tiba seisi perusahaan meliriknya kemudian berbisik-bisik membuatnya merasa risih. Sepertinya berita tentang dirinya yang dipecat di perusahaan Adhlino secara tak t
Laura berdiri diam di tengah jembatan. Di belakangnya beberapa motor dan mobil berlalu lalang tanpa memedulikan dirinya yang sedang berdiri sendirian. Dia menatap kosong ke arah air sungai yang mengalir dengan deras. Gadis bermanik coklat itu sudah mengirimkan lamaran pekerjaannya ke berbagai tempat setelah dia dipecat dari Perusahaan Adhlino, tetapi satu pun tak ada yang menghubunginya untuk interview. Laura mengacak-acak rambutnya kesal. Dia meremas dokumen lamaran pekerjaannya dengan perasaan penuh emosi. "Azelyn! Ini semua gara-gara kamu! Berani-beraninya kamu menghancurkan karirku! Aku tak akan tinggal diam, aku pasti akan membalasmu!" teriak Laura emosi. Suara teriakannya tenggelam karena suara mobil dan motor yang mengebut. Laura melampiaskan emosinya dengan mengacak-acak rambutnya frustasi. Tanpa sengaja dokumennya terlepas dari genggaman dan terjun jatuh ke bawah sungai. Laura secara spontan menaikkan kaki kanan ke penghalang jembatan mencoba untuk menangkap dokumen
Lino tak menduga bahwa Reliza akan mengatakan itu. Dia melirik ke arah Kean yang masih terdiam sembari menyisir rambutnya ke belakang. "Sepertinya Anda sangat mengenal saya, Nona Reliza," ucap Kean dingin. Dia menatap tajam pada gadis itu kemudian melanjutkan kalimatnya, "Karena Anda terlihat sangat mengenal saya, Anda pasti tahu bagaimana sikap saya pada wanita selama ini, kan?" tanyanya. Reliza terdiam, tentu saja dia sangat mengetahui itu. Karena dia adalah salah satu wanita yang mengejar Kean, tetapi pria itu tak pernah meliriknya sedikit pun. "Saya akan langsung mengatakan tidak suka dan sangat membenci wanita yang selalu ingin menempel pada saya. Jadi, apa Anda masih menganggap saya berbohong dan meragukan pernikahan saya sebagai pernikahan palsu yang diatur?" kata Kean yang langsung membuat Reliza terdiam. Reliza menggenggam erat ujung gaunnya mendengar penuturan Kean. Tentu saja wanita yang selalu menempel pada pria itu yang dimaksud adalah dirinya. Kean melirik ding
Allen melirik pada Azelyn sembari mencoba menahan tawanya. Dia merasa tak percaya dengan situasi yang dia hadapi sekarang. Rumor yang diketahui Allen selama ini adalah Kean memiliki sifat yang dingin. Sebelumnya juga banyak yang mengatakan bahwa Kean adalah pria yang tak berperasaan. Namun, apa ini? Kean justru terlihat sangat posesif pada Azelyn. "Maafkan saya atas sikap saya selama ini, Tuan Kean," kata Allen sambil sedikit membungkuk sebagai tanda permintaan maafnya. "Karena saya sudah berpisah cukup lama dengan Azelyn, saya masih ingin bertemu dan mengobrol dengannya lebih lama lagi, tapi sepertinya saya sudah melewati batas," lanjutnya sembari melirik wanita bermanik biru itu. Kean mengeratkan rangkulannya ketika mendengar perkataan Allen. Perasaannya terasa berdenyut sakit mendengar kalimat itu. Apa itu memiliki arti bahwa pria itu masih menyimpan perasaan pada istrinya? "Saya harap ini tidak terjadi lagi, saya merasa tak nyaman jika istri saya bertemu dengan pria lain t
Kean berniat untuk menghampiri mereka, tetapi tiba-tiba dia menghentikan langkahnya lalu segera berbalik membelakangi mereka berdua yang belum menyadari kehadirannya. "Kenapa aku marah?" gumam Kean merasa heran dengan sikapnya sendiri, lalu mengurungkan niat untuk menghampiri Azelyn lalu segera keluar dari restauran tersebut. Meski mengatakan itu, Kean tetap menunggu Azelyn dan Allen yang masih mengobrol di dalam restauran. Dia duduk di dalam mobil sambil memperhatikan pintu restauran menunggu mereka untuk keluar. Tepat saat itu Azelyn dan Allen keluar dari restauran lalu kembali menjalankan mobil mereka menuju ke tempat selanjutnya. Kean mengikuti ke mana tujuan mereka berdua selanjutnya dari belakang. Allen mengendarai mobil kemudian tak sengaja melihat kaca spion mobilnya, dan menyadari mobil yang berada di belakangnya sedang mengikuti mereka. Allen mencoba berbelok ke arah lain dan mobil itu tetap mengikuti arah yang dia tuju. "Mau ke mana? Apartemenku bukan ke arah si
Azelyn berjalan keluar perusahaan sambil melamun, dirinya mengenal Kevin lebih dari 8 tahun, dan pria itu adalah cinta dan pacar pertama Azelyn. Dulu Azelyn sangat tak bisa melihat Kevin bersedih, karena menginginkan pria itu selalu bahagia di setiap harinya dan mencoba mencari segala cara untuk menghiburnya. Namun, ketika berpapasan dengan Kevin tadi dan melihat raut wajah Kevin yang hendak menangis, Azelyn tak merasakan perasaan apa pun lagi. Dia merasa tak peduli dengan apa yang akan terjadi pada pria itu selanjutnya. Sepertinya perasaannya pada Kevin memang sudah tak tersisa lagi. Azelyn memilih untuk tak terlalu memikirkan itu lagi, mencoba melihat sekeliling perusahaan mencari mobil Kean, tetapi tak terlihat tanda-tanda mobil itu di sekitar situ. Dia berpikir mungkin pria itu sudah pulang lebih dulu untuk beristirahat. Ketika Azelyn hendak pergi menuju halte bus, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti tepat di hadapannya. Kaca mobil itu mulai turun dan terlihat Allen berad
"Apa jangan-jangan kamu cemburu?" "Apa?" Mata Azelyn membelalak, apa bertanya mengenai urusan Kean dengan Nona Marvino termasuk ke dalam kategori cemburu? Azelyn mendorong tubuh Kean agar sedikit menjauh kemudian bangkit dari kursi kerja pria itu. "Tentu saja tidak, aku hanya penasaran dengan pertemuan sesama pengusaha besar," ucap Azelyn beralasan.Jawaban Azelyn justru semakin membuat Kean mengangkat sebelah alisnya bingung. "Aku sudah menawarimu untuk ikut, kalau kamu penasaran, seharusnya kamu menerima tawaran untuk pergi bersamaku." Azelyn langsung menggeleng-gelengkan kepalanya cepat. "Tidak, aku memang penasaran, tapi aku tahu batasanku," kata Azelyn sembari tersenyum simpul. "Karena semua berkas sudah selesai diperiksa, aku izin pergi," lanjutnya sambil sedikit membungkuk memberi hormat lalu melangkah meninggalkan ruangan. Kean memandangi punggung Azelyn yang berjalan menuju pintu ruangan, kemudian merapikan berkas-berkas tersebut kemudian menghubungi Lino agar datang me