Kean keluar dari mobil setelah memarkirkan mobilnya. Pandangannya beralih ke dompet Azelyn yang tertinggal. Dia mengambil dompet itu lalu membawanya masuk ke perusahaan.
Setelah menaiki lift, lelaki yang memiliki manik abu-abu itu berjalan menuju ruangan cleaning service. Dia mencoba membuka pintu, tetapi pintu itu terkunci dari dalam. Kean merasa heran dan mencoba mendengar suara samar dari dalam ruangan, dia merasa ada yang tak beres. Kean melangkah mundur lalu mendobrak pintu itu dengan keras. Setelah mencoba berkali-kali, pintu itu berhasil terbuka dan pandangannya langsung mengarah pada Azelyn yang sedang berada di balik punggung seorang lelaki. Tanpa pikir panjang dia berlari mendekat dan langsung memukul wajah lelaki itu membuatnya terhuyung mundur. Kean melihat baju Azelyn yang robek. Dirinya segera melepaskan jasnya dan memakaikannya pada Azelyn untuk menutupi tubuhnya. "Apa maksudnya ini?" Kean menatap lelaki itu dingin seakan mengintimidasi. Setelah memperhatikan wajah pria itu, Kean sadar bahwa dia adalah salah satu karyawannya, Kevin dari divisi 1. Kevin berdecak kesal lalu segera bangkit. Dia menunduk hormat memberi salam pada atasannya. "Apa kamu tidak dengar ucapanku kemarin bahwa dia adalah calon istriku? Berani sekali kamu menyentuhnya!" tegas Kean menatap Kevin dengan tajam. Kevin melirik sebentar ke arah Azelyn yang berdiri menunduk di samping Kean sambil memegang lehernya. Lelaki itu tersenyum kecil ketika sebuah pikiran terlintas di benaknya. Kevin segera mengubah ekspresinya menjadi kaget dan mengalihkan pandangan ke atasannya. "Maaf, Pak Kean, saya memang mendengar tentang calon istri Anda, tapi saya tak menyangka bahwa wanita yang di maksud adalah dia," ucap Kevin berbohong. Padahal jelas-jelas dia sudah tahu karena berada di kerumunan saat itu. Lelaki itu kembali melirik ke arah Azelyn dan melanjutkan kalimat, "Apa Anda yakin untuk menikahinya? Apa Anda sudah mengenalnya, Pak?" Kean mengangkat sebelah alisnya bingung dengan pertanyaan Kevin. Dirinya bertanya-tanya maksud di balik perkataan pria itu. "Ini sebuah kesalahpahaman, Pak. Wanita itu yang menggoda saya lebih dulu dan mengunci pintu ruangan," fitnah Kevin yang langsung membuat Azelyn melotot. Kevin tersenyum dalam hati melihat ekspresi gadis itu. Dia melanjutkan, "Saya mengatakan ini agar Anda tidak menyesal, Pak, tapi wanita itu sudah pernah tidur dengan saya." Amarah Kean memuncak setelah mendengar perkataan Kevin. Dia mengepalkan tangan bersiap untuk memukul wajah pria itu. Namun, ingatan ketika dia dan Azelyn bercinta di hotel tiba-tiba terlintas. Dirinya mengingat kembali ketika berhubungan dengan Azelyn, secara jelas gadis itu menyebut nama 'Kevin'. Apakah nama itu adalah milik pria yang sedang berdiri di hadapannya sekarang? Kean mengalihkan pandangan dan menatap wajah Azelyn yang terlihat ketakutan. Dia melemaskan genggamannya dan mengurungkan niat untuk memukul Kevin. Melihat ekspresi gadis itu, sepertinya ucapan pria itu benar adanya. Setelah mengatakan kalimat itu, Kevin meminta maaf dan segera mengundurkan diri dari hadapan Kean. Dia pergi dengan perasaan puas karena berhasil mempermalukan mantan istrinya itu. "Apa hubunganmu dengannya?" tanya Kean sambil menatap Azelyn dingin. "Bukankah kita sudah setuju untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing," kata Azelyn menunduk sambil menutupi lehernya dengan tangan dan rambutnya. Kean melirik ke arah leher Azelyn yang sedari tadi berusaha untuk ditutupi. Dia bisa melihat sekilas bekas dari celah jari gadis itu. Kean mengepalkan tangan menahan emosinya karena mengira bahwa bekas itu adalah bekas kecupan dari Kevin, padahal sebenarnya itu adalah bekas cekikan dari pria jahat itu. "Aku—" Ucapan Azelyn terpotong ketika Kean berjalan keluar ruangan meninggalkan dirinya begitu saja. Dia hanya berdiri mematung melihat punggung pria itu yang menghilang dari balik pintu. *** Kean memasuki ruangannya dan langsung menjatuhkan tubuhnya di kursi kerjanya. Tepat saat itu Lino masuk sebentar untuk memberikannya dokumen yang dia minta. Kean mengambil dokumen itu dan membacanya dengan teliti. Sebelumnya dia menyuruh Lino untuk mencari tahu tentang Laura, dan sekarang dirinya mengetahui bahwa Laura dan Azelyn adalah teman semasa sekolah. Tiba-tiba pintu ruangan diketuk dan Laura muncul dari balik pintu. Kean melirik dingin sambil memasukkan dokumen Laura ke dalam loker mejanya. Gadis itu berjalan dengan tersenyum manis menghampiri Kean. "Ini beberapa desain yang sudah selesai dikerjakan. Silahkan Pak Kean memilih desain yang mana yang akan digunakan untuk proyek nanti," ucap Laura dengan senyum menggoda. Laura mencondongkan tubuh dengan polos, dua kancing kemeja atasnya terbuka sehingga belahan dadanya sedikit terlihat. Ia seakan sengaja menunjukkannya untuk menggoda atasannya. Kean mengambil berkas itu tanpa memedulikan Laura yang mencoba menarik perhatiannya. Ketika Kean sedang memeriksa desain itu, tiba-tiba Laura berjalan ke samping dan seakan ingin memeluknya sambil menyentuh tangannya yang sedang memegang berkas. Kean langsung merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Dia mendorong Laura sehingga membuat gadis itu terjatuh dan menabrak tembok. "Apa yang kamu lakukan?!" Kean bangkit dari duduknya sambil memegang kepalanya yang berdenyut sakit. Laura menggigit bibir bawahnya kesal. Padahal Azelyn dengan leluasa bisa menyentuh Kean, tetapi dirinya justru ditolak dengan kasar seperti ini. "Saya hanya ingin menyarankan desain untuk dipilih, Pak," ucap Laura dengan suara lemah. Laura segera bangkit, dia kembali mencoba mendekati Kean sekali lagi. "Jangan mendekat!" sentak Kean sambil menjaga jarak. Melihat sikap atasannya itu membuat Laura kehilangan kesabaran. Padahal selama ini gadis itu benar-benar mencoba menjaga sikap di hadapannya. Kean berjalan menuju sofa dan merebahkan tubuhnya yang masih terasa sakit. "Kamu sudah kelewatan, Laura." Kean melirik dingin ke arah Laura. Gadis itu seketika membeku, tetapi dia mendekati Kean dan berlutut di hadapan lelaki itu. "Maaf Pak. Saya juga hanya ingin memberitahu bahwa Anda sama sekali tak mengenal Azelyn, saya satu sekolah dengan Azelyn, dan saya sangat tahu dia wanita seperti apa, Pak," kata Laura dengan wajah sedih. Laura sudah mendengar berita Kean yang memergoki Kevin dan Azelyn berduaan di ruangan. Ini kesempatan dirinya untuk memanfaatkannya dan menjelekkan nama gadis itu. Kean terdiam saat mendengar ucapan Laura. Dia mengingat kembali perkataan Kevin padanya tadi. "Saya sangat menghormati Anda, Pak. Saya hanya tak mau Anda salah memilih orang dan menyesal. Sejak sekolah Azelyn selalu tidur dengan pria sembarangan. Dia bahkan pernah hamil dan melakukan aborsi. Dia tidak pantas bersanding dengan Anda, Pak," kata Laura mencoba membuat Azelyn buruk di pandangan Kean. "Apalagi Anda tak tahu soal ini karena dia pasti menutupinya demi merayu Pak Kean. Sebenarnya Azelyn itu seorang jan—" "Diam!" potong Kean menatap rendah ke arah Laura. "Aku tak pernah mengizinkanmu untuk bicara. Keluar!" Laura melirik jam tangannya lalu segera bangkit dari hadapan Kean. Dia membungkuk hormat dan berjalan menuju pintu ruangan. Gadis itu membuka kancing jasnya dan meremas kemejanya agar terlihat kusut. Terakhir dia mengacak-acak rambutnya sebelum membuka pintu. "Setidaknya rencanaku akan berjalan lancar sekarang," gumam Laura tersenyum licik.Laura keluar dari ruangan Kean dengan pakaian berantakan membuat seisi karyawan menatapnya kaget. Saat berada di depan pintu ruangan, dia sengaja merapikan rambutnya dan kembali mengancingkan kemejanya. Beberapa karyawan wanita mendekatinya dan menanyakan apa yang terjadi di dalam. Mereka penasaran karena Laura berada di ruangan Kean cukup lama dan sekarang gadis itu keluar dengan berantakan. Laura hanya tersenyum malu seakan membenarkan apa yang terlintas di pikiran para karyawan itu. "Kuharap kalian merahasiakan ini, karena Pak Kean akan marah jika mendengar kalau semua orang mengetahuinya," ucap Laura menggigit jarinya sambil berekspresi melas. "Apa yang terjadi? Apa Laura tidur dengan Pak Kean? Tapi bukannya Pak Kean punya calon istri? Kemarin kan...." Beberapa karyawan berbisik setelah mendengar ucapan Laura. Sebagian tak percaya karena mereka tahu bahwa atasannya tak pernah menyentuh wanita manapun. Namun, sebagian dari mereka juga tak bisa mengelak karena melihat gadis i
Kean duduk melamun di meja restoran tempat perjanjiannya dengan Allen. Dia sudah menghabiskan sebotol wine sendirian. Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, waktu perjanjiannya sudah berlalu. Dari kejauhan Allen datang dengan raut wajah bahagia. Lelaki itu duduk di depannya. "Maaf membuat Anda menunggu, Tuan Kean," ucap Allen meminta maaf sambil duduk di hadapannya. "Sepertinya Anda sedang bahagia, Tuan Allen," sindir Kean sambil memainkan gelasnya. "Ternyata terlihat sangat jelas, ya?" ungkap Allen menggaruk tengkuknya sambil tertawa kecil. Kean mengeratkan genggamannya pada gelas miliknya setelah mendengar perkataan Allen. Dia mengalihkan obrolan dengan memanggil pelayan untuk membawakan makanan mereka. Setelah itu beberapa pelayan datang membawa makanan, mereka langsung menyantap makanan itu sambil mendiskusikan tentang pekerjaan. "Urusan penting apa yang membuat Anda terlambat, Tuan Allen?" tanya Kean sambil meminum winenya. Meski perasaannya terasa terbakar, tetapi di
Azelyn mengerjapkan mata beberapa kali mencoba mencerna apa yang telah terjadi padanya. Dia melirik tubuhnya dibalik selimut, yang tak memakai sehelai benangpun. Azelyn mengalihkan pandangan ke arah Kean yang masih terlelap tidur di sampingnya. Posisi dirinya saat ini masih berada dalam pelukan hangat pria itu. Mereka berdua baru saja selesai bercinta, bahkan melakukannya beberapa kali. Meski sebenarnya itu hal yang wajar karena mereka sudah menikah, tetapi tetap saja pernikahan mereka berdasarkan kontrak bukan cinta. Azelyn merasa kecewa mendengar tuduhan yang pria itu lontarkan, bahkan juga melanggar kesepakatan kontrak mereka. Tiba-tiba ingatan saat Laura keluar dari ruangan Kean dengan pakaian berantakan terlintas di benaknya. Gadis itu mengingat kembali rumor yang tersebar di perusahaan dan membayangkan Laura dan Kean bermesraan di dalam ruangan seperti yang mereka lakukan tadi. Membayangkan itu membuat perasaan Azelyn semakin panas. Dia mendongak dan menatap tajam ke
Azelyn memberanikan diri sekali lagi untuk mengintip karena penasaran dengan pria itu. Azelyn berjalan dengan hati-hati. Dirinya mencoba mendekat agar bisa melihat wajah pria itu secara jelas. Jantung Azelyn berdegup dengan kencang menebak-nebak siapa lelaki itu. Tubuh yang kurus dan bahu kecil, sama persis seperti tubuh milik mantan suaminya. Apakah mungkin itu adalah Kevin? Azelyn menutup mulutnya melihat aktivitas mereka berdua yang masih bersemangat. Dirinya masih tak menyangka bahwa gadis yang berada di hadapannya saat ini adalah Laura yang dia kenal. Pria itu mengangkat kepalanya setelah mencapai puncak klimaks. Azelyn bisa secara jelas melihat wajah pria itu dan ternyata dia bukanlah Kevin. Ingatan Azelyn memindai ke belakang ketika Laura berselingkuh dengan suaminya, dan juga rumor gadis itu tidur dengan Kean. Sekarang Laura juga bermain dengan lelaki lain? Azelyn menahan napas merasa jijik melihat Laura yang masih berada di pelukan pria asing itu. Azelyn berjala
Setelah semua karyawan kembali ke tempat duduk masing-masing. Azelyn berniat pergi juga, tetapi langkahnya terhenti ketika tak sengaja melihat seorang karyawan wanita sedang fokus mendesain. Azelyn penasaran dan melihat desain milik karyawan wanita itu, dirinya merasa takjub. Setiap garis yang dibuat oleh wanita itu benar-benar mendetail. Meski hanya sebuah gambar, tetapi wanita itu benar-benar menaruh semua perasaannya dalam setiap goresan. Azelyn merasa kagum hingga terdiam memperhatikan, membuat wanita itu menghentikan pekerjaannya dan melirik ke arah Azelyn. "Maaf, aku mengganggumu, ya? Gambarmu benar-benar bagus, sampai membuatku terpaku," puji Azelyn dengan mata berbinar. "Sepertinya kamu lumayan tahu tentang desain, ya," ucap Wanita itu kembali fokus menggambar. Azelyn hanya tertawa kecil mendengarnya. Wanita itu terdiam sebentar. Dia mengambil sebuah buku usang dan memberikannya pada Azelyn. "Itu yang kugambar saat SMA, aku tak menyangka akan berguna untuk proyek d
Azelyn langsung menggeleng cepat menjawab pertanyaan atasannya itu. Pria itu berjalan masuk ke dalam lift masih menatap dingin padanya. "Semoga dia tak mendengar pembicaraanku di telepon tadi," batin Azelyn sambil menggenggam erat ponselnya setelah mematikan panggilan secara mendadak. Azelyn menggeser posisinya mencoba menjaga jarak pada Kean. Dia tak ingin berada dekat dengan pria yang secara sembarangan menyentuhnya. Apalagi Kean adalah pria yang menyebut dirinya murahan. Kean melirik tingkah laku Azelyn yang bersikap aneh dan menjaga jarak dengannya. "Ada apa denganmu?" tanya Kean melirik pada Azelyn yang bergeser sedikit demi sedikit menjauh darinya. Kean merasa terganggu dengan tingkah wanita itu. Dia langsung mempersempit jarak membuat Azelyn terpojok. Dirinya menempatkan tangannya di samping kepala Azelyn dan membungkuk. "Apa kamu mencoba menantangku?" kata Kean sambil menatap Azelyn tajam.Azelyn melebarkan matanya saat Kean secara perlahan mendekatkan wajahnya s
Beberapa hari berlalu, akhirnya hari pesta topeng tiba. Kean mengendarai mobil sportnya meninggalkan halaman apartemen. Beberapa menit kemudian Azelyn keluar dari apartemen dan berjalan menuju halte bus. Dia memiliki rencana bersama temannya hari ini. Kean berangkat bersama Lino menuju pesta. Dia menggunakan setelan jas berwarna navy beserta topeng hitam yang menutup wajah tampannya. Saat sampai di sana, beberapa karyawan dari perusahaannya sudah datang. Ada banyak tamu undangan dari perusahaan lain juga turut meramaikan pesta tersebut. Kean memarkirkan mobilnya lalu segera memasuki aula pesta bersama Lino. Baru saja melangkah masuk, mereka disambut dengan dekorasi yang sangat indah dan mewah. Bahkan langkah mereka dihiasi dengan karpet merah. Aula pesta itu benar-benar luas bahkan terdiri dari beberapa lantai. Padahal aula pesta ini adalah salah satu ruangan yang terletak di dalam perusahaan Marvino. Selain memiliki banyak ruangan, bahkan setiap ruangannya tersedia makanan d
Laura menatap tajam ke arah Nona Marvino. Dia merasa gadis itu sengaja menarik tangan kakaknya agar gagal menangkap dirinya. Allen berjalan melewati adiknya dan mencoba melihat keadaan Laura yang terduduk lemah di lantai. "Maaf, sepertinya aku menabrakmu terlalu keras, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Allen sambil menyodorkan tangannya untuk membantu gadis itu bangun. Laura berniat meraih tangan Allen, tetapi lagi-lagi Nona Marvino menarik tangan kakaknya agar tak tersentuh. "Bukankah aku memberikan tanganku lebih dulu, Nona? Harusnya Anda mempertimbangkan kebaikan hatiku." Nona Marvino tersenyum remeh sambil mengatakan kalimat itu. Laura memandang sinis lalu terpaksa memegang tangan Nona Marvino untuk membantunya bangkit. Gaun yang digunakan Laura sudah tercampur wine sehingga warna putihnya tercampur dengan warna merah. Semua orang memandanginya dari atas sampai bawah dan menatapnya kasihan. Laura merasa dipermalukan oleh sang bintang pesta ini di depan semua orang. "Kenapa