Laura keluar dari ruangan Kean dengan pakaian berantakan membuat seisi karyawan menatapnya kaget. Saat berada di depan pintu ruangan, dia sengaja merapikan rambutnya dan kembali mengancingkan kemejanya.
Beberapa karyawan wanita mendekatinya dan menanyakan apa yang terjadi di dalam. Mereka penasaran karena Laura berada di ruangan Kean cukup lama dan sekarang gadis itu keluar dengan berantakan. Laura hanya tersenyum malu seakan membenarkan apa yang terlintas di pikiran para karyawan itu. "Kuharap kalian merahasiakan ini, karena Pak Kean akan marah jika mendengar kalau semua orang mengetahuinya," ucap Laura menggigit jarinya sambil berekspresi melas. "Apa yang terjadi? Apa Laura tidur dengan Pak Kean? Tapi bukannya Pak Kean punya calon istri? Kemarin kan...." Beberapa karyawan berbisik setelah mendengar ucapan Laura. Sebagian tak percaya karena mereka tahu bahwa atasannya tak pernah menyentuh wanita manapun. Namun, sebagian dari mereka juga tak bisa mengelak karena melihat gadis itu keluar dengan pakaian berantakan Para karyawan itu melirik ke arah Azelyn yang sedang mengepel lantai. Mereka melirik gadis itu dari atas sampai bawah kemudian mengalihkan pandangan pada Laura yang tersenyum manis. Mereka membandingkan kedua gadis itu. Laura yang memiliki wajah cantik dan dikagumi seisi perusahaan dibandingkan dengan Azelyn yang hanya seorang pekerja cleaning service, mau dilihat dari mana pun, Laura adalah pilihan terbaik. "Kejadian kemarin pasti karena Pak Kean hanya kasihan padanya," bisik salah satu karyawan yang langsung disetujui oleh beberapa dari mereka. Semua karyawan wanita itu lebih percaya pada ucapan Laura dan memuji gadis itu yang bisa meluluhkan hati atasannya yang terkenal dingin. Padahal kemarin mereka secara jelas melihat Kean mengakui Azelyn sebagai calon istrinya, tetapi pernyataan itu sekarang hanya menjadi berita yang berlalu begitu saja. Para karyawan itu lebih percaya jika Laura - sang primadona perusahaan dekat dengan Kean dibanding Azelyn - pekerja baru cleaning service. Berita tentang Laura dan Kean langsung menyebar secara cepat. Beberapa cerita dilebih-lebihkan bahkan ada yang menyebar cerita bahwa dia melihat sendiri Laura dan Kean bermesraan. Berita itu langsung membuat gosip tentang Kean dan Azelyn seketika lenyap. Berita itu sampai ke telinga Azelyn, tetapi gadis itu terlihat tak terlalu peduli. Mengingat Kean dengan secara sembarangan memperlakukannya, dia sudah menduga bahwa ini akan terjadi. Lagian Azelyn sadar diri bahwa Laura lebih cantik darinya. Dari pengamatannya, beberapa lelaki di perusahaan terpesona pada Laura, termasuk Kevin — mantan suaminya. Kean yang sedang digosipkan di seluruh bagian perusahaan hanya berdiam diri di ruangan sehingga tak tahu berita yang menyebar tentang dirinya. Sejak memergoki Kevin dan Azelyn di ruangan cleaning service, Kean tak pernah keluar ruangan lagi. Dia menyibukkan diri memeriksa berkas-berkas pekerjaan. Itu membuat asistennya merasa heran, meski dari luar Kean terlihat fokus, tetapi perasaan pria itu terlihat tak tenang. "Apa yang sedang Anda pikirkan?" tanya Lino yang membuat Kean langsung menoleh. "Lino, bagaimana pertemuan dengan Perusahaan Marvino?" tanya Kean memanggil nama asistennya itu lalu kembali memeriksa berkas. "Sepertinya Beliau sampai 10 menit lagi," jawab Lino sambil melihat jam tangan. "Saya akan menunggu di luar untuk menyambutnya," lanjutnya. Kean menganggukkan kepala mengizinkan. Lino membungkuk pamit lalu segera keluar ruangan. Saat membuka pintu, lelaki itu berhenti sebentar dan menoleh ke arah Kean. Lino berniat memberitahukan tentang gosip yang tersebar di perusahaan, tetapi ketika melihat wajah Kean yang kembali fokus pada berkasnya membuat dirinya mengurungkan niat. Setelah asistennya pergi, Kean menyadarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan menghela napas berat. Dia menatap langit-langit ruangan masih terbayang wajah Azelyn yang menatapnya dengan pakaian yang robek. Setelah mendengar perkataan Kevin, Azelyn menatapnya dalam dan raut wajah gadis itu seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi gadis itu terlihat ragu. Meski mencoba memahami raut wajah itu, dirinya tetap tak mengerti maksud dari ekspresi yang ditunjukkan gadis itu. Apakah dia berekspresi seperti itu karena merasa bersalah dipergoki olehnya sedang bermesraan dengan lelaki lain? Jika menganggap mereka sedang bermesraan, tetapi Kean tak melihat secara langsung karena yang dilihatnya hanya punggung Kevin yang membelakanginya. Bisa saja mereka berdua hanya sedang mengobrol, tetapi kenapa baju Azelyn harus robek jika hanya sekedar mengobrol? Ingatan saat Azelyn menyebut nama Kevin di sela hubungan panas mereka malam itu selalu terbayang. Jika benar adanya bahwa mereka pernah tidur bersama. Apa itu berarti perkataan Laura juga benar bahwa Azelyn sering tidur dengan pria sembarangan? Kean bangkit berniat menemui Azelyn untuk berbicara dengan gadis itu. Dia ingin menghilangkan perasaan aneh yang menjalari hatinya. Baru saja bangkit, tiba-tiba pintunya diketuk. Lino muncul dari balik pintu bersama seorang lelaki gagah yang memakai setelan biru. Kean berjalan menuju sofa dan menyambut kedatangan lelaki yang memiliki senyuman hangat itu. Dia adalah Allen, CEO dari Perusahaan Marvino. Allen datang untuk membicarakan tentang proyek yang akan mereka kerjakan bersama. *** Azelyn berdiri di depan perusahaan sambil melihat sekeliling, dia mencari keberadaan Kean. Gadis itu tak pernah bertemu dengan Kean lagi setelah kejadian itu. Azelyn bisa saja pulang lebih dulu dan bertemu di apartemen, tetapi entah kenapa Azelyn ingin menunggu kedatangan Kean. Dirinya berharap bisa melihat wajah lelaki itu sekarang. Azelyn berjalan ke sana kemari, tetapi Kean tak kunjung terlihat. Dia menendang kerikil-kerikil kecil yang berada di hadapannya karena bosan menunggu. Perusahaan sudah mulai sepi, dirinya berpikir apa mungkin Kean sudah lebih dulu meninggalkannya? "Azel?" Suara seorang lelaki yang memanggil namanya membuat Azelyn tiba-tiba membeku. Azelyn menoleh dan mencoba menebak-nebak siapa lelaki yang berdiri memakai setelan biru itu, tetapi meski dia sudah memperhatikan wajah lelaki itu dengan teliti, dia tetap tak mengenalinya. "Kamu benar Azel, kan?" Lelaki itu berlari dan segera memeluk Azelyn tanpa ragu. "Aku sudah mencarimu selama 18 tahun, ke mana kamu selama ini? Apa kamu baik-baik saja? Kamu tinggal di mana sekarang?" Bertubi-tubi pertanyaan dilontarkan oleh pria bermanik hitam itu membuat Azelyn semakin bingung. Tiba-tiba sebuah nama terlintas di benak gadis itu, mendengar pria itu menanyakan banyak pertanyaan mengingatkan dirinya pada seseorang. Azelyn membalas pelukan lelaki itu seakan melepaskan rindu. Dari dalam perusahaan, Kean melihat pemandangan itu. Lelaki itu terpaku melihat hal yang semakin membuat perasaannya terasa aaneh Melihat Azelyn berpelukan dengan laki-laki lain disaat gadis itu berstatus sebagai istrinya membuat ucapan Kevin dan Laura memaksa masuk ke dalam ingatannya lagi. Sepertinya ucapan mereka berdua adalah sebuah kebenaran. Tiba-tiba sebuah pesan masuk. Pesan itu dikirimkan oleh Allen, CEO Perusahaan Marvino yang akan menjalin kerja sama dengannya. Sebelumnya Kean dan Allen membuat janji untuk makan bersama malam ini sebagai tanda sepakat untuk menjalin kerja sama. Namun, Allen mengirimkan pesan mengatakan bahwa dia mungkin akan datang terlambat karena ada urusan penting. Kean menatap tajam pada Azelyn yang masuk ke dalam mobil. Dia menggenggam erat ponselnya menahan perasaannya yang terasa terbakar. "Azelyn... sepertinya kamu ingin mempermainkanku." Kean memandangi mobil yang membawa Azelyn perlahan menjauh meninggalkan perusahaan.Kean duduk melamun di meja restoran tempat perjanjiannya dengan Allen. Dia sudah menghabiskan sebotol wine sendirian. Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, waktu perjanjiannya sudah berlalu. Dari kejauhan Allen datang dengan raut wajah bahagia. Lelaki itu duduk di depannya. "Maaf membuat Anda menunggu, Tuan Kean," ucap Allen meminta maaf sambil duduk di hadapannya. "Sepertinya Anda sedang bahagia, Tuan Allen," sindir Kean sambil memainkan gelasnya. "Ternyata terlihat sangat jelas, ya?" ungkap Allen menggaruk tengkuknya sambil tertawa kecil. Kean mengeratkan genggamannya pada gelas miliknya setelah mendengar perkataan Allen. Dia mengalihkan obrolan dengan memanggil pelayan untuk membawakan makanan mereka. Setelah itu beberapa pelayan datang membawa makanan, mereka langsung menyantap makanan itu sambil mendiskusikan tentang pekerjaan. "Urusan penting apa yang membuat Anda terlambat, Tuan Allen?" tanya Kean sambil meminum winenya. Meski perasaannya terasa terbakar, tetapi di
Azelyn mengerjapkan mata beberapa kali mencoba mencerna apa yang telah terjadi padanya. Dia melirik tubuhnya dibalik selimut, yang tak memakai sehelai benangpun. Azelyn mengalihkan pandangan ke arah Kean yang masih terlelap tidur di sampingnya. Posisi dirinya saat ini masih berada dalam pelukan hangat pria itu. Mereka berdua baru saja selesai bercinta, bahkan melakukannya beberapa kali. Meski sebenarnya itu hal yang wajar karena mereka sudah menikah, tetapi tetap saja pernikahan mereka berdasarkan kontrak bukan cinta. Azelyn merasa kecewa mendengar tuduhan yang pria itu lontarkan, bahkan juga melanggar kesepakatan kontrak mereka. Tiba-tiba ingatan saat Laura keluar dari ruangan Kean dengan pakaian berantakan terlintas di benaknya. Gadis itu mengingat kembali rumor yang tersebar di perusahaan dan membayangkan Laura dan Kean bermesraan di dalam ruangan seperti yang mereka lakukan tadi. Membayangkan itu membuat perasaan Azelyn semakin panas. Dia mendongak dan menatap tajam ke
Azelyn memberanikan diri sekali lagi untuk mengintip karena penasaran dengan pria itu. Azelyn berjalan dengan hati-hati. Dirinya mencoba mendekat agar bisa melihat wajah pria itu secara jelas. Jantung Azelyn berdegup dengan kencang menebak-nebak siapa lelaki itu. Tubuh yang kurus dan bahu kecil, sama persis seperti tubuh milik mantan suaminya. Apakah mungkin itu adalah Kevin? Azelyn menutup mulutnya melihat aktivitas mereka berdua yang masih bersemangat. Dirinya masih tak menyangka bahwa gadis yang berada di hadapannya saat ini adalah Laura yang dia kenal. Pria itu mengangkat kepalanya setelah mencapai puncak klimaks. Azelyn bisa secara jelas melihat wajah pria itu dan ternyata dia bukanlah Kevin. Ingatan Azelyn memindai ke belakang ketika Laura berselingkuh dengan suaminya, dan juga rumor gadis itu tidur dengan Kean. Sekarang Laura juga bermain dengan lelaki lain? Azelyn menahan napas merasa jijik melihat Laura yang masih berada di pelukan pria asing itu. Azelyn berjala
Setelah semua karyawan kembali ke tempat duduk masing-masing. Azelyn berniat pergi juga, tetapi langkahnya terhenti ketika tak sengaja melihat seorang karyawan wanita sedang fokus mendesain. Azelyn penasaran dan melihat desain milik karyawan wanita itu, dirinya merasa takjub. Setiap garis yang dibuat oleh wanita itu benar-benar mendetail. Meski hanya sebuah gambar, tetapi wanita itu benar-benar menaruh semua perasaannya dalam setiap goresan. Azelyn merasa kagum hingga terdiam memperhatikan, membuat wanita itu menghentikan pekerjaannya dan melirik ke arah Azelyn. "Maaf, aku mengganggumu, ya? Gambarmu benar-benar bagus, sampai membuatku terpaku," puji Azelyn dengan mata berbinar. "Sepertinya kamu lumayan tahu tentang desain, ya," ucap Wanita itu kembali fokus menggambar. Azelyn hanya tertawa kecil mendengarnya. Wanita itu terdiam sebentar. Dia mengambil sebuah buku usang dan memberikannya pada Azelyn. "Itu yang kugambar saat SMA, aku tak menyangka akan berguna untuk proyek d
Azelyn langsung menggeleng cepat menjawab pertanyaan atasannya itu. Pria itu berjalan masuk ke dalam lift masih menatap dingin padanya. "Semoga dia tak mendengar pembicaraanku di telepon tadi," batin Azelyn sambil menggenggam erat ponselnya setelah mematikan panggilan secara mendadak. Azelyn menggeser posisinya mencoba menjaga jarak pada Kean. Dia tak ingin berada dekat dengan pria yang secara sembarangan menyentuhnya. Apalagi Kean adalah pria yang menyebut dirinya murahan. Kean melirik tingkah laku Azelyn yang bersikap aneh dan menjaga jarak dengannya. "Ada apa denganmu?" tanya Kean melirik pada Azelyn yang bergeser sedikit demi sedikit menjauh darinya. Kean merasa terganggu dengan tingkah wanita itu. Dia langsung mempersempit jarak membuat Azelyn terpojok. Dirinya menempatkan tangannya di samping kepala Azelyn dan membungkuk. "Apa kamu mencoba menantangku?" kata Kean sambil menatap Azelyn tajam.Azelyn melebarkan matanya saat Kean secara perlahan mendekatkan wajahnya s
Beberapa hari berlalu, akhirnya hari pesta topeng tiba. Kean mengendarai mobil sportnya meninggalkan halaman apartemen. Beberapa menit kemudian Azelyn keluar dari apartemen dan berjalan menuju halte bus. Dia memiliki rencana bersama temannya hari ini. Kean berangkat bersama Lino menuju pesta. Dia menggunakan setelan jas berwarna navy beserta topeng hitam yang menutup wajah tampannya. Saat sampai di sana, beberapa karyawan dari perusahaannya sudah datang. Ada banyak tamu undangan dari perusahaan lain juga turut meramaikan pesta tersebut. Kean memarkirkan mobilnya lalu segera memasuki aula pesta bersama Lino. Baru saja melangkah masuk, mereka disambut dengan dekorasi yang sangat indah dan mewah. Bahkan langkah mereka dihiasi dengan karpet merah. Aula pesta itu benar-benar luas bahkan terdiri dari beberapa lantai. Padahal aula pesta ini adalah salah satu ruangan yang terletak di dalam perusahaan Marvino. Selain memiliki banyak ruangan, bahkan setiap ruangannya tersedia makanan d
Laura menatap tajam ke arah Nona Marvino. Dia merasa gadis itu sengaja menarik tangan kakaknya agar gagal menangkap dirinya. Allen berjalan melewati adiknya dan mencoba melihat keadaan Laura yang terduduk lemah di lantai. "Maaf, sepertinya aku menabrakmu terlalu keras, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Allen sambil menyodorkan tangannya untuk membantu gadis itu bangun. Laura berniat meraih tangan Allen, tetapi lagi-lagi Nona Marvino menarik tangan kakaknya agar tak tersentuh. "Bukankah aku memberikan tanganku lebih dulu, Nona? Harusnya Anda mempertimbangkan kebaikan hatiku." Nona Marvino tersenyum remeh sambil mengatakan kalimat itu. Laura memandang sinis lalu terpaksa memegang tangan Nona Marvino untuk membantunya bangkit. Gaun yang digunakan Laura sudah tercampur wine sehingga warna putihnya tercampur dengan warna merah. Semua orang memandanginya dari atas sampai bawah dan menatapnya kasihan. Laura merasa dipermalukan oleh sang bintang pesta ini di depan semua orang. "Kenapa
Nona Marvino menerima tawaran Kevin untuk berdansa. Gadis itu menyodorkan tangannya sehingga pria itu tersenyum kemudian mengecup pucuk tangan garis itu pelan. Kevin membawa wanita itu ke tengah pesta dan mulai menari bersama. Dia menyeringai melihat gadis di hadapannya ini ternyata sangat mudah untuk digoda. Allen dan Kean menonton penampilan itu dari lantai atas. Semua orang terfokus melihat betapa indahnya setiap gerakan yang dilakukan oleh sang bintang pesta. Kean hanya menonton sekilas lalu kembali duduk. "Bukankah adikku terlihat semakin cantik ketika berdansa? Akan sangat menyenangkan bahwa lelaki itu adalah kamu," ucap Allen sambil memperhatikan adiknya. "Sepertinya adikmu lebih tertarik pada salah satu karyawanku," ucap Kean sambil membersihkan bibirnya dengan tisu. "Saranku, lebih baik jangan pria itu," lanjutnya. "Kalau gitu bagaimana kalau denganmu?" tawar Allen lagi. Kean mengangkat tangannya mengisyaratkan penolakan. Allen hanya menghela napas pasrah atas pe