Takdir Cinta Sejati

Takdir Cinta Sejati

last updateLast Updated : 2022-09-06
By:   Ae-ri Puspita  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
21Chapters
1.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Scan code to read on App

Synopsis

Sudah tiga tahun Airah dan Bagas menjalin cinta, hingga di Anniversary yang ke-4, Airah memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Bagas sosok pria yang keras kepala tidak menerima keputusan sang kekasih, hingga ia meminta alasan dibalik keputusan kekasihnya. "Jika aku memberitahumu alasannya, apa kamu mau mengakhiri hubungan ini?" "TIDAK. Aku tidak akan pernah melakukannya." Airah meneguk ludahnya, takut. Mengambil tangan kanan Bagas seraya membawanya ke perutnya yang masih terlihat rata. "Ada sosok yang butuh ayah di sini." Bagas mengerutkan keningnya." Apa maksudmu?" "Aku hamil, sudah satu bulan. Dan pria itu adalah Ayah dari bayi ini."

View More

Latest chapter

Free Preview

Keputusan

Cinta terdengar indah, tapi kadang menyakitkan. Apalagi jika cinta itu sudah tak dapat dipertahankan lagi. Ego dalam menjalani sebuah percintaan, hanya akan berakhir dengan kepedihan. Berbohong dalam menjalani percintaan hanya akan berakhir dengan penyesalan. Terus apa yang harus dilakukan? Jawabnya, hanya satu MENGAKHIRI. *** Berkali-kali ia menghembuskan napas gusar. Bukankah itu sebuah pilihan yang berat? Sebuah keputusan yang sama sekali tak ingin ia putuskan, ada ribuan rasa yang tengah berkecamuk dalam rongga dadanya kini. Haruskah ia mengambil langkah itu? Tak adakah pilihan lain selain itu? Atau itu adalah teguran untuknya dari Yang Maha Kuasa atas perbuatannya selama ini? Airah menggelengkan kepala. Bukankah semua yang terjadi dan yang akan terjadi adalah ketetapan dari yang Maha Kuasa? Tak ada yang bisa menolak barang satu pun. Termasuk dirinya. [ Aku sudah ada di luar] Satu pesan masuk. Airah membereskan segala peralatan tulisnya, memasukkan ke dalam tas ransel...

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
21 Chapters
Keputusan
Cinta terdengar indah, tapi kadang menyakitkan. Apalagi jika cinta itu sudah tak dapat dipertahankan lagi. Ego dalam menjalani sebuah percintaan, hanya akan berakhir dengan kepedihan. Berbohong dalam menjalani percintaan hanya akan berakhir dengan penyesalan. Terus apa yang harus dilakukan? Jawabnya, hanya satu MENGAKHIRI. *** Berkali-kali ia menghembuskan napas gusar. Bukankah itu sebuah pilihan yang berat? Sebuah keputusan yang sama sekali tak ingin ia putuskan, ada ribuan rasa yang tengah berkecamuk dalam rongga dadanya kini. Haruskah ia mengambil langkah itu? Tak adakah pilihan lain selain itu? Atau itu adalah teguran untuknya dari Yang Maha Kuasa atas perbuatannya selama ini? Airah menggelengkan kepala. Bukankah semua yang terjadi dan yang akan terjadi adalah ketetapan dari yang Maha Kuasa? Tak ada yang bisa menolak barang satu pun. Termasuk dirinya. [ Aku sudah ada di luar] Satu pesan masuk. Airah membereskan segala peralatan tulisnya, memasukkan ke dalam tas ransel
last updateLast Updated : 2022-06-23
Read more
Maaf
Tak ada satu pun yang dapat menolak, ketika takdir sudah menetapkan dua hati untuk berpisah. (Airah~ Bagas) **** Pagi menjelang siang, wanita itu masih bergeming menatap kosong di balik jendela. Menatap pepohonan yang tumbuh segar di area dekat kamarnya dengan buku yang berada dalam pangkuannya. Perdebatannya dengan Bagas tadi malam membuat rasa bersalah bersemayam dalam dadanya. "Jika kamu ingin mengakhiri hubungan ini, silahkan kamu akhiri sendiri. Tapi ingat! Aku tidak akan pernah mau mengakhiri hubungan ini apa pun yang terjadi!" "Bahkan jika aku sudah menikah? Bahkan jika aku sudah menjadi istri orang lain, Gas?" "Arrrggg." Bagas menjambak rambutnya frustasi. "Beri aku alasan kenapa kamu ingin menikah dengan pria itu? Aku bahkan tidak mendapat jawaban apa pun dari Ayah dan Ibumu. Jangan membuatku semakin gila dengan keputusan tiba-tibamu ini." Bagas menatap Airah dengan wajah dan mata yang terliha
last updateLast Updated : 2022-06-24
Read more
Sama Terlukanya
Alhubbu kal harbi, minas sahli an tus’ilaha, walaakin minas sha’bi an tukhmidaha. (Cinta itu laksana sebuah perang, amat mudah mengobarkannya, namun amat sulit untuk memadamkannya) Anonim *** Lebih dari setengah jam menunggu, hingga pintu bercat coklat susu di depan mereka, akhirnya terbuka. Tiga orang yang tengah duduk di kursi panjang depan ruangan tersebut bergegas berdiri dan menghampiri sosok pria berbadan gempal itu. "Bagaimana keadaan anak saya dok?" Kekhawatiran tampak jelas di kedua bola mata paruh baya tersebut. "Dia baik-baik saja, untunglah lukanya tidak terlalu dalam, " balas pria ber-snelli putih panjang di depannya sambil mengulas senyuman. "Bisa saya lihat anak saya, Dok?" tanya Nia. "Silahkan, kalau begitu saya pamit diri, kalau ada apa-apa Bapak Ibu bisa panggil saya. " Mereka mengangguk, tak lupa mengucapkan terima kasih. Ketiganya memasuki ruangan, menghampiri sosok yang tengah
last updateLast Updated : 2022-06-30
Read more
Gundah
Aku merindukanmu seperti matahari yang merindukan bulan. ~ Airah~ *** Hampir mendekati dua belas bulan wanita itu meninggalkan kota metropolitan, dengan berbagai perasaan yang berkecamuk dia kembali menginjakkan kakinya di kota itu. Kota yang membawanya pada kenangan masa silam. Airah menatap Arunika dengan bulir bening yang berjatuhan, cahayanya memancarkan warna ke orengan dari ufuk timur hingga mengenai dinding kaca kamarnya. Sejuknya udara pagi tak dapat menyejukkan hatinya yang tengah dilipat gejolak yang berkecamuk. "Jadi kapan berangkat ke kampusnya, Ra?" Wanita itu terperanjat kaget saat Sintia tiba-tiba sudah berada di dalam kamarnya. Berjalan mendekat dan menyimpan nampan makanan dan minuman yang ia bawa di atas nakas. Airah menoleh sekilas. "InsyaAllah besok, Bu," balasnya, kembali menatap pepohonan di balik jendela. Sintia menghampirinya. Membalikkan tubuh Airah kemudian menggenggam tangan sang anak dengan lembut dia berujar, "Apa kamu yakin dengan keputusanmu in
last updateLast Updated : 2022-07-04
Read more
5. Terluka
"Saya mengerti kekhawatiran Bapak, Ibu," ucap Dokter Andi dengan suara tenang. "Setelah melakukan serangkaian tes dan pemeriksaan, saya bisa mengatakan bahwa kondisi anak Bapak Ibu baik-baik saja. Untungnya, lukanya tidak terlalu dalam. Untuk itu, tidak ada yang perlu Bapak dan Ibu khawatirkan," jelas dokter yang mengenakan jas putih panjang itu, diiringi dengan senyuman lembut yang seakan menghapus kecemasan yang sempat menggantung. Mendengar penjelasan tersebut, barulah ketiganya bisa bernapas lega, seolah beban yang mengganjal di dada mereka sedikit terangkat. Namun, meski rasa cemas itu mereda, masih ada sedikit kekhawatiran yang terpancar di mata masing-masing, sebagai pertanda bahwa mereka belum sepenuhnya bisa mengusir bayang-bayang ketakutan yang sempat menghantui. "Terima kasih banyak, Dok," ucap Nia dengan suara yang bergetar, matanya yang lelah tampak berkaca-kaca, seolah menahan emosi yang tak terungkapkan. "Bisa saya lihat anak saya, Dok?" tanyanya penuh harap, tatapan
last updateLast Updated : 2022-07-05
Read more
6. Perubahan
"Alhamdulillah," ucap Nia dengan suara penuh syukur, ia bergegas merengkuh Bagas ke dalam pelukan hangatnya. Dengan lembut, tangannya yang penuh kasih sayang mengelus punggung sang anak. "Bu!" Bagas membalas pelukan Nia. Pelukan hangat seorang ibu membawanya ke dalam kehangatan dan rasa aman, seolah semua masalah dan kelelahan yang ia rasakan sebelumnya menguap begitu saja. Meski Bagas tak bisa memungkiri, rasa sakit yang ia rasakan kini bukan lagi pada pergelangan tangannya, melainkan pada hatinya. Dada Bagas terasa sesak, seolah ada beban berat yang terus menindihnya, membuat setiap tarikan pasokan oksigen pun enggan masuk ke paru-parunya. Airah, nama wanita itu, terus menghantui pikirannya. Wajahnya, senyumnya, tawanya—semuanya masih begitu jelas terpatri dalam ingatannya, seperti bayangan yang tak bisa ia lepaskan. "Maafkan Bagas, Bu, " katanya dengan suara bergetar, air mata mulai mengalir di pipinya. Ia semakin erat memeluk tubuh sang ibu kala sakit itu lagi-lagi menyeran
last updateLast Updated : 2022-07-06
Read more
7. Mimpi Buruk
Butiran hujan perlahan membasahi ibu kota, mengguyur semesta dengan gemuruh derasnya. Pohon-pohon basah, dedaunan yang bergoyang, bunga yang layu, tiang listrik yang berdiri kaku, hingga atap-atap gedung yang menjulang tinggi—semuanya berselimut dingin air hujan. Titik-titik bening itu terus berjatuhan, menghantam jendela kacanya, seolah mengetuk lembut, ingin menjadi saksi bisu kesedihan yang tak terucapkan. Menghela napas berat, tangan lentiknya terayun perlahan, menutup jendela kamarnya yang mulai dipenuhi embun. Suara dentingan kaca yang tertutup terdengar lembut, seolah menandai akhir dari pertarungannya dengan malam. Dengan langkah pelan, ia berjalan menuju mokki beds yang bersisian dengan tempat tidurnya. Setiap pijakan kakinya terasa berat, seakan membawa beban hati yang tak terlihat. Di sana, ia berhenti sejenak, membiarkan keheningan malam menyelimuti dirinya, sementara pikirannya terus berputar dalam pusaran rasa yang tak pernah mampu ia ungkapkan. Seulas senyuman tipis te
last updateLast Updated : 2022-07-07
Read more
8. Kecanggungan
Seulas senyuman lembut terbit dari bibirnya, menyapa dunia dengan kehangatan, saat matanya tertumbuk pada dua sosok yang ia sayangi, tengah tertidur pulas dalam damai. Dengan langkah pelan, hampir tak terdengar, Airah beranjak menuju kamar mandi. Mengambil wudhu dengan penuh khusyuk, lalu beranjak untuk melaksanakan salat malam. Dalam kesunyian malam yang mencekam, di antara desah nafas yang lirih, ia menemukan ketenangan yang telah lama ia cari, seperti oase di tengah gurun pasir. Denting jam yang tak pernah berhenti berdetak, terus berputar dalam keheningan, hingga cahaya fajar perlahan merayap keluar dari ufuk timur, menandakan bahwa malam yang panjang akhirnya berakhir, dan hari baru siap menyapa. Sayup-sayup, suara adzan terdengar mengalun merdu, menyentuh relung hati dari benda pipih milik Airah, seperti panggilan lembut yang tak bisa diabaikan. Adzan itu membangunkan sesosok wanita tua yang terlelap dalam tidur panjangnya. "Sudah salat, Ra?" Suara lembut itu menghantam keheni
last updateLast Updated : 2022-07-08
Read more
Masih Mencintai
Cinta adalah penyakit yang tidak ada kebaikan dan balasannya. Ali bin Abi Thalib. *** Lamat-lamat mata sendu wanita itu terbuka. Mengerjapkan, guna menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah plafon putih rumah sakit. “Alhamdulillah, akhirnya kamu sudah bangun.” Airah menoleh ke samping mendapati raut khawatir seorang pria. Kesadaran wanita itu belum pulih sepenuhnya. Ia memperhatikan sekitar, matanya seketika membulat saat menyadari akan sesuatu. Bagas. “Airah, kamu mau ke mana?” tanyanya saat melihat si wanita turun dari ranjang dan memakai sandal swallow miliknya. Adnan menahan tangannya saat ia hendak menarik handle pintu kamar. “Mas, apa yang kamu lakukan?” “Tubuhmu belum terlalu pulih. Kamu harus istirahat.” Airah menggeleng, bagaimana bisa ia istirahat disaat pria yang ia cintai tengah terluka parah. “Aku tidak apa-apa, Mas.” Airah melepas paksa cekala
last updateLast Updated : 2022-08-01
Read more
Memori
Aku hanya bisa mengenang kisah kita bersama, disaat aku sudah tak bisa lagi menggapaimu. Bagas Gunawan Basri *** Kelopak mata itu perlahan terbuka. Mengerjap berulang kali guna menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk. Aroma obat-obatan langsung tercium oleh indera penciumannya. "IBU! Mas Bagas sudah sadar." Terdengar suara nyaring. "Bagas! Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Nak." Pria itu diam masih mencerna."Airah, mana Bu?" tanyanya. "Wanita itu tidak ada, Bagas. Dia bahkan tidak mempedulikan bagaimana keadaanmu. Jadi, ibu mohon berhentilah mencarinya, ya?" Bagas tak menjawab. Dia merasa bahwa Airah baru saja datang menjenguknya dan berceloteh berbagai hal seperti biasanya. "Bagas, apa ada yang sakit? Yang mana yang sakit, Nak?" tanya Nia khawatir saat melihat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata sang putra. "Bisa ibu panggilkan Airah untukku?" Rindu tampak jelas di kedua bola mata Bagas. Mata Nia berkaca
last updateLast Updated : 2022-08-02
Read more
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status