Share

Gundah

Penulis: Ae-ri Puspita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-04 10:23:13

Aku merindukanmu seperti matahari yang merindukan bulan. ~ Airah~

***

Hampir mendekati dua belas bulan wanita itu meninggalkan kota metropolitan, dengan berbagai perasaan yang berkecamuk dia kembali menginjakkan kakinya di kota itu. 

Kota yang membawanya pada kenangan masa silam.

Airah menatap Arunika dengan bulir bening yang berjatuhan, cahayanya memancarkan warna ke orengan dari ufuk timur hingga mengenai dinding kaca kamarnya. Sejuknya udara pagi tak dapat menyejukkan hatinya yang tengah dilipat gejolak yang berkecamuk. 

"Jadi kapan berangkat ke kampusnya, Ra?" Wanita itu terperanjat kaget saat Sintia tiba-tiba sudah berada di dalam kamarnya. 

Berjalan mendekat dan menyimpan nampan makanan dan minuman yang ia bawa di atas nakas.

Airah menoleh sekilas. "InsyaAllah besok, Bu," balasnya, kembali menatap pepohonan di balik jendela.

Sintia menghampirinya. Membalikkan tubuh Airah kemudian menggenggam tangan sang anak dengan lembut dia berujar, "Apa kamu yakin dengan keputusanmu ini?"

Airah mengangguk, tersenyum." InsyaAllah, Bu."

"Maafkan Ibu, Nak. Ibu tidak bisa melakukan apa pun untukmu saat ini." Airah menggeleng. Menatap wanitanya dengan lembut. 

"Semua yang sudah terjadi adalah kehendak dari yang Maha Kuasa, Bu. InsyaAllah, semua ini adalah ketetapan dari-Nya."

"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (Q.S Al-Baqarah: 153)

"Tapi ibu--"

"Hussshh, sudahlah, Bu. Apa pun yang terjadi kita serahkan saja pada Allah." Airah membawa tubuh Sintia  yang tengah menangis tersedu-sedu ke dalam pelukannya. 

Wanita itu juga sama merasakan apa yang tengah Ibunya rasakan. Tetesan-tetesan air matanya terus berjatuhan mengenai kedua pipinya yang terlihat makin tirus itu. 

Pagi beranjak siang, siang beranjak sore dan sore beranjak malam. Tapi, wanita itu masih setia menatap hamparan rerumputan yang bergoyang akibat tertiup angin malam di depan kaca kamarnya. Airah menghela napas pelan saat bayangan-bayangan masa lalu silih berganti berseliweran dalam benaknya. 

Tangan lentik itu kembali bergerak, merangkai kata pada keyboard laptop di pangkuannya. Sesekali jari-jemari itu tampak terhenti, saat ide tersendat dalam pikirannya. 

"Terkadang kamu perlu menyadari, bahwa seseorang ditakdirkan untuk ada di hatimu, tapi tidak di hidupmu…"

Alunan suara keyboard laptop terdengar lembut, layar laptop berpendar-pendar, huruf demi huruf terus diuntai menjadi bait kalimat yang indah. Hingga untaian kalimat  itu harus ter-jada saat gangguan dering HP terdengar. 

Airah melirik sekilas, menghela napas saat melihat nama si penelepon. Airah abai. Ia kembali fokus pada layar laptop di depannya. Tapi lagi-lagi terhenti saat bunyi pesan masuk berkali-kali–yang membuatnya mau tak mau membuka pesan tersebut. 

[Hafsyah merindukan Umminya, Ra] Itu pesan dari Adnan. 

Lagi. Airah menghela panjang dan menyadarkan punggungnya pada tembok. Wanita itu kembali menoleh menatap pepohonan yang tumbuh rindang dan menjulang tinggi di depan kamarnya. 

***

Suara adzan subuh menyentaknya dari alam mimpi ke alam nyata. Ia membangunkan tubuhnya secara perlahan. Entah jam berapa matanya terpejam hingga tak sadarkan diri, 

tidur berlantai dengan laptop yang sudah kehabisan cas. 

Airah melangkah gontai masuk ke dalam kamar mandi, berwudhu kemudian melaksanakan kewajibannya kepada Yang Maha Kuasa. 

Tepat saat kabut turun membungkus sekitar, cahaya matahari menerobos dedaunan, Ia pun telah bersiap. Melangkah turun menuju dapur di sana sudah ada ibunya yang tampak sibuk menyiapkan sarapan pagi. 

Sarapan bersama. Suara sendok, garpu, dan celotehan anak  ibu itu memenuhi ruang makan minimalis mereka. 

"Mau berangkat kuliah sekarang?" tanya Sintia saat Airah menghampirinya yang lagi mencuci peralatan masak di wastafel.

"Aku mau jenguk Hafsyah di rumah sakit dulu, Bu. Baru berangkat ke kampus." 

"Yasudah, kalau begitu kamu sekalian bawa bekal itu." Sintia menunjuk dengan dagunya, rantang susun yang sudah ia sediakan.

Setelah pamit kepada kedua orang tuanya, Airah bergegas menuju rumah sakit. Hanya memakan waktu sekitar 30 menit kendaraan yang wanita itu tumpangi sampai di tempat tujuan.

Setelah mengucap salam, Airah menghampiri sosok mungil yang tengah terlelap di atas pembaringan. Malaikat kecilnya. Airah mengecup keningnya penuh sayang.

"Maafkan bunda sayang. Maaf karena jarang menjengukmu, " sesalnya disertai dengan bulir bening yang berlomba-lomba berjatuhan dari pelupuk matanya. 

Bunyi decitan pintu membuat wanita itu menghapus jejak air matanya lalu menoleh ke arah sumber suara.

Airah kembali memusatkan perhatiannya pada bayi kecilnya saat melihat siapa yang datang. Sosok pria dengan tubuh tinggi atletis dibalut snelli putih lengang pandek menghampiri ranjang sang buah hati. 

"Mau sampai kapan kamu menciuminya seperti itu?" tanya Adnan sambil meletakkan sebuah bingkisan buah di atas nakas.

Airah mendengus. Apa salahnya menciumi anak sendiri? 

"Sampai aku puas," balasnya. Kembali melayangkan ciuman pada pipi chubby putih mulus bak bakpao yang tampak tak terganggu dalam tidurnya. 

"Kamu akan membangunkannya kalau kamu terus menciuminya seperti itu."

Airah seakan tuli, tak mempedulikan ucapan pria yang tengah berdiri di sisi ranjang. 

Adnan menggeleng percuma, bahkan sampai mulutnya berbusa pun wanita itu takkan mendengar ucapannya. 

Ia memandang lamat-lamat wajah cantik yang tengah tertidur pulas. Wajahnya sangat mirip dengan Ayahnya. 

Hafsyah Khairunnisa nama yang  Adnan berikan yang memiliki arti sebaik-baik wanita yang selalu berusaha agar hidupnya dapat bermanfaat untuk banyak orang. Airah  berharap kelak bayi kecilnya dapat memberi manfaat dan cerminan yang baik sebagai seorang wanita sholehah, sama seperti   namanya. 

"Dia sangat menggemaskan," gumamnya. Tak melepas pandangan pada bayi cantik itu. 

Sedangkan pria yang tengah duduk di sofa panjang sambil menyilangkan kaki dan bersedekap dada itu tengah menatapnya dalam diam. 

Ada desiran aneh pada lubuk hatinya. 

Menyadari tatapan tajam seseorang, Airah menoleh dengan kening yang tampak berkerut. 

"Kenapa Mas menatapku seperti itu?"

Adnan tersenyum simpul  kemudian menggelengkan kepala. 

Airah  mengangkat bahu tak acuh. 

"Itu bingkisan dari siapa, Mas?" tanya wanita itu sambil melihat bingkisan buah yang Adnan simpan tadi.

"Dari dokter Arvan. "

Airah mengangguk seraya melihat jam yang menempel di dinding sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi.

"Mau berangkat kuliah sekarang?"

Airah kembali menganggukkan kepalanya.

Adnan bangkit dari duduknya kemudian menghampiri tempat Hafsyah baring. 

"Aku sudah menghubungi Pak Abdul, beliau yang akan mengantarmu ke kampus."

"Nggak usah Mas, aku pesan gojek aja," tolak Airah halus sambil mengenakan tas punggungnya

 Adnan menggeleng. "Aku tidak mau terjadi sesuatu pada bundanya anakku, " sahutnya. Mengulas sebuah senyuman. 

Beberapa saat mereka saling bertatapan, sebelum Airah memutus kontak mata mereka lebih dulu. 

"Bunda berangkat kuliah dulu, ya, Nak. InsyaAllah, nanti bunda ke sini lagi." Ia mengecup pucuk kepala sang buah hati seraya melangkah meninggalkan ruangan itu. 

Adnan menghela napas panjang. Ada kehampaan mengiringi kepergian wanita itu. 

"Apa kamu masih merindukannya?" gumamnya. Melihat pintu kamar yang sudah tertutup rapat. 

Bab terkait

  • Takdir Cinta Sejati   5. Terluka

    "Saya mengerti kekhawatiran Bapak, Ibu," ucap Dokter Andi dengan suara tenang. "Setelah melakukan serangkaian tes dan pemeriksaan, saya bisa mengatakan bahwa kondisi anak Bapak Ibu baik-baik saja. Untungnya, lukanya tidak terlalu dalam. Untuk itu, tidak ada yang perlu Bapak dan Ibu khawatirkan," jelas dokter yang mengenakan jas putih panjang itu, diiringi dengan senyuman lembut yang seakan menghapus kecemasan yang sempat menggantung. Mendengar penjelasan tersebut, barulah ketiganya bisa bernapas lega, seolah beban yang mengganjal di dada mereka sedikit terangkat. Namun, meski rasa cemas itu mereda, masih ada sedikit kekhawatiran yang terpancar di mata masing-masing, sebagai pertanda bahwa mereka belum sepenuhnya bisa mengusir bayang-bayang ketakutan yang sempat menghantui. "Terima kasih banyak, Dok," ucap Nia dengan suara yang bergetar, matanya yang lelah tampak berkaca-kaca, seolah menahan emosi yang tak terungkapkan. "Bisa saya lihat anak saya, Dok?" tanyanya penuh harap, tatapan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-05
  • Takdir Cinta Sejati   6. Perubahan

    "Alhamdulillah," ucap Nia dengan suara penuh syukur, ia bergegas merengkuh Bagas ke dalam pelukan hangatnya. Dengan lembut, tangannya yang penuh kasih sayang mengelus punggung sang anak. "Bu!" Bagas membalas pelukan Nia. Pelukan hangat seorang ibu membawanya ke dalam kehangatan dan rasa aman, seolah semua masalah dan kelelahan yang ia rasakan sebelumnya menguap begitu saja. Meski Bagas tak bisa memungkiri, rasa sakit yang ia rasakan kini bukan lagi pada pergelangan tangannya, melainkan pada hatinya. Dada Bagas terasa sesak, seolah ada beban berat yang terus menindihnya, membuat setiap tarikan pasokan oksigen pun enggan masuk ke paru-parunya. Airah, nama wanita itu, terus menghantui pikirannya. Wajahnya, senyumnya, tawanya—semuanya masih begitu jelas terpatri dalam ingatannya, seperti bayangan yang tak bisa ia lepaskan. "Maafkan Bagas, Bu, " katanya dengan suara bergetar, air mata mulai mengalir di pipinya. Ia semakin erat memeluk tubuh sang ibu kala sakit itu lagi-lagi menyeran

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-06
  • Takdir Cinta Sejati   7. Mimpi Buruk

    Butiran hujan perlahan membasahi ibu kota, mengguyur semesta dengan gemuruh derasnya. Pohon-pohon basah, dedaunan yang bergoyang, bunga yang layu, tiang listrik yang berdiri kaku, hingga atap-atap gedung yang menjulang tinggi—semuanya berselimut dingin air hujan. Titik-titik bening itu terus berjatuhan, menghantam jendela kacanya, seolah mengetuk lembut, ingin menjadi saksi bisu kesedihan yang tak terucapkan. Menghela napas berat, tangan lentiknya terayun perlahan, menutup jendela kamarnya yang mulai dipenuhi embun. Suara dentingan kaca yang tertutup terdengar lembut, seolah menandai akhir dari pertarungannya dengan malam. Dengan langkah pelan, ia berjalan menuju mokki beds yang bersisian dengan tempat tidurnya. Setiap pijakan kakinya terasa berat, seakan membawa beban hati yang tak terlihat. Di sana, ia berhenti sejenak, membiarkan keheningan malam menyelimuti dirinya, sementara pikirannya terus berputar dalam pusaran rasa yang tak pernah mampu ia ungkapkan. Seulas senyuman tipis te

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • Takdir Cinta Sejati   8. Kecanggungan

    Seulas senyuman lembut terbit dari bibirnya, menyapa dunia dengan kehangatan, saat matanya tertumbuk pada dua sosok yang ia sayangi, tengah tertidur pulas dalam damai. Dengan langkah pelan, hampir tak terdengar, Airah beranjak menuju kamar mandi. Mengambil wudhu dengan penuh khusyuk, lalu beranjak untuk melaksanakan salat malam. Dalam kesunyian malam yang mencekam, di antara desah nafas yang lirih, ia menemukan ketenangan yang telah lama ia cari, seperti oase di tengah gurun pasir. Denting jam yang tak pernah berhenti berdetak, terus berputar dalam keheningan, hingga cahaya fajar perlahan merayap keluar dari ufuk timur, menandakan bahwa malam yang panjang akhirnya berakhir, dan hari baru siap menyapa. Sayup-sayup, suara adzan terdengar mengalun merdu, menyentuh relung hati dari benda pipih milik Airah, seperti panggilan lembut yang tak bisa diabaikan. Adzan itu membangunkan sesosok wanita tua yang terlelap dalam tidur panjangnya. "Sudah salat, Ra?" Suara lembut itu menghantam keheni

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-08
  • Takdir Cinta Sejati   Masih Mencintai

    Cinta adalah penyakit yang tidak ada kebaikan dan balasannya. Ali bin Abi Thalib. *** Lamat-lamat mata sendu wanita itu terbuka. Mengerjapkan, guna menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah plafon putih rumah sakit. “Alhamdulillah, akhirnya kamu sudah bangun.” Airah menoleh ke samping mendapati raut khawatir seorang pria. Kesadaran wanita itu belum pulih sepenuhnya. Ia memperhatikan sekitar, matanya seketika membulat saat menyadari akan sesuatu. Bagas. “Airah, kamu mau ke mana?” tanyanya saat melihat si wanita turun dari ranjang dan memakai sandal swallow miliknya. Adnan menahan tangannya saat ia hendak menarik handle pintu kamar. “Mas, apa yang kamu lakukan?” “Tubuhmu belum terlalu pulih. Kamu harus istirahat.” Airah menggeleng, bagaimana bisa ia istirahat disaat pria yang ia cintai tengah terluka parah. “Aku tidak apa-apa, Mas.” Airah melepas paksa cekala

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-01
  • Takdir Cinta Sejati   Memori

    Aku hanya bisa mengenang kisah kita bersama, disaat aku sudah tak bisa lagi menggapaimu. Bagas Gunawan Basri *** Kelopak mata itu perlahan terbuka. Mengerjap berulang kali guna menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk. Aroma obat-obatan langsung tercium oleh indera penciumannya. "IBU! Mas Bagas sudah sadar." Terdengar suara nyaring. "Bagas! Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Nak." Pria itu diam masih mencerna."Airah, mana Bu?" tanyanya. "Wanita itu tidak ada, Bagas. Dia bahkan tidak mempedulikan bagaimana keadaanmu. Jadi, ibu mohon berhentilah mencarinya, ya?" Bagas tak menjawab. Dia merasa bahwa Airah baru saja datang menjenguknya dan berceloteh berbagai hal seperti biasanya. "Bagas, apa ada yang sakit? Yang mana yang sakit, Nak?" tanya Nia khawatir saat melihat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata sang putra. "Bisa ibu panggilkan Airah untukku?" Rindu tampak jelas di kedua bola mata Bagas. Mata Nia berkaca

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-02
  • Takdir Cinta Sejati   Rindu 2

    Kita berpijak pada bumi yang sama, menatap langit yang sama, juga pada perasaan rindu yang sama. Tapi, mengapa kita tak dapat bersama-sama? ~Rintihan hati dua insan yang dilanda rindu~ *** Airah menghentikan bacaan Alqurannya saat mendengar ketukan pada pintunya. "Unda, boleh Asya masuk." Ia menyunggingkan sebuah senyuman saat mendengar suara teduh tersebut. "Boleh sayang masuklah!" Hafsyah berlari ke pangkuan Airah saat pintu itu dibuka oleh Sintia. "Yasudah, ibu ke bawah, ya?" Airah tersenyum, mengangguk. "Kok, belum tidur sih, Nak?" tanyanya, mengelus lembut pucuk kepala sang anak. Hafsyah menggeleng." Nggak bisa tidul unda." Kening Airah mengerut." Kenapa tidak bisa tidur, hm?" "Abi biasanya bacain Asya dongeng sebelum tidul." "Jadi, anak bunda yang satu ini mau dibacain dongeng, ya?" Hafsyah mengangguk cepat—ia tersenyum. "Biasanya Abi bacain dongeng apa untuk Hafsyah?" Hafsyah mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu. Ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-03
  • Takdir Cinta Sejati   Bayangan

    Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia. Ali bin Abi Thalib *** "Gue kira Lu nggak bakalan datang," seloroh Fikri. Bagas tersenyum tipis tak menanggapi ocehan sang sahabat. "Lu yakin mau main?" tanya Dani. Pria itu tahu betul kalau sahabatnya itu belum pulih total. Bagas mengangguk seraya melepas jaket denim jeans black-nya. Mereka bermain hampir dua jam lebih. Peluh telah membasahi keempat pria itu. Tapi tak ada satu pun yang berniat untuk berhenti bermain. "Oper ke gue. Oper ke gue." Aziz berteriak menyuruh Dani mengoper bola ke arahnya. Dani pun mengoper bola tersebut ke arahnya. "Yessss," teriak Aziz saat berhasil memasukkan bola itu ke ring basket. Keempat pria tersebut terkapar letih di atas lantai sambil berselonjoran. "Kira-kira sudah berapa lama kita nggak main bareng, ya?" tanya Fikri. "Sekitar dua tahun," jawab Aziz cepat

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-04

Bab terbaru

  • Takdir Cinta Sejati   Pernyataan

    Allah SWT berfirman dalam (Surah Asy-Syu’arah : 78-82) yang artinya : Yaitu yang telah menciptakan aku, maka Dia yang memberi petunjuk kepadaku, dan yang Memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku, dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan yang sangat kuinginkan akan mengampuni keselahanku pada hari kiamat.” *** Perlahan mata sayu itu terbuka. Lamat-lamat ia mengerjap guna menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah plafon berwarna putih. Airah merasakan denyut sakit di kepalanya, di sebelah bagian tangan kanannya terdapat selang infus yang terpasang. Pintu ruangan terbuka. Menampilkan sosok Anya dan seorang dokter laki-laki setengah baya menghampirinya. Anya berhambur memeluk tubuh sang sahabat. “Alhamdulillah, Ra, kamu sudah sadar.” Ia merenggangkan pelukannya. “Apa kamu masih merasa pusing?” Airah mengangguk. ”Iya sedikit pusing.” Mata bening Ai

  • Takdir Cinta Sejati   Kisah Kesabaran Nabi Ayyub as

    "Allah melimpahkan setiap ujian-Nya padamu karena Allah percaya bahwa kamu bisa dan mampu dalam melewatinya. " ~Nur Airah Nih~ *** Jam telah menunjukkan pukul lima sore. Janjian, hari ini Airah dan Anya akan bertemu di Kafe tempat biasa mereka nongkrong. "Assalamu'alaikum, maaf, ya, Ra, aku telat." Airah memutar bola mata malas. Kebiasaan." Wa'alaikumussalam, aku dah nunggu satu jam lebih, loh." Anya menggeser kursi dan duduk di depannya."Iya, maaf banget. Tadi tiba-tiba ada urusan penting di Rumah Kasih Cinta. Maaf, ya. Ra," sesalnya sambil mengatupkan kedua telapak tangannya di dada. "Rumah kasih cinta?" Anya mengangguk." Rumah khusus buat pengidap penyakit kanker," sahutnya seraya melambaikan tangan ke pramusaji. Lagu Kupu-kupu Cinta--Sigma pun mengalun merdu. Menemani makan sore mereka. "Hm, An." Anya mendongak melihat wanita di depannya sambil memasukkan mie goreng ke mulutnya. "Boleh aku ikut dengan

  • Takdir Cinta Sejati   Melamar

    "Masa lalu tak hanya memberikan kenangan, namun juga mengenalkanmu akan makna kehidupan." Anonim. *** Waktu berputar seiring dengan roda jam yang berdetak, tak terasa sudah empat tahun sembilan bulan wanita itu meninggalkan bangku perkuliahan. Lulus dengan nilai cumlaude. Ternyata menjadi seorang sarjana itu tidaklah mudah, seperti dugaan sebagian orang. Ada banyak tuntutan dan tanggung jawab yang harus mereka hadapi. Salah satunya, mencari pekerjaan. Sebagian orang berpendapat bahwa menjadi sarjana akan lebih mudah atau memiliki pegangan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik nantinya. Misalnya, menjadi pegawai pemerintahan, mungkin. Mindset tersebut harus mereka ubah. Menjadi sarjana adalah proses kemandirian diri. Bagaimana mereka dituntut untuk lebih kuat mental lagi dalam menghadapi persaingan dunia kerja. Wanita itu pernah bekerja di salah satu minimarket. Hingga cibiran itu pun berdatangan satu per satu. "Sarjana kok, cuma kerja di minimarket. Sayang, Mbak title

  • Takdir Cinta Sejati   Layaknya Fatimah Az-zahra Dan Siti Hawa

    Aku tidak bisa menjadi layaknya Fatimah Az-zahra yang mencintaimu dalam dalam diam, tapi izinkan aku menjadi layaknya Siti Hawa yang rela menunggumu hingga ajal ini menjemput. Nur Airah Nih *** "Apa Lu nggak tahu kalau dia sudah tidak di Indonesia lagi?" Air mata tak dapat ia bendung lagi. Hatinya terlalu sakit seakan ada ribuan anak panah yang menembus jantungnya. Jika saja Dani tak memberitahunya, mungkin saja dia tidak akan pernah tahu kalau pria tersebut sudah pergi. Benar-benar pergi meninggalkannya. Airah meremas kuat dadanya, perih. Cintanya kini telah pergi meninggalkan perasaan yang masih utuh untuknya. Meninggalkan ribuan kenangan yang masih ia simpan rapat dengan sempurna dalam sanubarinya. Kini, dia hanya bisa meratapi kepergian pria itu dalam doa yang sering dirinya langitkan. Berharap agar pria itu baik-baik saja di sana. Bunyi ketukan pintu menyadarkannya dari lamunan. Gegas, dia menyeka air

  • Takdir Cinta Sejati   Selamat Tinggal

    Benci bukan berarti aku tidak peduli. Bagas Gunawan Basri *** Rahang dan tangannya sama-sama ikut mengeras, menatap tajam pria yang dengan lancangnya menghina wanitanya. Wanitanya? Jika saja pria itu tidak sadar bahwa hubungan mereka sudah berakhir, mungkin saja pria bernama Tomi itu sudah babak belur di tangannya. "Dani!" Pria yang dipanggil namanya tersebut menghela napas berat. Dia paham betul masalah pelik antara sang sahabat dengan mantan kekasihnya itu, yang sialnya masih dicintai oleh sahabatnya. "Gue nggak ngerti deh sama kalian. Kalau kalian masih sama-sama suka, kenapa tidak balikan saja," ucap Fikri seraya menyeruput secangkir kopi. "Itu sama aja Lu nyuruh gue masuk kandang singa. Secinta apa pun gue sama dia. Gue enggak mau jadi perusak rumah tangga orang. Gue masih punya harga diri." Tegas Bagas. Aziz dan Fikri mengangguk paham. "Tapi gue masih nggak ngerti, kenapa Airah tega nyelingkuhin Lu." Ba

  • Takdir Cinta Sejati   Rumor

    "Ketika kepercayaan dirusak, kata maaf sudah tak ada artinya lagi." Anonim *** Suara petir menggelegar diiringi suara gemuruh hujan yang turun membasahi bumi Pertiwi. Suara adzan subuh pun telah terdengar mengalun merdu seantero jagat raya membangunkannya dari tidur lelap. Airah menyingkap selimut yang membungkus tubuhnya seraya bergegas masuk ke dalam kamar mandi, berwudhu dan melaksanakan salat subuh. Tepat saat matahari menyingsing, dia telah siap dengan balutan gamis grey polos yang senada dengan warna jilbab lebarnya. Melangkah turun, menuju meja makan. Di sana kedua orang tuanya telah duduk manis di kursi masing-masing. Selepas sarapan, dia gegas pamit kepada kedua orang tuanya. Menuju kampus. Setibanya di tempat tujuan, wanita itu mengernyit heran saat melihat para mahasiswa yang menatapnya sedemikian rupa. Apa ada yang salah? Airah menelisik penampilannya sendiri. Tidak ada. "Pantas sekarang berjilbab. Cuma kedok belaka." "Cih, sok su

  • Takdir Cinta Sejati   Cemburu

    Aku memang masih sering meneteskan air mata atas takdir perpisahan cinta kita, bukan karena aku menginginkanmu kembali, tapi karena aku menginginkan kelapangan hati untuk bisa melihatmu bersama dengan yang lainnya. Perih memang tapi harus kulakukan. Bagas Gunawan Basri *** "Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa jatuh dari motor seperti itu?" cecar Airah seraya duduk di samping Bagas, menyerahkan obat yang baru saja ia ambil dari Depo Farmasi. "Hanya keserempet mobil yang menyerobot melawan arah, " balasnya tak acuh sembari menerima obat yang diberikannya. Airah mendengus. "Dan orang itu tidak bertanggung jawab." "Hanya luka kecil." Bagas bangkit berdiri. Airah mengikuti. Mengekori langkah Bagas seperti anak ayam yang mengikuti induknya. "Apa kamu yakin tidak perlu dipapah?" tanya Airah balik. Dia meringis melihat Bagas yang berjalan terseok-seok sambil memenangi sebelah kakinya yang sakit. "Tidak perlu. " Beb

  • Takdir Cinta Sejati   Kecelakaan

    Jadilah seperti lilin, agar engkau mengerti apa itu cinta dan ikhlas yang sebenarnya. Rabi'ah Adawiyah *** Kicauan burung kenari saling bersahutan di atas rimbunan pepohonan. Bertasbih memuji Allah Azza Wa Jalla . Rerumputan hijau bergoyang seirama dengan hembusan angin. Arunika pun telah memancarkan cahayanya di atas horizon sebelah timur, hingga menampilkan kehidupan alam semesta dengan hiruk-pikuknya keramaian umat manusia. "Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun" (QS. Al-Isra:44). Airah melengkungkan senyuman saat melihat anak-anak kecil yang ia perkirakan seumur dengan Hafsyah tengah berkejaran-kejaran dengan riang gembira. Anak perempuan yang bermain perosotan dengan ibunya, dan anak laki-laki yang bermain bola dengan

  • Takdir Cinta Sejati   Masih Dengan Perasaan Yang Sama

    Cinta meninggalkan ingatan yang tidak dapat dicuri oleh siapa pun, tetapi terkadang meninggalkan sakit hati yang tidak dapat disembuhkan oleh siapa pun. ~Anonim. *** Cinta itu laksana sayatan pedang yang menghujam, tembus masuk ke dalam ulu hati, sekuat apa pun sang pencinta untuk melepaskan belenggu sayatan pedang itu, akan sia-sia, jika hati dan jiwanya masih terpaut pada sang kekasih hati. Tidak mudah memang melepaskan sangkar memori yang terus bergentayangan dalam ingatan karena dia layaknya memori internal yang menyimpan banyak kenangan masa lalu tersimpan utuh jauh ke dalam cranium dan terbungkus rapat oleh selaput otak yang kuat. “Bagaimana caranya aku memberitahumu, bahwa berbicara denganmu dapat menyembunyikan segala yang ada di hatiku.” Kristal bening yang menumpuk dari pelupuk matanya, kini jatuh bercucuran membasahi kedua pipinya. “Aku sangat merindukanmu Bagas.” Kepalanya mendongak, memandangi cahaya rembulan di langit malam sana. Di langit yang gelap gulita, bulan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status