"Aku istrinya," jawab Syifa.Kedua pria itu langsung tercengang dan menilai penampilan Syifa sekilas. "Kamu ....""Namaku Syifa. S-Y-I-F-A."Mendengarnya, kedua orang itu kembali terpelongo. Syifa tertawa dan bertanya, "Memangnya reuni kalian hari ini nggak boleh bawa keluarga?""Ah, bukan begitu," jawab pria itu."Kalau begitu aku masuk dulu." Syifa membawa tasnya dan masuk ke dalam bar yang penuh sesak.Sebagai pusat perhatian, Billy dikelilingi oleh banyak orang yang berbincang dan menyapanya. Syifa merasa tidak ingin bergabung dalam keramaian itu, jadi dia memilih untuk duduk di sebuah sudut untuk menjauh dari hiruk-pikuk.Suasana bar jadi lebih berisik dari biasanya. Billy yang mungkin merasa kepanasan, lantas melepaskan jasnya dan menggantungnya di lengan. Namun tak lama kemudian, sebuah tangan menyambut jas tu sambil berkata, "Biar kubantu pegang."Billy menghindari tangannya. "Nggak usah, aku bisa pegang sendiri."Shifa tersenyum tipis dan berkata dengan lembut, "Lihat saja ora
Apakah ada persahabatan murni antara pria dan wanita? Syifa tidak tahu, dia hanya tahu bahwa Billy sepertinya juga sudah mulai mabuk.Alat penuang minuman di tangannya sudah lama menghilang. Mungkin air mineral di dalamnya sudah habis dan dia dikelilingi oleh beberapa orang yang berebut untuk menuangkan minuman ke gelasnya. Shifa yang masih dalam keadaan hamil, tidak bisa menahan sekelompok pemabuk ini. Meskipun dia sudah berusaha menegur mereka cukup lama, tetap saja tidak ada yang peduli.Billy terpaksa minum beberapa gelas lagi dan langkahnya menjadi agak goyah. Syifa berdiri, "Maaf, aku mau lihat Billy dulu."John juga tidak mengatakan hal-hal aneh lagi dan mengangguk, "Pergilah."Syifa segera berjalan menghampiri Billy. Gelas di tangan Billy baru saja diisi ulang, tetapi langsung direbut oleh Syifa."Hei, siapa perempuan ini?"Syifa tidak peduli dengan hal lain. Dia hanya memegang lengan Billy dan bertanya, "Billy, kamu nggak apa-apa?"Billy memandangnya dengan saksama sejenak seb
Shifa tertegun sejenak, tetapi kemudian langsung membalas, "Aku dan Billy sudah berteman selama lebih dari 20 tahun. Semua orang tahu, kami ini cuma teman baik! Bu Syifa kenapa harus berpikiran sempit begitu? Kalau begitu, semua orang cuma boleh berteman dengan sesama jenis saja. Semua hubungan dengan lawan jenis pasti akan disalahartikan."Syifa segera menjawab, "Tentu saja, berteman sama lawan jenis itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja harus ada batasan antara pria dan wanita, apalagi kalian berdua sudah menikah. Hal-hal seperti ini tetap perlu diperhatikan."Shifa tertawa sinis, "Nggak kusangka seorang dokter sepertimu bisa begitu perhitungan. Minggu lalu waktu kamu mengoperasiku, ada seorang dokter laki-laki yang masuk ke ruang operasi. Aku sudah menolak, tapi apa yang kamu bilang? Kamu bilang, dokter itu nggak memandang gender.""Itu karena dokter laki-laki itu adalah ahli anestesi.""Lalu apa bedanya? Aku perempuan, dia laki-laki, dan ini operasi kebidanan. Bukankah seharusnya j
Entah itu karena kepercayaan atau karena merasa tidak ada yang disembunyikan, ponsel Billy tidak memiliki pengaturan kata sandi. Mungkin juga dia berpikir bahwa Syifa tidak akan pernah memeriksa ponselnya?Sebenarnya, Syifa memang tidak pernah punya kebiasaan untuk memeriksa ponsel Billy. Pertama, karena selama beberapa tahun ini, Billy memang seorang suami yang sempurna dan tidak ada hal mencurigakan. Kedua, Syifa menghormati privasi pribadi. Meskipun mereka adalah pasangan, setiap orang dewasa pasti memiliki rahasia kecilnya tersendiri.Namun, ponsel Billy terus-menerus bergetar sehingga membuat Syifa sulit untuk tidur. Akhirnya, dia mengambil ponsel itu dan mengetik balasan.[ Aku Syifa, Billy lagi mandi. Ponselnya ada padaku. Nanti kalau dia sudah selesai, aku akan minta dia untuk menghubungimu kembali. ]Setelah pesan itu terkirim, ponsel itu langsung menjadi sunyi.Ketika Billy keluar dari kamar mandi, dia melihat Syifa tampaknya sudah tertidur. Namun, dahinya terlihat agak berke
Prilly berseru dengan terkejut, "Apa?!""Baru empat minggu, aku baru periksa."Prilly terdiam.Syifa meletakkan tangannya dengan perlahan di perutnya. "Awalnya, aku mau beri tahu dia waktu ulang tahunnya sebagai kado. Tapi dilihat dari kondisinya sekarang, sepertinya ini bukan kabar baik baginya."Prilly merasa tidak tega dan akhirnya menghiburnya, "Sebenarnya ... belum tentu juga, 'kan? Shifa itu juga sedang hamil. Sesuka apa pun si Billy padanya, nggak mungkin dia mau jadi ayah tiri orang lain, 'kan? Menurutku, dia baik sekali padamu beberapa tahun ini.""Mungkin saja dia sudah nyerah dan memang ingin hidup bahagia sama kamu. Cuma karena kepulangan Shifa kali ini, dia jadi teringat sama kenangan masa mudanya. Wajar saja kalau dia jadi sentimental. Setelah Shifa itu pergi nanti, kalian masih bisa kembali lagi seperti dulu."Syifa membalas, "Apa masih bisa kembali seperti dulu?"Prilly terdiam.Cinta yang terpendam selama 20-an tahun diibaratkan bagai sebuah gunung es. Yang terlihat da
[ Ya. ]Wajah Syifa tersenyum semringah. Prilly yang merasa canggung, menimpali lagi.[ Tapi, kalau akhir-akhir ini kalian ... berhubungan intim, sebaiknya hati-hati ya. Usia kandungan masih kecil. Kamu sendiri dokter kandungan, pokoknya kamu lebih ngerti daripada aku. Hati-hati ya. ]Syifa membalas.[ Ya, aku tahu. ]Sambil menyetir, Billy bertanya sambil tertawa, "Kelihatannya senang sekali, lagi ngobrol sama siapa?""Prilly," jawab Syifa."Itu nama yang dikasih orang tuanya?" tanya Billy.Syifa tertawa sambil menjelaskan, "Bukan, dia yang ganti nama sendiri waktu umur 18 tahun. Keesokan harinya setelah ulang tahun, dia langsung pergi ganti nama tanpa menunggu sama sekali.""Kenapa?" tanya Billy."Waktu SMA pernah menjalani hubungan yang nggak menyenangkan dan terluka. Sejak saat itu, dia memutuskan nggak mau jatuh cinta, makanya ganti nama untuk buang sial."Billy berkomentar, "Sebenarnya nggak perlu sampai begitu, 'kan? Masa-masa remaja semua orang pasti pernah merasakan cinta pert
"Bu Syifa, butuh saran hukum dariku, nggak? Rumah yang dibeli setelah menikah tetap jadi harta bersama suami istri meskipun kamu yang bayar sepenuhnya. Kamu cuma punya hak milik setengah."Syifa membalas, "Maksudmu, Billy juga punya hak setengah, jadi kamu masih bisa mengacau di rumahku sesuka hatimu?"Shifa mengangkat bahunya dan berkata, "Kalau dibeli waktu lajang, berarti itu milikmu sendiri, nggak ada hubungannya sma Billy.""Bu Shifa mau bilang 'lajang' atau 'cerai'?""Mau itu lajang atau cerai, nggak ada bedanya dalam hal kepemilikan rumah. Bu Syifa, jangan salah paham. Aku cuma ingin mengingatkan tentang hukum pernikahan dan hak milik."Syifa tersenyum tipis, lalu menoleh ke Billy, "Kamu sudah lihat sendiri,'kan? Bu Shifa masih bisa berdebat dengan logika yang jelas denganku, itu berarti dia baik-baik saja."Billy berkata dengan perasaan bersalah, "Syifa ....""Ingat transfer 300 ribunya, aku masuk kamar dulu. Mengenai ruang tamu ... ini rumahmu, jadi kamu putuskan saja sendiri
Syifa merasa dirinya sangat hebat. Tidak peduli terjadi masalah apa, dia tetap bisa tidur dengan nyenyak. Padahal, tokoh utama wanita yang ada di drama TV selalu tidak bisa tidur karena merasa sedih.Prilly berkata, "Bagus dong. Itu artinya kamu punya pikiran yang jernih. Kalau aku punya kesadaran seperti ini dulu, mana mungkin aku nggak bisa tidur sebelum ujian masuk universitas dan prestasiku merosot."Ketika SMA, Prilly dan Syifa adalah juara kelas. Mereka selalu mendapat juara 1 atau 2. Kalau bukan Syifa yang juara 1, berarti Prilly yang juara 1. Bahkan, selisih nilai mereka dengan juara 3 sangat jauh.Pada akhir semester SMA 3, murid juara 3 tiba-tiba menyatakan cintanya kepada Prilly, bahkan mengejarnya dengan sepenuh hati. Tentunya, banyak momen romantis yang terjadi.Prilly yang baru berusia 17 atau 18 tahun tentu tidak tahan dengan perlakuan istimewa seperti itu. Dalam waktu kurang dari 2 bulan, dia jatuh ke pelukan pria itu.Para guru juga tahu tentang ini. Namun, karena kedu