Share

Bab 6 Apakah Ada Persahabatan Murni antara Pria dan Wanita?

"Aku istrinya," jawab Syifa.

Kedua pria itu langsung tercengang dan menilai penampilan Syifa sekilas. "Kamu ...."

"Namaku Syifa. S-Y-I-F-A."

Mendengarnya, kedua orang itu kembali terpelongo. Syifa tertawa dan bertanya, "Memangnya reuni kalian hari ini nggak boleh bawa keluarga?"

"Ah, bukan begitu," jawab pria itu.

"Kalau begitu aku masuk dulu." Syifa membawa tasnya dan masuk ke dalam bar yang penuh sesak.

Sebagai pusat perhatian, Billy dikelilingi oleh banyak orang yang berbincang dan menyapanya. Syifa merasa tidak ingin bergabung dalam keramaian itu, jadi dia memilih untuk duduk di sebuah sudut untuk menjauh dari hiruk-pikuk.

Suasana bar jadi lebih berisik dari biasanya. Billy yang mungkin merasa kepanasan, lantas melepaskan jasnya dan menggantungnya di lengan. Namun tak lama kemudian, sebuah tangan menyambut jas tu sambil berkata, "Biar kubantu pegang."

Billy menghindari tangannya. "Nggak usah, aku bisa pegang sendiri."

Shifa tersenyum tipis dan berkata dengan lembut, "Lihat saja orang-orang ini, mereka pasti nggak akan menyerah kalau nggak buat kamu mabuk. Berikan saja padaku, kamu fokus hadapi mereka."

Billy ragu-ragu sejenak, tetapi tidak menolaknya. Shifa mengambil jas itu dari lengan Billy dan terus memegangnya. Tiba-tiba, dia menarik lengan kemeja Billy dan mengangguk untuk memberi isyarat padanya.

Billy menunduk dengan patuh dan menyesuaikan tinggi badannya agar bisa mendekatkan telinganya ke bibir Shifa. Shifa membisikkan sesuatu di telinga Billy. Kemudian, terlihat kilatan cahaya yang tebersit di mata Billy. Dia tersenyum dan mengangguk ringan pada Shifa.

"Kalian bisik apaan?" tanya salah seorang.

Dengan kepribadiannya yang ceria, Shifa menjawab dengan lantang, "Kuberi tahu kalian ya, Billy ini di bawah perlindunganku. Kalian semua jangan sampai buat dia mabuk."

"Lho, Kak Shifa cemburu ya?"

Shifa menyergah dengan wajah tersipu, "Hush! Cemburu apanya?"

Billy mengerutkan alisnya. "Jangan asal bicara. Shifa sudah nikah, nggak lihat perutnya yang sudah membesar?"

Sekelompok teman sekelasnya ini tampaknya sangat takut terhadap Billy. Begitu Billy angkat bicara, tidak ada lagi yang berani bercanda. Semua orang langsung terdiam.

Sementara itu, seorang pria yang berdiri di samping Billy juga membelanya, "Kalian jangan keterlaluan. Jangan karena mabuk, jadi bicara sembarangan. Persahabatan Kak Billy dan Kak Shifa itu nggak akan bisa goyah."

"Iya nih, mereka berdua mau ke hotel sekalipun pasti cuma buat main game bareng. Kalian ini kebanyakan ngelantur."

Saat orang-orang sedang berbicara, Shifa menyelipkan sebuah gelas penuang minuman ke tangan Billy. Alat itu berisi cairan bening yang tampak seperti arak putih. Namun, Syifa yang memperhatikan dari kejauhan, melihat semuanya dengan jelas.

Ketika semua orang sedang mengobrol tadi, Shifa diam-diam mengosongkan arak dari gelas penuang minuman itu dan menggantinya dengan air mineral. Mengikuti gerakannya, Billy mengambil gelas penuang minuman itu dan mengisi gelasnya hingga penuh.

"Ayo, aku bersulang pada kalian semua."

"Bersulang untuk masa sekolah kita!"

"Bersulang untuk masa muda!"

Ternyata begitulah suasana saat reuni. Semua orang bernostalgia tentang masa-masa sekolah yang dulu terasa penuh dengan kenakalan dan kepolosan. Hampir semua orang mabuk dan terhuyung-huyung, kecuali Billy yang masih tetap terlihat sangat sadar meski wajahnya agak memerah.

Billy membuka kancing kerahnya, lalu menggulung lengan bajunya hingga ke siku. Dengan karet lengan berwarna biru tua yang terpasang di lengannya, Billy mendorong bingkai kacamata yang bertengger di batang hidungnya. Gerakannya ini tampak sangat tampan dan membuatnya terlihat semakin anggun.

Hanya saja, dia tiba-tiba mengernyit dan melihat ke sekelilingnya sejenak. Pandangannya jatuh pada seorang pria yang berdiri tidak jauh dari sana. Dia berjalan ke arah pria itu dan menendangnya. "Matikan rokokmu, Shifa lagi hamil."

Pria itu terkejut sejenak sebelum akhirnya bereaksi. Dia tersenyum canggung sambil mematikan rokoknya dan membuang puntungnya ke tong sampah.

"Maaf, Kak Billy. Aku lupa."

Billy memelototinya sekilas. "Lain kali ingat."

Orang itu langsung membungkuk dan tersenyum, "Oke, oke, aku mengerti."

"Nggak pernah lihat sosok Billy yang seperti ini, 'kan?" Tiba-tiba, di tempat duduk seberangnya tampak seorang pria yang menghampirinya. Entah sudah berapa lama pria itu duduk di seberangnya.

Syifa melihatnya sekilas. Pria ini tampaknya sepantaran dengan Billy, mungkin teman sekelas mereka juga. Rambutnya agak panjang, mengenakan kacamata berbingkai hitam, dan memiliki aura intelektual. Wajahnya terlihat ramah, mencerminkan kepribadian yang lembut.

"Siapa kamu?"

"Namaku John Satya."

Syifa berpikir sejenak, mencoba menghubungkan penampilan pria ini dengan percakapan yang baru saja dia dengar. Dengan nada agak ragu, dia bertanya, "John ...?"

John menunduk sambil tersenyum tipis, "Kamu tahu aku?"

"Tadi aku nggak sengaja dengar teman sekelasmu yang ngungkit namamu." Syifa menambahkan, "Kenapa kamu nggak minum sama mereka?"

Johan melambaikan tangannya. "Ada Billy."

"Kenapa kalau ada dia?"

John menghela napas, lalu berkata sambil tertawa ringan, "Waktu sekolah dulu Shifa pernah dekatin aku."

Syifa langsung mengerti bahwa pria ini adalah sahabat Billy yang disebutkan Erica.

"Kamu istri Billy ya?"

"Ya," jawab Syifa.

"Beruntung sekali Billy. Istrinya cantik dan anggun."

Syifa hanya menanggapinya dengan senyuman tipis dan tidak berkata apa pun lagi.

"Billy sudah banyak berubah sekarang. Waktu masih sekolah dulu, dia hebat sekali. Semua anak laki-laki di sekolah takut padanya."

"Oh ya?" tanya Syifa.

"Mungkin karena anak perempuan seusia itu memang suka sama laki-laki yang pintar berkelahi ya? Hampir semua murid perempuan suka padanya." John berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Kecuali Shifa."

Syifa menimpali, "Shifa suka padamu."

"Dia suka padaku?" John tertawa sinis mentertawakan dirinya sendiri, seakan-akan ucapannya menyiratkan sesuatu. "Belum tentu."

"Maksudnya?"

John tampaknya sudah agak mabuk. Dia mengangkat gelas anggur di depannya sambil melihat cairan bening di dalamnya. "Menurutmu, apa ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status