Shifa tetap tidak percaya. Dia mengulurkan tangan ke hadapan Billy. "Berikan ponselmu."Billy memejamkan matanya. "Jangan buat onar bisa?""Berikan padaku!" Melihat Billy yang tidak bergerak, Shifa langsung merogoh sakunya dan mengambil ponsel tersebut.Billy hendak menepiskan tangannya. Namun, mengingat kondisi Shifa yang sedang hamil saat ini, dia tidak berani mengerahkan tenaga terlalu kuat. Pada akhirnya, Billy hanya bisa melihat tangan Shifa yang berminyak diselipkan ke dalam sakunya dan mengambil ponselnya."Kamu lihat saja, aku mau mandi dulu."Billy langsung masuk ke kamar mandi. Air panas mengucur deras membasahi kepalanya. Bau alkohol di tubuhnya juga perlahan-lahan menguap. Billy merasa pikirannya sangat kacau sekarang.Sebelum hari ini, dia benar-benar berharap Syifa bisa menjalani kehidupan dengan baik. Bagaimanapun, memang Billy yang bersalah padanya terlebih dulu. Namun, tadi dia melihat bahwa kondisi Syifa tampak baik-baik saja. Dia masih sangat produktif dan percaya d
Billy menatap peta yang terpampang di layar ponsel. Itu bukan ponselnya, melainkan ponsel Shifa. Dia mengernyit dan bertanya, "Apa ini?""Rute pergerakanmu hari ini!" jawab Shifa."Kamu pasang aplikasi di ponsel buat memantau keberadaanku?" tanya Billy, benar-benar terkejut.Shifa memelototinya dan membalas, "Huh! Jangan kira aku nggak tahu. Kamu selalu pergi ke Rumah Sakit Sentosa sehabis pulang kerja. Untuk apa kamu ke sana? Kalau kamu begini terus, Syifa nggak akan rela melepasmu. Mengerti nggak, sih?"Billy berujar dengan jengkel, "Shifa, aku sudah berusaha memenuhi apa pun yang kamu mau. Tapi, aku juga butuh privasi!""Privasi macam apa? Kita sudah bersama. Setelah surat ceraimu keluar, kita bisa segera menikah. Untuk apa ada privasi bagi pasangan suami istri? Kecuali kalau pasangan mau selingkuh!" tandas Shifa.Billy tiba-tiba tertawa getir dan berucap, "Aku memang sudah selingkuh."Shifa membalas sambil cemberut, "Kita saling mencintai, jadi nggak bisa dibilang selingkuh. Yang
"Oh, aku format ulang ponselmu supaya semua jejaknya terhapus. Kamu nggak akan melihat apa pun yang berkaitan dengannya lagi," ujar Shifa.Kali ini, Billy tidak bisa bersabar lagi. Dia bertanya dengan marah, "Jadi, apa kamu menemukan bukti kami masih berkontak di ponselku?"Shifa tertawa kecil dan menjawab, "Nggak. Kamu nggak mengecewakanku, mantap!""Kalau begitu, kenapa kamu masih memformat ponselku?" tanya Billy.Shifa menepuk bahu Billy dan berucap sok bijak, "Ini demi kebaikanmu sendiri. Sebelum ini, kamu menyimpan fotoku di ponsel karena kamu nggak bisa melupakanku. Sekarang aku menghapus semua yang berkaitan dengannya di ponselmu supaya kamu nggak mengulangi kesalahan yang sama."Billy mengambil ponselnya dan terus menekan tombol home. Namun, sama sekali tidak ada respons dari ponselnya.Billy mencoba mematikan ponsel untuk menghentikan proses pemformatan. Begitu dihidupkan kembali, progress bar terus bergerak maju. 97%, 98%, 99%, 100%. Reset ke setelan pabrik berhasil! Billy m
Sebulan berlalu sebelum Syifa mendengar informasi tentang Billy dan Shifa lagi. Prilly datang ke rumah sakit dan khusus mendaftar sebagai pasien. Ketika melihat bahwa pasien yang masuk adalah sahabatnya, Syifa langsung bertanya dengan kaget, "Kamu hamil?" Prilly menutup pintu dengan punggung tangannya, lalu menepuk perutnya sambil tersenyum. "Kamu benaran hamil?" tanya Syifa makin panik. "Heheh! Jangan khawatir, yang ada di perutku ini hanya gosip, bukan janin," gurau Prilly. Dia duduk di seberang Syifa dan langsung bercerita, "Perusahaan Billy lagi dalam masalah besar, lho!" "Untuk apa kamu kasih tahu aku? Aku nggak paham masalah bisnis," ucap Syifa dengan datar. "Kamu tahu apa masalahnya?" tanya Prilly. Melihat Syifa diam saja, Prilly pun menjawab sendiri pertanyaannya, "Shifa mulai menggila. Dia buat keributan besar di perusahaan dengan menuduh sekretaris Billy merayu Billy. Satu perusahaan langsung heboh." Syifa mengingat-ingat sejenak sebelum bertanya, "Linda?" "Aku nggak
Syifa tidak punya energi untuk mengulik lebih jauh tentang apa yang terjadi pada Billy dan Shifa. Mendengar nama kedua orang itu tidak terlalu mengganggunya sekarang."Baik atau buruk, ini pilihannya sendiri. Asalkan dia merasa semua itu sepadan," ucap Syifa.Prilly membalas dengan sinis, "Sepadan? Aku nggak yakin Billy merasa ini sepadan. Semua yang terjadi belakangan ini hampir membuat Billy jadi bahan tertawaan orang-orang. Biar kuberi tahu ...."Syifa langsung menyela sahabatnya, "Tunggu, aku harus balik kerja dulu. Masih banyak pasien yang menunggu di luar."Prilly merasa sedikit bersalah karena sadar sudah mengambil waktu berobat pasien. Namun, nafsu bergosipnya terlalu besar.Akhirnya, Prilly berdiri dan berkata, "Aku tunggu di kantormu, ya."Sayangnya, hari ini Syifa kedatangan banyak pasien. Setelah lewat pukul 7 malam, dia baru sempat kembali ke kantor."Akhirnya datang juga," ucap Prilly sambil berdiri.Syifa memegangi pinggangnya sambil meringis dan berkata, "Maaf membuatm
"Haha! Menggelikan sekali, 'kan? Ini pertama kalinya aku ketemu orang seperti Billy. Mau bilang dia bodoh, tapi dia mampu mengelola perusahaan yang begitu sukses. Mau bilang dia nggak bodoh, tapi dia sudi melakukan hal setolol itu," ujar Prilly.Syifa berkata, "Mungkin karena cinta."Prilly mendengus dan berucap, "Aku gagal paham, sebenarnya apa yang Billy sukai dari Shifa? Permintaan wanita itu benar-benar keterlaluan!"Menurut Syifa, Shifa bisa bersikap seperti itu karena Billy memanjakannya."Intinya, tanggung jawab atas hal ini tetap akan ditimpakan ke Billy. Mantan ibu mertuamu sampai pingsan karena marah. Semua orang di lingkaran sosial juga sudah mengetahui hal ini," kata Prilly."Oh," sahut Syifa pendek.Prilly berkata, "Oh? Apa kamu nggak senang mendengar ini? Ayo jalan, kita rayakan hal ini. Waktu itu kita nggak jadi makan di restoran terkenal itu, kita ke sana lagi saja."Syifa menggeleng dan menyahut, "Restoran itu terlalu ramai, lagi pula kita pasti harus menunggu meja. K
Setibanya di sana, Syifa dan Prilly berbagi tugas. Syifa mencari tempat duduk, sedangkan Prilly mengambil nomor antrean.Restoran ini adalah restoran barat. Syifa merasa tempat ini bisa menjadi terkenal karena banyak tempat bagus untuk berfoto. Adapun rasa makanan, sepertinya agak kurang.Di depan pintu masuk, terpajang sebuah kereta labu. Banyak pemuda dan anak-anak yang berbaris untuk berfoto.Namun, sepertinya ada perselisihan yang terjadi di salah satu kereta labu itu. Dari kejauhan, Syifa mendengar suara yang nyaring, tetapi familier. "Kenapa anak muda seperti kalian begitu nggak tahu aturan? Kalian nggak tahu harus mengutamakan wanita hamil?"Di belakang, terlihat pula sesosok yang familier. Sama seperti biasa, tubuh pria itu tampak tegap. Namun, sepertinya dia menjadi agak kurus. Gelang yang membuat penampilannya makin berwibawa juga tidak dipakai lagi.Syifa mendapati lengan baju pria itu menjadi agak longgar. Mungkin pria itu tidak memakainya lagi karena kelonggaran.Shifa me
Prilly kebingungan. Dia bertanya, "Pria itu sudah punya istri, tapi gadis itu masih memotretnya?""Istri pria itu hamil. Istrinya tunggu di kursi, pria itu mengambil nomor antrean. Makanya, gadis itu nggak tahu kalau dia sudah punya istri.""Setelah tahu, dia langsung menghapus foto pria itu dan minta maaf dengan istrinya. Aku bisa lihat sikapnya sangat tulus kok. Dia gadis yang baik," jelas wanita itu."Ya sudah, berarti nggak ada masalah lagi. Setelah tahu, dia langsung minta maaf dan hapus foto. Kurang apa lagi? Namanya juga dia nggak tahu," ucap Prilly."Benar. Tapi, wanita itu nggak mau menerima permintaan maafnya. Dia mencari masalah sampai ke kereta labu, bahkan mengejarnya untuk memakinya. Dia bilang gadis itu ingin merayu suaminya. Sebenarnya gadis itu juga nggak ingin bertengkar dengannya, makanya dia pergi berfoto.""Tapi, wanita itu ngotot mencari masalah. Mentang-mentang dia lagi hamil, dia menyuruh orang mengalah padanya. Sebenarnya tujuannya cuma untuk memaki gadis itu