Dia tertawa getir sejenak, lalu mengembalikan sandaran kursi ke posisi semula dan menoleh untuk melihat ke luar jendela.Di bawah naungan pohon, Billy telah mengeringkan rambut Shifa, lalu membuang tisu ke tempat sampah di pinggir jalan. Kemudian, dia bertanya dengan penuh perhatian, "Punggungmu masih sakit hari ini?"Shifa mengeluh dengan nada sedih, "Sejak hamil, punggung dan leherku sering sakit, terutama waktu hujan. Oh ya, kamu pernah belajar pijat, 'kan? Nanti pijat aku di rumah ya."Oke.""Billy, kutanya kamu." Dengan nada manja, Shifa bertanya, "Dulu sebelum ujian akhir SMA, kamu masih meluangkan waktu untuk belajar pijat. Apa itu demi aku?"Billy menghela napas, lalu berkata, "Waktu itu lehermu sering sakit. Sudah hampir ujian akhir, tapi kamu malah terus mengeluh sakit. Gimana kalau sampai memengaruhi ujianmu?"Shifa mengerucutkan bibirnya. "Kamu ingin sekali masuk Universitas Northern bersamaku ya?""Omong kosong," jawab Billy sambil memutar bola matanya."Tapi kamu jelas-j
Prilly tidak mengatakan apa pun, hanya mengirimkan sebuah alamat.Mungkin karena telah memutuskan untuk tidak pernah jatuh cinta lagi, Prilly selalu bersikap tenang dalam melakukan apa pun. Emosinya juga sangat stabil. Jika Prilly sampai mengirimkan pesan untuk meminta bantuan dengan sepanik ini, berarti dia memang dalam masalah besar.Tanpa bertanya lebih jauh, Syifa langsung berkata pada sopir taksi, "Ke Gedung Cakrawala."Syifa tiba dengan terburu-buru. Saat membuka pintu mobil dan turun, dia melihat tidak ada kerumunan di sekitarnya. Semuanya tampak biasa-biasa saja. Dia menelepon Prilly dan bertanya, "Prilly, di mana kamu?""Starbucks. Setelah masuk, meja pertama sebelah kiri."Lantai satu dari Gedung Cakrawala adalah Starbucks, jadi dia mempercepat langkahnya ke sana. Begitu membuka pintu dan masuk, dia langsung melihat Prilly dan seorang pria muda."Prilly?"Begitu melihat Syifa, kedua mata Prilly langsung berbinar dan menariknya. Setelah itu, dia merangkul pinggang Syifa denga
Prilly meminta air hangat dari pelayan, lalu memberikannya kepada Syifa. "Ayo jalan, kubawa kamu periksa ke rumah sakit."Syifa ikut berdiri, lalu keduanya berjalan keluar dari kafe dan masuk ke mobil. Setelah itu, Prilly menyalakan mesin mobilnya dan bergegas untuk pergi. Namun, Syifa tiba-tiba menghentikannya, "Jangan ke rumah sakit."Prilly tidak setuju, "Kamu mau lihat seberapa pucatnya dirimu sekarang? Jangan keras kepala.""Aku sendiri dokter kandungan, untuk apa ke rumah sakit?"Prilly terdiam sejenak. "Benar juga, kemampuan medis dokter jaga saja mungkin nggak sehebat kamu."Syifa tertawa. "Ayo, pulang saja.""Kamu benaran nggak apa-apa? Jangan memaksakan diri. Kalau memang nggak sanggup, suntik pereda nyeri saja.""Prilly, aku nggak mau ke rumah sakit," balas Syifa."Aku mengerti. Itu tempat kerjamu, jadi kamu nggak mau lagi ke sana setelah jam pulang kerja. Tapi, kalau sakit begini juga bukan solusi, 'kan?""Billy dan Syifa lagi ada di sana," balas Syifa dengan lirih.Awalny
Saat pindah ke rumah Prilly, Syifa terlalu terburu-buru. Selain beberapa pakaian dan tas, pada dasarnya dia tidak membawa apa pun.Saat keluar dari rumah sakit hari ini, Syifa memayungi dirinya dengan tas. Namun, masih tetap ada beberapa bagian dari tubuhnya yang basah karena kehujanan. Rambutnya juga lumayan basah.Syifa tidak suka menggunakan tas kulit, jadi dia selalu membawa tas kain. Memang bisa digunakan untuk menghalangi hujan, tetapi tas itu akan basah kuyup. Tas yang sudah basah itu sudah pasti tidak akan sempat kering jika harus digunakan untuk berangkat kerja keesokan harinya.Semua barang lainnya memang masih bisa dibeli, tetapi tas ini bukanlah barang bermerek. Syifa membelinya dari kios jalanan. Dari mana Billy bisa mendapatkan tas yang sama persis dengan tas ini?Syifa menyadari, dia sudah tidak ingin lagi mencari tahu alasan di balik semua ini. Baik itu karena Billy merasa bersalah ataupun sedih karena kehilangan anaknya, Syifa sudah tidak ingin lagi punya kaitan apa p
Sore itu, Billy dan Shifa datang bersama-sama. Shifa menopang pinggangnya dengan satu tangan dan tangan lainnya mengelus perutnya yang telah membesar. Dia mengenakan pakaian hamil yang santai dan wajahnya telah menunjukkan tanda-tanda kehamilan.Tanda-tanda kehamilan membuat wajah seseorang menjadi agak bengkak. Namun karena wajah Shifa memang tirus sebelum hamil, bentuk wajahnya yang bulat sekarang justru terlihat lebih menarik. Wajahnya juga tampak segar dan merah merona. Jelas sekali dia mendapatkan perawatan yang sangat baik.Billy berjalan di sampingnya, dengan tangan kanan yang melindungi punggung Shifa dan tangan kirinya memegang tas. Selain itu juga ada sebuah tas termos yang tampaknya berisi kotak makan siang atau sejenisnya.Aulia juga terkejut melihat kedua orang itu. Kemudian, dia bergumam pelan, "Bukannya baru kemarin malam dia datang? Kenapa sekarang datang lagi ...."Rumah sakit ini tidak mungkin menolak pasien yang datang. Jadi, meskipun merasa bingung, Syifa hanya bis
Melihat Billy tidak mengatakan apa pun lagi, Shifa baru berbalik dan berkata pada Syifa, "Bu Syifa, kamu jangan keberatan. Sejak kecil, Billy memang suka begitu. Dia selalu memikirkan orang lain, jadi sering membuat orang salah paham. Jangan perhitungan dengannya, akan kunasihati dia setelah pulang nanti.""Salah paham?" tanya Syifa."Buat orang salah paham dia menyukai orang itu!" Senyuman Shifa semakin merekah, "Dulu waktu di sekolah juga begitu. Ada gadis yang nggak bawa payung waktu pulang sekolah, jadi dia berikan payungnya untuk gadis itu.""Gadis itu jadi salah paham karena masalah ini dan mengira Billy suka padanya! Gara-gara masalah begini, beberapa tahun masa muda gadis itu jadi sia-sia, 'kan? Niatnya memang baik, tapi akibatnya malah jadi buruk. Benar nggak, Bu Syifa?"Syifa menunduk dan tertawa sinis.Shifa bertanya, "Bu Syifa, seharusnya ucapanku ini sudah cukup jelas, 'kan?""Sangat jelas.""Baguslah kalau begitu. Aku suka sekali bicara sama orang cerdas, langsung bisa n
"Boleh." Syifa menambahkan kontaknya ke ponsel Shifa.Foto profilnya adalah foto Billy yang mengenakan seragam sekolah. Wajahnya tidak terlihat setampan dan sematang sekarang. Malahan, tampak agak kekanak-kanakan dan keras kepala, meskipun tetap menunjukkan aura yang anggun.Nama kontaknya adalah "MissingLly". Kangen Billy? Masih memikirkan Billy maksudnya?Syifa langsung mematikan layar ponselnya dan memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku jas putihnya.Shifa yang duduk di depannya tersenyum karena yakin bahwa Syifa telah melihat foto itu. "Di foto profil Billy ada aku. Aku merasa foto profil berduaan nggak menarik, jadi sebaiknya pakai foto pasangan saja.""Kalau sudah lama berpisah, kita jadi selalu ingin ketemu satu sama lain setiap saat dan di mana saja. Aku dan Billy memang sudah 30 tahun, tapi waktu bersama-sama, kami jadi kekanak-kanakan ...."Billy akhirnya tidak bisa bersabar lagi. Dia langsung menarik tangan Shifa dan berjalan keluar. "Sudah cukup, cepat pergi.""Tunggu
Bukan hanya datang dengan persiapan matang, Shifa memang sudah mempersiapkan segalanya sejak lama. Begitu kontak Syifa ditambahkan, dia langsung siap untuk membanjiri dengan postingan.Selama beberapa menit melihat ponselnya, Shifa sudah memposting beberapa unggahan lagi di berandanya. Kali ini tanpa teks, hanya gambar-gambar dalam bentuk sembilan kotak. Ada gambar gaun pengantin, pakaian tradisional, dan undangan pernikahan.Di akhir postingan, dia menambahkan.[ Tolong bantu pilih salah satu, aku bingung banyak sekali pilihan. ]Syifa langsung mengklik foto profilnya dan menyembunyikan postingan Shifa.Prilly akhirnya tiba di restoran dan memarkirkan mobilnya. Sesuai ekspektasi, restoran ini benar-benar viral. Padahal saat ini masih belum pukul tujuh, tapi antreannya sudah panjang sekali sampai di luar.Prilly menemukan tempat duduk dan meminta Syifa untuk duduk terlebih dahulu. "Dilihat dari antreannya, sepertinya bakal nunggu lama. Aku mau beli sedikit roti di minimarket di sebela