Prilly meminta air hangat dari pelayan, lalu memberikannya kepada Syifa. "Ayo jalan, kubawa kamu periksa ke rumah sakit."Syifa ikut berdiri, lalu keduanya berjalan keluar dari kafe dan masuk ke mobil. Setelah itu, Prilly menyalakan mesin mobilnya dan bergegas untuk pergi. Namun, Syifa tiba-tiba menghentikannya, "Jangan ke rumah sakit."Prilly tidak setuju, "Kamu mau lihat seberapa pucatnya dirimu sekarang? Jangan keras kepala.""Aku sendiri dokter kandungan, untuk apa ke rumah sakit?"Prilly terdiam sejenak. "Benar juga, kemampuan medis dokter jaga saja mungkin nggak sehebat kamu."Syifa tertawa. "Ayo, pulang saja.""Kamu benaran nggak apa-apa? Jangan memaksakan diri. Kalau memang nggak sanggup, suntik pereda nyeri saja.""Prilly, aku nggak mau ke rumah sakit," balas Syifa."Aku mengerti. Itu tempat kerjamu, jadi kamu nggak mau lagi ke sana setelah jam pulang kerja. Tapi, kalau sakit begini juga bukan solusi, 'kan?""Billy dan Syifa lagi ada di sana," balas Syifa dengan lirih.Awalny
Saat pindah ke rumah Prilly, Syifa terlalu terburu-buru. Selain beberapa pakaian dan tas, pada dasarnya dia tidak membawa apa pun.Saat keluar dari rumah sakit hari ini, Syifa memayungi dirinya dengan tas. Namun, masih tetap ada beberapa bagian dari tubuhnya yang basah karena kehujanan. Rambutnya juga lumayan basah.Syifa tidak suka menggunakan tas kulit, jadi dia selalu membawa tas kain. Memang bisa digunakan untuk menghalangi hujan, tetapi tas itu akan basah kuyup. Tas yang sudah basah itu sudah pasti tidak akan sempat kering jika harus digunakan untuk berangkat kerja keesokan harinya.Semua barang lainnya memang masih bisa dibeli, tetapi tas ini bukanlah barang bermerek. Syifa membelinya dari kios jalanan. Dari mana Billy bisa mendapatkan tas yang sama persis dengan tas ini?Syifa menyadari, dia sudah tidak ingin lagi mencari tahu alasan di balik semua ini. Baik itu karena Billy merasa bersalah ataupun sedih karena kehilangan anaknya, Syifa sudah tidak ingin lagi punya kaitan apa p
Sore itu, Billy dan Shifa datang bersama-sama. Shifa menopang pinggangnya dengan satu tangan dan tangan lainnya mengelus perutnya yang telah membesar. Dia mengenakan pakaian hamil yang santai dan wajahnya telah menunjukkan tanda-tanda kehamilan.Tanda-tanda kehamilan membuat wajah seseorang menjadi agak bengkak. Namun karena wajah Shifa memang tirus sebelum hamil, bentuk wajahnya yang bulat sekarang justru terlihat lebih menarik. Wajahnya juga tampak segar dan merah merona. Jelas sekali dia mendapatkan perawatan yang sangat baik.Billy berjalan di sampingnya, dengan tangan kanan yang melindungi punggung Shifa dan tangan kirinya memegang tas. Selain itu juga ada sebuah tas termos yang tampaknya berisi kotak makan siang atau sejenisnya.Aulia juga terkejut melihat kedua orang itu. Kemudian, dia bergumam pelan, "Bukannya baru kemarin malam dia datang? Kenapa sekarang datang lagi ...."Rumah sakit ini tidak mungkin menolak pasien yang datang. Jadi, meskipun merasa bingung, Syifa hanya bis
Melihat Billy tidak mengatakan apa pun lagi, Shifa baru berbalik dan berkata pada Syifa, "Bu Syifa, kamu jangan keberatan. Sejak kecil, Billy memang suka begitu. Dia selalu memikirkan orang lain, jadi sering membuat orang salah paham. Jangan perhitungan dengannya, akan kunasihati dia setelah pulang nanti.""Salah paham?" tanya Syifa."Buat orang salah paham dia menyukai orang itu!" Senyuman Shifa semakin merekah, "Dulu waktu di sekolah juga begitu. Ada gadis yang nggak bawa payung waktu pulang sekolah, jadi dia berikan payungnya untuk gadis itu.""Gadis itu jadi salah paham karena masalah ini dan mengira Billy suka padanya! Gara-gara masalah begini, beberapa tahun masa muda gadis itu jadi sia-sia, 'kan? Niatnya memang baik, tapi akibatnya malah jadi buruk. Benar nggak, Bu Syifa?"Syifa menunduk dan tertawa sinis.Shifa bertanya, "Bu Syifa, seharusnya ucapanku ini sudah cukup jelas, 'kan?""Sangat jelas.""Baguslah kalau begitu. Aku suka sekali bicara sama orang cerdas, langsung bisa n
"Boleh." Syifa menambahkan kontaknya ke ponsel Shifa.Foto profilnya adalah foto Billy yang mengenakan seragam sekolah. Wajahnya tidak terlihat setampan dan sematang sekarang. Malahan, tampak agak kekanak-kanakan dan keras kepala, meskipun tetap menunjukkan aura yang anggun.Nama kontaknya adalah "MissingLly". Kangen Billy? Masih memikirkan Billy maksudnya?Syifa langsung mematikan layar ponselnya dan memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku jas putihnya.Shifa yang duduk di depannya tersenyum karena yakin bahwa Syifa telah melihat foto itu. "Di foto profil Billy ada aku. Aku merasa foto profil berduaan nggak menarik, jadi sebaiknya pakai foto pasangan saja.""Kalau sudah lama berpisah, kita jadi selalu ingin ketemu satu sama lain setiap saat dan di mana saja. Aku dan Billy memang sudah 30 tahun, tapi waktu bersama-sama, kami jadi kekanak-kanakan ...."Billy akhirnya tidak bisa bersabar lagi. Dia langsung menarik tangan Shifa dan berjalan keluar. "Sudah cukup, cepat pergi.""Tunggu
Bukan hanya datang dengan persiapan matang, Shifa memang sudah mempersiapkan segalanya sejak lama. Begitu kontak Syifa ditambahkan, dia langsung siap untuk membanjiri dengan postingan.Selama beberapa menit melihat ponselnya, Shifa sudah memposting beberapa unggahan lagi di berandanya. Kali ini tanpa teks, hanya gambar-gambar dalam bentuk sembilan kotak. Ada gambar gaun pengantin, pakaian tradisional, dan undangan pernikahan.Di akhir postingan, dia menambahkan.[ Tolong bantu pilih salah satu, aku bingung banyak sekali pilihan. ]Syifa langsung mengklik foto profilnya dan menyembunyikan postingan Shifa.Prilly akhirnya tiba di restoran dan memarkirkan mobilnya. Sesuai ekspektasi, restoran ini benar-benar viral. Padahal saat ini masih belum pukul tujuh, tapi antreannya sudah panjang sekali sampai di luar.Prilly menemukan tempat duduk dan meminta Syifa untuk duduk terlebih dahulu. "Dilihat dari antreannya, sepertinya bakal nunggu lama. Aku mau beli sedikit roti di minimarket di sebela
Billy menunggu hingga pukul 11 malam, tetapi Syifa masih tetap belum keluar. Dia menghentikan seorang perawat muda dan bertanya, "Apa Dokter Syifa dari bagian kandungan masih ada?"Perawat itu tertegun sejenak, "Bu Syifa sudah pergi dari tadi.""Bukannya tadi dia lembur karena ada pasien gawat?""Oh, yang keguguran itu ya." Perawat itu melanjutkan, "Pendarahannya sudah dihentikan dan sudah diantar ke ruang ICU. Sekarang ada dokter jaga yang mengawasinya di ICU, jadi Bu Syifa sudah pulang duluan.""Aku dari tadi menunggunya di sini, tapi nggak melihatnya keluar."Perawat itu mengerjapkan matanya. "Kalau begitu aku kurang tahu. Tapi, rumah sakit kami ini ada pintu keluar dari samping, mungkin dia lewat sana."Ternyata Syifa sudah pulang. Syifa bahkan menggunakan pintu samping untuk menghindarinya. Billy tersenyum getir, lalu memejamkan matanya.Perawat itu bertanya, "Apa ada urusan kamu mencari Bu Syifa?""Aku ...." Billy menghentikan ucapannya sejenak, lalu bertanya, "Tadi kamu bilang,
Shifa tetap tidak percaya. Dia mengulurkan tangan ke hadapan Billy. "Berikan ponselmu."Billy memejamkan matanya. "Jangan buat onar bisa?""Berikan padaku!" Melihat Billy yang tidak bergerak, Shifa langsung merogoh sakunya dan mengambil ponsel tersebut.Billy hendak menepiskan tangannya. Namun, mengingat kondisi Shifa yang sedang hamil saat ini, dia tidak berani mengerahkan tenaga terlalu kuat. Pada akhirnya, Billy hanya bisa melihat tangan Shifa yang berminyak diselipkan ke dalam sakunya dan mengambil ponselnya."Kamu lihat saja, aku mau mandi dulu."Billy langsung masuk ke kamar mandi. Air panas mengucur deras membasahi kepalanya. Bau alkohol di tubuhnya juga perlahan-lahan menguap. Billy merasa pikirannya sangat kacau sekarang.Sebelum hari ini, dia benar-benar berharap Syifa bisa menjalani kehidupan dengan baik. Bagaimanapun, memang Billy yang bersalah padanya terlebih dulu. Namun, tadi dia melihat bahwa kondisi Syifa tampak baik-baik saja. Dia masih sangat produktif dan percaya d