Melihat Billy tidak mengatakan apa pun lagi, Shifa baru berbalik dan berkata pada Syifa, "Bu Syifa, kamu jangan keberatan. Sejak kecil, Billy memang suka begitu. Dia selalu memikirkan orang lain, jadi sering membuat orang salah paham. Jangan perhitungan dengannya, akan kunasihati dia setelah pulang nanti.""Salah paham?" tanya Syifa."Buat orang salah paham dia menyukai orang itu!" Senyuman Shifa semakin merekah, "Dulu waktu di sekolah juga begitu. Ada gadis yang nggak bawa payung waktu pulang sekolah, jadi dia berikan payungnya untuk gadis itu.""Gadis itu jadi salah paham karena masalah ini dan mengira Billy suka padanya! Gara-gara masalah begini, beberapa tahun masa muda gadis itu jadi sia-sia, 'kan? Niatnya memang baik, tapi akibatnya malah jadi buruk. Benar nggak, Bu Syifa?"Syifa menunduk dan tertawa sinis.Shifa bertanya, "Bu Syifa, seharusnya ucapanku ini sudah cukup jelas, 'kan?""Sangat jelas.""Baguslah kalau begitu. Aku suka sekali bicara sama orang cerdas, langsung bisa n
"Boleh." Syifa menambahkan kontaknya ke ponsel Shifa.Foto profilnya adalah foto Billy yang mengenakan seragam sekolah. Wajahnya tidak terlihat setampan dan sematang sekarang. Malahan, tampak agak kekanak-kanakan dan keras kepala, meskipun tetap menunjukkan aura yang anggun.Nama kontaknya adalah "MissingLly". Kangen Billy? Masih memikirkan Billy maksudnya?Syifa langsung mematikan layar ponselnya dan memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku jas putihnya.Shifa yang duduk di depannya tersenyum karena yakin bahwa Syifa telah melihat foto itu. "Di foto profil Billy ada aku. Aku merasa foto profil berduaan nggak menarik, jadi sebaiknya pakai foto pasangan saja.""Kalau sudah lama berpisah, kita jadi selalu ingin ketemu satu sama lain setiap saat dan di mana saja. Aku dan Billy memang sudah 30 tahun, tapi waktu bersama-sama, kami jadi kekanak-kanakan ...."Billy akhirnya tidak bisa bersabar lagi. Dia langsung menarik tangan Shifa dan berjalan keluar. "Sudah cukup, cepat pergi.""Tunggu
Bukan hanya datang dengan persiapan matang, Shifa memang sudah mempersiapkan segalanya sejak lama. Begitu kontak Syifa ditambahkan, dia langsung siap untuk membanjiri dengan postingan.Selama beberapa menit melihat ponselnya, Shifa sudah memposting beberapa unggahan lagi di berandanya. Kali ini tanpa teks, hanya gambar-gambar dalam bentuk sembilan kotak. Ada gambar gaun pengantin, pakaian tradisional, dan undangan pernikahan.Di akhir postingan, dia menambahkan.[ Tolong bantu pilih salah satu, aku bingung banyak sekali pilihan. ]Syifa langsung mengklik foto profilnya dan menyembunyikan postingan Shifa.Prilly akhirnya tiba di restoran dan memarkirkan mobilnya. Sesuai ekspektasi, restoran ini benar-benar viral. Padahal saat ini masih belum pukul tujuh, tapi antreannya sudah panjang sekali sampai di luar.Prilly menemukan tempat duduk dan meminta Syifa untuk duduk terlebih dahulu. "Dilihat dari antreannya, sepertinya bakal nunggu lama. Aku mau beli sedikit roti di minimarket di sebela
Billy menunggu hingga pukul 11 malam, tetapi Syifa masih tetap belum keluar. Dia menghentikan seorang perawat muda dan bertanya, "Apa Dokter Syifa dari bagian kandungan masih ada?"Perawat itu tertegun sejenak, "Bu Syifa sudah pergi dari tadi.""Bukannya tadi dia lembur karena ada pasien gawat?""Oh, yang keguguran itu ya." Perawat itu melanjutkan, "Pendarahannya sudah dihentikan dan sudah diantar ke ruang ICU. Sekarang ada dokter jaga yang mengawasinya di ICU, jadi Bu Syifa sudah pulang duluan.""Aku dari tadi menunggunya di sini, tapi nggak melihatnya keluar."Perawat itu mengerjapkan matanya. "Kalau begitu aku kurang tahu. Tapi, rumah sakit kami ini ada pintu keluar dari samping, mungkin dia lewat sana."Ternyata Syifa sudah pulang. Syifa bahkan menggunakan pintu samping untuk menghindarinya. Billy tersenyum getir, lalu memejamkan matanya.Perawat itu bertanya, "Apa ada urusan kamu mencari Bu Syifa?""Aku ...." Billy menghentikan ucapannya sejenak, lalu bertanya, "Tadi kamu bilang,
Shifa tetap tidak percaya. Dia mengulurkan tangan ke hadapan Billy. "Berikan ponselmu."Billy memejamkan matanya. "Jangan buat onar bisa?""Berikan padaku!" Melihat Billy yang tidak bergerak, Shifa langsung merogoh sakunya dan mengambil ponsel tersebut.Billy hendak menepiskan tangannya. Namun, mengingat kondisi Shifa yang sedang hamil saat ini, dia tidak berani mengerahkan tenaga terlalu kuat. Pada akhirnya, Billy hanya bisa melihat tangan Shifa yang berminyak diselipkan ke dalam sakunya dan mengambil ponselnya."Kamu lihat saja, aku mau mandi dulu."Billy langsung masuk ke kamar mandi. Air panas mengucur deras membasahi kepalanya. Bau alkohol di tubuhnya juga perlahan-lahan menguap. Billy merasa pikirannya sangat kacau sekarang.Sebelum hari ini, dia benar-benar berharap Syifa bisa menjalani kehidupan dengan baik. Bagaimanapun, memang Billy yang bersalah padanya terlebih dulu. Namun, tadi dia melihat bahwa kondisi Syifa tampak baik-baik saja. Dia masih sangat produktif dan percaya d
Billy menatap peta yang terpampang di layar ponsel. Itu bukan ponselnya, melainkan ponsel Shifa. Dia mengernyit dan bertanya, "Apa ini?""Rute pergerakanmu hari ini!" jawab Shifa."Kamu pasang aplikasi di ponsel buat memantau keberadaanku?" tanya Billy, benar-benar terkejut.Shifa memelototinya dan membalas, "Huh! Jangan kira aku nggak tahu. Kamu selalu pergi ke Rumah Sakit Sentosa sehabis pulang kerja. Untuk apa kamu ke sana? Kalau kamu begini terus, Syifa nggak akan rela melepasmu. Mengerti nggak, sih?"Billy berujar dengan jengkel, "Shifa, aku sudah berusaha memenuhi apa pun yang kamu mau. Tapi, aku juga butuh privasi!""Privasi macam apa? Kita sudah bersama. Setelah surat ceraimu keluar, kita bisa segera menikah. Untuk apa ada privasi bagi pasangan suami istri? Kecuali kalau pasangan mau selingkuh!" tandas Shifa.Billy tiba-tiba tertawa getir dan berucap, "Aku memang sudah selingkuh."Shifa membalas sambil cemberut, "Kita saling mencintai, jadi nggak bisa dibilang selingkuh. Yang
"Oh, aku format ulang ponselmu supaya semua jejaknya terhapus. Kamu nggak akan melihat apa pun yang berkaitan dengannya lagi," ujar Shifa.Kali ini, Billy tidak bisa bersabar lagi. Dia bertanya dengan marah, "Jadi, apa kamu menemukan bukti kami masih berkontak di ponselku?"Shifa tertawa kecil dan menjawab, "Nggak. Kamu nggak mengecewakanku, mantap!""Kalau begitu, kenapa kamu masih memformat ponselku?" tanya Billy.Shifa menepuk bahu Billy dan berucap sok bijak, "Ini demi kebaikanmu sendiri. Sebelum ini, kamu menyimpan fotoku di ponsel karena kamu nggak bisa melupakanku. Sekarang aku menghapus semua yang berkaitan dengannya di ponselmu supaya kamu nggak mengulangi kesalahan yang sama."Billy mengambil ponselnya dan terus menekan tombol home. Namun, sama sekali tidak ada respons dari ponselnya.Billy mencoba mematikan ponsel untuk menghentikan proses pemformatan. Begitu dihidupkan kembali, progress bar terus bergerak maju. 97%, 98%, 99%, 100%. Reset ke setelan pabrik berhasil! Billy m
Sebulan berlalu sebelum Syifa mendengar informasi tentang Billy dan Shifa lagi. Prilly datang ke rumah sakit dan khusus mendaftar sebagai pasien. Ketika melihat bahwa pasien yang masuk adalah sahabatnya, Syifa langsung bertanya dengan kaget, "Kamu hamil?" Prilly menutup pintu dengan punggung tangannya, lalu menepuk perutnya sambil tersenyum. "Kamu benaran hamil?" tanya Syifa makin panik. "Heheh! Jangan khawatir, yang ada di perutku ini hanya gosip, bukan janin," gurau Prilly. Dia duduk di seberang Syifa dan langsung bercerita, "Perusahaan Billy lagi dalam masalah besar, lho!" "Untuk apa kamu kasih tahu aku? Aku nggak paham masalah bisnis," ucap Syifa dengan datar. "Kamu tahu apa masalahnya?" tanya Prilly. Melihat Syifa diam saja, Prilly pun menjawab sendiri pertanyaannya, "Shifa mulai menggila. Dia buat keributan besar di perusahaan dengan menuduh sekretaris Billy merayu Billy. Satu perusahaan langsung heboh." Syifa mengingat-ingat sejenak sebelum bertanya, "Linda?" "Aku nggak