Saat akhir bulan, cuti tahunan Syifa juga telah berakhir. Setelah kesehatannya pulih, dia pun kembali bertugas. Para rekan di rumah sakit dan pasien hamil menyapanya dengan sangat ramah. Hanya Aulia yang mengetahui situasinya, beberapa kali tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya terdiam.Setelah Syifa kembali dari melakukan pemeriksaan rutin, dia melihat wajah Aulia sampai memerah karena berusaha menahan diri. Sambil tertawa kecil, Syifa berkata, "Katakan saja apa yang mau kamu katakan. Nggak usah menahan diri."Aulia akhirnya bertanya, "Bu Syifa, kamu benar-benar mau cerai sama suamimu?""Ya, tinggal langkah terakhir. Hanya perlu setengah jam di pengadilan agama untuk menyelesaikannya."Aulia tampaknya ingin mengatakan banyak hal, tetapi tidak tahu harus bagaimana mengungkapkannya. Pada akhirnya, dia hanya menatap Syifa sambil menggigit bibirnya. Syifa menepuk pundaknya, lalu berkata, "Nggak usah banyak mikir, ayo cepat kerja."Syifa mempertimbangkan dengan matang dan akhir
"Kenapa rasanya, dia sedang melihat mobil kita?" Sopir taksi itu juga menyadari hal ini dan merasa agak terkejut."Nggak kok," balas Syifa."Nggak, dia sedang melihat mobilku. Apa aku menyenggol mobilnya tadi? Nggak mungkin, kemampuan berkendaraku cukup mahir ...."Syifa bertanya, "Pak, waktu datang tadi Bapak lihat dia juga?""Iya! Dari tadi dia mandi hujan. Setelah aku jemput kamu dan berbalik ke arah sini, dia masih berdiri di tengah hujan. Makanya kubilang dia itu bodoh."Syifa menarik napas dalam-dalam dan menarik kembali pandangannya. "Pak, fokus nyetir saja, nggak usah lihat dia.""Eh, dia jalan ke arah sini!"Saat ini, Syifa benar-benar merasa sangat frustrasi dengan kemacetan yang selalu terjadi di depan rumah sakit.Memangnya untuk apa Billy datang? Apa dia akan mengetuk jendela mobil atau langsung membuka pintu taksi? Apa yang ingin dia katakan setelah mereka bertemu? Hubungan mereka sudah selesai, kenapa dia malah muncul di depan rumah sakit?Serangkaian pertanyaan berkele
Namun pada detik berikutnya, Syifa malah menyesal. Dalam hubungan mereka bertiga, Syifa tidak bersalah sedikit pun.Syifa telah menjalankan kewajibannya sebagai dokter kepada Shifa untuk menyelamatkan anak dalam kandungannya. Dia juga tidak berbelit-belit terhadap Billy dan langsung merestui hubungannya dengan orang yang dicintainya. Syifa tidak bersalah sama sekali, lalu kenapa dia harus bersembunyi?Mendengar suara keributan di belakang, sopir itu menoleh dan bertanya, "Ada apa?""Sakit pinggang, mau berbaring.""Kamu dokter ya?""Iya.""Pantas saja. Dokter selalu berdiri waktu melakukan operasi, pasti pinggang kalian sakit. Berbaringlah, di depan ada polisi lalu lintas yang mengatur kendaraan. Sebentar lagi kita sudah bisa bergerak.""Hm ...."Di sisi lain, Billy dan Shifa berjalan perlahan-lahan melewati sisi jendela itu. Mereka tidak menoleh, sehingga tidak melihat Syifa. Mereka perlahan naik ke trotoar dan berdiri di bawah naungan pohon di pinggir jalan. Billy mengeluarkan tisu
Dia tertawa getir sejenak, lalu mengembalikan sandaran kursi ke posisi semula dan menoleh untuk melihat ke luar jendela.Di bawah naungan pohon, Billy telah mengeringkan rambut Shifa, lalu membuang tisu ke tempat sampah di pinggir jalan. Kemudian, dia bertanya dengan penuh perhatian, "Punggungmu masih sakit hari ini?"Shifa mengeluh dengan nada sedih, "Sejak hamil, punggung dan leherku sering sakit, terutama waktu hujan. Oh ya, kamu pernah belajar pijat, 'kan? Nanti pijat aku di rumah ya."Oke.""Billy, kutanya kamu." Dengan nada manja, Shifa bertanya, "Dulu sebelum ujian akhir SMA, kamu masih meluangkan waktu untuk belajar pijat. Apa itu demi aku?"Billy menghela napas, lalu berkata, "Waktu itu lehermu sering sakit. Sudah hampir ujian akhir, tapi kamu malah terus mengeluh sakit. Gimana kalau sampai memengaruhi ujianmu?"Shifa mengerucutkan bibirnya. "Kamu ingin sekali masuk Universitas Northern bersamaku ya?""Omong kosong," jawab Billy sambil memutar bola matanya."Tapi kamu jelas-j
Prilly tidak mengatakan apa pun, hanya mengirimkan sebuah alamat.Mungkin karena telah memutuskan untuk tidak pernah jatuh cinta lagi, Prilly selalu bersikap tenang dalam melakukan apa pun. Emosinya juga sangat stabil. Jika Prilly sampai mengirimkan pesan untuk meminta bantuan dengan sepanik ini, berarti dia memang dalam masalah besar.Tanpa bertanya lebih jauh, Syifa langsung berkata pada sopir taksi, "Ke Gedung Cakrawala."Syifa tiba dengan terburu-buru. Saat membuka pintu mobil dan turun, dia melihat tidak ada kerumunan di sekitarnya. Semuanya tampak biasa-biasa saja. Dia menelepon Prilly dan bertanya, "Prilly, di mana kamu?""Starbucks. Setelah masuk, meja pertama sebelah kiri."Lantai satu dari Gedung Cakrawala adalah Starbucks, jadi dia mempercepat langkahnya ke sana. Begitu membuka pintu dan masuk, dia langsung melihat Prilly dan seorang pria muda."Prilly?"Begitu melihat Syifa, kedua mata Prilly langsung berbinar dan menariknya. Setelah itu, dia merangkul pinggang Syifa denga
Prilly meminta air hangat dari pelayan, lalu memberikannya kepada Syifa. "Ayo jalan, kubawa kamu periksa ke rumah sakit."Syifa ikut berdiri, lalu keduanya berjalan keluar dari kafe dan masuk ke mobil. Setelah itu, Prilly menyalakan mesin mobilnya dan bergegas untuk pergi. Namun, Syifa tiba-tiba menghentikannya, "Jangan ke rumah sakit."Prilly tidak setuju, "Kamu mau lihat seberapa pucatnya dirimu sekarang? Jangan keras kepala.""Aku sendiri dokter kandungan, untuk apa ke rumah sakit?"Prilly terdiam sejenak. "Benar juga, kemampuan medis dokter jaga saja mungkin nggak sehebat kamu."Syifa tertawa. "Ayo, pulang saja.""Kamu benaran nggak apa-apa? Jangan memaksakan diri. Kalau memang nggak sanggup, suntik pereda nyeri saja.""Prilly, aku nggak mau ke rumah sakit," balas Syifa."Aku mengerti. Itu tempat kerjamu, jadi kamu nggak mau lagi ke sana setelah jam pulang kerja. Tapi, kalau sakit begini juga bukan solusi, 'kan?""Billy dan Syifa lagi ada di sana," balas Syifa dengan lirih.Awalny
Saat pindah ke rumah Prilly, Syifa terlalu terburu-buru. Selain beberapa pakaian dan tas, pada dasarnya dia tidak membawa apa pun.Saat keluar dari rumah sakit hari ini, Syifa memayungi dirinya dengan tas. Namun, masih tetap ada beberapa bagian dari tubuhnya yang basah karena kehujanan. Rambutnya juga lumayan basah.Syifa tidak suka menggunakan tas kulit, jadi dia selalu membawa tas kain. Memang bisa digunakan untuk menghalangi hujan, tetapi tas itu akan basah kuyup. Tas yang sudah basah itu sudah pasti tidak akan sempat kering jika harus digunakan untuk berangkat kerja keesokan harinya.Semua barang lainnya memang masih bisa dibeli, tetapi tas ini bukanlah barang bermerek. Syifa membelinya dari kios jalanan. Dari mana Billy bisa mendapatkan tas yang sama persis dengan tas ini?Syifa menyadari, dia sudah tidak ingin lagi mencari tahu alasan di balik semua ini. Baik itu karena Billy merasa bersalah ataupun sedih karena kehilangan anaknya, Syifa sudah tidak ingin lagi punya kaitan apa p
Sore itu, Billy dan Shifa datang bersama-sama. Shifa menopang pinggangnya dengan satu tangan dan tangan lainnya mengelus perutnya yang telah membesar. Dia mengenakan pakaian hamil yang santai dan wajahnya telah menunjukkan tanda-tanda kehamilan.Tanda-tanda kehamilan membuat wajah seseorang menjadi agak bengkak. Namun karena wajah Shifa memang tirus sebelum hamil, bentuk wajahnya yang bulat sekarang justru terlihat lebih menarik. Wajahnya juga tampak segar dan merah merona. Jelas sekali dia mendapatkan perawatan yang sangat baik.Billy berjalan di sampingnya, dengan tangan kanan yang melindungi punggung Shifa dan tangan kirinya memegang tas. Selain itu juga ada sebuah tas termos yang tampaknya berisi kotak makan siang atau sejenisnya.Aulia juga terkejut melihat kedua orang itu. Kemudian, dia bergumam pelan, "Bukannya baru kemarin malam dia datang? Kenapa sekarang datang lagi ...."Rumah sakit ini tidak mungkin menolak pasien yang datang. Jadi, meskipun merasa bingung, Syifa hanya bis