Uang satu kresek masih di tangan Bang Torkis, belum juga dia serahkan ke kasir, sementara itu karyawan dealer itu terus merayu kami. Bicaranya terus membicarakan keunggulan mobil Pajero sport tersebut.
"Tes drive dulu, Pak, biar Bapak rasakan kelebihan mobil ini," kata karyawan itu lagi.
"Maaf, Bu, saya gak bisa bawa mobil,"
"Saya juga gak bisa," Kataku ketika karyawan itu melihat ke arahku. Karyawan itu tampak bingung ya, memang kami juga bingung, masa mau beli mobil bawa mobil pun tak bisa.
"Oke kami bisa suruh pegawai kami yang tes drive, Bapak Ibu bisa ikut,"
"Bagaimana, Ayu?" Bang Torkis malah bertanya padaku.
"Ya, bagaimana lagi, Bang,"
"Jadi gak belinya? kalau jadi biar kita bayar, gak usah tes segala, kalau gak jadi ya kita bawa pulang uang ini," kata Bang Torkis.
"Gak usah jadi, Bang," kataku akhirnya. Aku merasa tertampar dengan perkataan Bang Torkis tadi, yang katanya ajaran guruny
Aku masih tak bisa berpikir jernih, masih shok dengan pengakuan jujur Bang Torkis, dia mengakui langitkan doa di sepertiga malam, supaya aku dan Doli putus, kenapa ada orang sejujur Bang Torkis?Bang Torkis pergi setelah ibuku siuman, katanya dia ke rumah orang tua angkatnya mau bersihkan rumah tersebut. Dia sudah janji hari minggu akan menemaniku ke pesta Doli. Akan tetapi mulai timbul keraguan dalam hatiku.Malam itu keluargaku berkumpul di meja makan, ayah mengundang dua saudaraku bersama istri masing-masing, agenda malam ini adalah membahas diriku yang akan dilamar Torkis."Bagaimana menurut kalian si Torkis ini?" tanya Ayah memulai pembicaraan."Pendapatku tetap seperti itu, si Torkis ini orang gila yang baru jual warisan, tak akan kubiarkan adikku nikah sama orang gila," kata Bang Wisnu."Tapi emak merasa Torkis ini orang baik," kata ibuku."Bagaimana bisa emak bilang baik, kenal saja baru dua hari?"
Aku akhirnya bisa menegakkan kepala di hadapan Naomi dan Doli, rasa sakit itu sedikit berkurang. Tak ada lagi air mata ketika kulihat mereka bersanding di pelaminan. Ibunya Doli yang justru menangis. Ketika kami pamit pulang, ibunya Doli terus memelukku, dia masih saja ucapkan kata, " Yang sabar ya, Ayu, bagaimana mau dibilang, tidak jodoh,", padahal aku sudah bilang kalau aku baik-baik saja."Hei, Ayu," teriak seseorang, ketika kami hendak masuk ke mobil, aku menoleh, ternyata temanku yang juga teman Doli."Hai juga, baru datang kalian?" tanyaku basa- basi."Siapa ini?" tanyanya seraya melirik Bang Torkis."Oh, kenalkan ini calon suamiku,""Waw, belum apa-apa sudah dapat yang baru kau ya,""Hehehe,""Kau dapat di mana itu?" katanya seraya melihat kaki Bang Torkis, Bang Torkis memang memakai sepatu bot kulit, mungkin temanku ini merasa lucu melihat penampilan Bang Torkis."Dapat di Dumay,""
Masih belum hilang keterkejutanku, Doli menceraikan Naomi? padahal mereka baru nikah tiga hari. Sementara Doli terus kirim pesan WA, hanya kubaca tak tahu bagaimana harus membalasnya.(Naomi menipuku, dia tidak jujur, aku sangat sakit hati) pesan dari Doli lagi.(Kembalilah padaku, Ayu, aku sayang padamu, entah kenapa belakangan ini, kurasa Naomi memeletku, tanpa ada sebab berarti, tiba-tiba saja aku benci padamu dulu, setelah aku tahu Naomi tak perawan, rasa benci yang dulu kini berubah cinta,"Dalam hati aku tertawa, tapi tawa sedih, sedih memikirkan nasib Naomi, dia sudah diceraikan, dituduh pula memelet Doli, padahal ini perbuatan Bang Torkis, entah bagaimana perasaanku, dulu aku sangat terpukul ditinggal nikah sama Doli, sekarang aku justru bersyukur.Apakah aku marah pada Bang Torkis? Seharusnya jika dipikir-pikir aku harusnya marah, dia telah membuat Doli meninggalkanku, akan tetapi entah kenapa hati ini aku just
Acara lamaran jadi kacau, Doli terus meracau, dia memegang bibirnya yang sudah berdarah. “Akan kulaporkan kau ke polisi,” teriak Doli. Sementara Bang Torkis sudah lebih baik, dia tak emosi lagi, Pak Parlin memeganginya. Doli pergi, sebelum pergi masih sempat dia ucapkan kata ancaman, akan tetapi Bang Torkis tetap tenang. Setelah Doli pergi kami lanjutkan lagi pembicaraan lamaran. Semua sudah disepakati. Maharku seratus juta dan dua puluh gram emas. Tak ada yang menyinggung soal panjar tersebut. Acara dilanjutkan dengan makan bersama, ketika aku menyiapkan makanan di dapur, datang Bu Nia. “Ayu, bisa bicara bentar,” kata Bu Nia. “Boleh, Bu, boleh,” jawabku seraya memberikan tempat duduk untuknya. “Begini, Ayu, Torkis itu punya karakter yang unik, kalau orang tak memahaminya, cenderung tidak suka, dia benci orang sombong, itu kelemahannya, aku bilang kelemahan karena di kota ini akan banyak bertemu orang sombong. Coba bayangkan jika setiap hari bertemu orang seperti mantan pacarmu
Kami memang keluarga yang saling percaya selama ini, dua kakak iparku tak pernah bermasalah denganku, kami bahkan sering saling pinjam, aku tahu kunci layar HP kedua kakak iparku itu, begitu juga dengan mereka, tak ada yang disembunyikan. Aku sering pinjam ATM mereka, karena selama ini aku adalah pengangguran. Begitu juga sebaliknya, mereka sering pinjam ATM-ku.Akan tetapi uang ternyata bisa mengubah segalanya. Jika Bang Torkis bisa berubah karena cinta, Kak Yanti berubah karena uang. Sebenarnya aku sudah merasakan itu pertamanya kali dia dengar aku dapat panjar mahar. Dia juga ngajak korupsi uang Bang Torkis, akan tetapi aku tak menyangka dia sampai begini. Bekerja sama dengan Doli.Kini aku terkurung di tempat yang tidak kutahu, pelakunya sudah jelas, tak takutkah mereka hukum, apa mereka pikir aku akan diam saja setelah ini?“Ayu, aku lakukan ini demi kebaikanmu juga,” kata Doli lagi.“Kebaikan apaan? Yang ada
Ketika sampai di rumah, peluk tangis dari seluruh keluarga kudapatkan, Ayah yang paling kuat suara tangisnya, dia sampai sesenggukan, sedangkan ibuku terus saja mengucapkan syukur alhamdulillah.Ternyata di rumah sudah berkumpul semua, ada Pak Parlin dan Bu Nia, juga dua anak mereka, yang tidak hadir hanya Kak Yanti. Aku baru tahu ternyata mereka tak lapor polisi karena saran dari Pak Parlindungan, Pak Parlin bilang dia punya cara yang lain, tanpa melibatkan polisi, dia suruh murid kesayangannya yang lakukan, dialah Torkis, calon suamiku.“Bu Nia, boleh bicara?” kataku pada Bu Nia.“Boleh, boleh,” jawabnya, kami lalu berjalan keluar dari rumah, duduk di teras dan aku mulai bertanya.“Bu, apa benar Pak Parlin tukang santet?” tanyaku langsung saja jujur aku mulai khawatir, tak bisa kubayangkan punya mertua angkat tukang santet.“Hahaha,” Bu Nia justru tertawa sampai gusinya k
“Baiklah, Ayu, aku hargai keputusanmu, akan tetapi aku tetap menunggu sampai kau siap,” kata Bang Torkis seraya pergi.Aku tetap pada pendirian, tak sanggup rasanya punya suami seperti Bang Torkis bukan karena dia jahat, akan tetapi entah kenapa dia seperti mengundang orang berbuat jahat. Kak Yanti contohnya, dia selama ini baik, biar pun matre, akan tetapi pada dasarnya dia baik, kami sangat akrab. Setelah Bang Torkis datang, dia berubah jadi koruptor, bahkan bekerja sama dengan penculik meninggalkan suaminya. Aku tak bisa bayangkan bagaimana kehidupanku jika jadi istri Bang Torkis.“Apaaa, gak jadi?” kata Kak Lana ketika kukatakan tentang pernikahan yang batal.“Iya, Kak, batal,”“Kamu kenapa sih? Ayu, kita harus bicarakan ini dengan semua keluarga,” kata Kak Lana seraya mengambil telepon dan menghubungi semua orang.Tak berapa lama kemudian, seluruh keluargaku berkumpul,
Betul juga kata orang tua, seseorang bisa kalah dengan egonya sendiri. Itu terjadi padaku, karena tak rela Bang Torkis sama Naomi, aku mau nikah saat itu juga, akan tetapi ternyata aku dikerjai. Orang tuaku sepertinya terlibat.Aku kembali masuk kamar, tak jadi kutanyakan pada Pak Parlin, sampai di kamar aku munyun.“Kenapa, Dek Yu?” tanya Bang Torkis.“Aku dikerjai, Bang,”“Siapa yang ngerjai, bilang sama Abang biar Abang balas,” kata Bang Torkis.“Abang gak akan berani,”“Berani, Dek, selama orang itu masih makan nasi, Abang gak takut,” kata Bang Torkis.“Yakin, Bang,”“Yakin sekali, Dek, adek tau gak, pernah datang preman ke kebun, dia sangat ditakuti orang, konon dia kebal senjata tajam, pas datang ke kebun kita nakuti karyawan m