Kami memang keluarga yang saling percaya selama ini, dua kakak iparku tak pernah bermasalah denganku, kami bahkan sering saling pinjam, aku tahu kunci layar HP kedua kakak iparku itu, begitu juga dengan mereka, tak ada yang disembunyikan. Aku sering pinjam ATM mereka, karena selama ini aku adalah pengangguran. Begitu juga sebaliknya, mereka sering pinjam ATM-ku.Akan tetapi uang ternyata bisa mengubah segalanya. Jika Bang Torkis bisa berubah karena cinta, Kak Yanti berubah karena uang. Sebenarnya aku sudah merasakan itu pertamanya kali dia dengar aku dapat panjar mahar. Dia juga ngajak korupsi uang Bang Torkis, akan tetapi aku tak menyangka dia sampai begini. Bekerja sama dengan Doli.Kini aku terkurung di tempat yang tidak kutahu, pelakunya sudah jelas, tak takutkah mereka hukum, apa mereka pikir aku akan diam saja setelah ini?“Ayu, aku lakukan ini demi kebaikanmu juga,” kata Doli lagi.“Kebaikan apaan? Yang ada
Ketika sampai di rumah, peluk tangis dari seluruh keluarga kudapatkan, Ayah yang paling kuat suara tangisnya, dia sampai sesenggukan, sedangkan ibuku terus saja mengucapkan syukur alhamdulillah.Ternyata di rumah sudah berkumpul semua, ada Pak Parlin dan Bu Nia, juga dua anak mereka, yang tidak hadir hanya Kak Yanti. Aku baru tahu ternyata mereka tak lapor polisi karena saran dari Pak Parlindungan, Pak Parlin bilang dia punya cara yang lain, tanpa melibatkan polisi, dia suruh murid kesayangannya yang lakukan, dialah Torkis, calon suamiku.“Bu Nia, boleh bicara?” kataku pada Bu Nia.“Boleh, boleh,” jawabnya, kami lalu berjalan keluar dari rumah, duduk di teras dan aku mulai bertanya.“Bu, apa benar Pak Parlin tukang santet?” tanyaku langsung saja jujur aku mulai khawatir, tak bisa kubayangkan punya mertua angkat tukang santet.“Hahaha,” Bu Nia justru tertawa sampai gusinya k
“Baiklah, Ayu, aku hargai keputusanmu, akan tetapi aku tetap menunggu sampai kau siap,” kata Bang Torkis seraya pergi.Aku tetap pada pendirian, tak sanggup rasanya punya suami seperti Bang Torkis bukan karena dia jahat, akan tetapi entah kenapa dia seperti mengundang orang berbuat jahat. Kak Yanti contohnya, dia selama ini baik, biar pun matre, akan tetapi pada dasarnya dia baik, kami sangat akrab. Setelah Bang Torkis datang, dia berubah jadi koruptor, bahkan bekerja sama dengan penculik meninggalkan suaminya. Aku tak bisa bayangkan bagaimana kehidupanku jika jadi istri Bang Torkis.“Apaaa, gak jadi?” kata Kak Lana ketika kukatakan tentang pernikahan yang batal.“Iya, Kak, batal,”“Kamu kenapa sih? Ayu, kita harus bicarakan ini dengan semua keluarga,” kata Kak Lana seraya mengambil telepon dan menghubungi semua orang.Tak berapa lama kemudian, seluruh keluargaku berkumpul,
Betul juga kata orang tua, seseorang bisa kalah dengan egonya sendiri. Itu terjadi padaku, karena tak rela Bang Torkis sama Naomi, aku mau nikah saat itu juga, akan tetapi ternyata aku dikerjai. Orang tuaku sepertinya terlibat.Aku kembali masuk kamar, tak jadi kutanyakan pada Pak Parlin, sampai di kamar aku munyun.“Kenapa, Dek Yu?” tanya Bang Torkis.“Aku dikerjai, Bang,”“Siapa yang ngerjai, bilang sama Abang biar Abang balas,” kata Bang Torkis.“Abang gak akan berani,”“Berani, Dek, selama orang itu masih makan nasi, Abang gak takut,” kata Bang Torkis.“Yakin, Bang,”“Yakin sekali, Dek, adek tau gak, pernah datang preman ke kebun, dia sangat ditakuti orang, konon dia kebal senjata tajam, pas datang ke kebun kita nakuti karyawan m
Pesta kami akhirnya digelar juga, tamu undangan sangat banyak, karena ini pesta dua keluarga mempelai, tamu Pak Parlin banyak yang datang. Papan bunga berjejer sampai jauh. Tak disangka Pak Parlin yang orang desa ini punya banyak teman di kota. Bahkan ada beberapa perwira polisi yang kirim papan bunga.Ketika pesta berlangsung, ada yang panggil Pak Parlin naik ke pentas.“Saya berharap Coboy Padang Lawas bersedia menyumbangkan suara emasnya, saya rindu Ungut-ungut,” kata pria di atas panggung tersebut, entah siapa dia aku tidak mengenalnya. Akan tetapi setelah itu Pak Parlin naik ke panggung, dia minta seruling dan memainkan seruling tersebut.“Saya akan menyanyikan lagi nasehat perkawinan, mohon maaf ini lagu daerah, jadi mohon maaf yang tidak mengerti,” kata Pak Parlin seraya memainkan seruling tersebut. Duhai, suaranya menyayat hati, aku tak mengerti lagu itu, akan tetapi nada
“Bang, bisa minta tolong,” kataku pada Bang Torkis, saat itu kami lagi tiduran di kamar.“Apa itu, Dek Yu?”“Itu Kak Yanti, kasihan Bang Bayu, bisa gak buat Kak Yanti pulang?” kataku seraya mempermainkan kancing bajunya.“Gak bisa, Dek, kata Pak Parlindungan hanya bisa yang berhubungan dengan kita,”“Maksudnya, Bang?”“Misalnya kau yang lari, Dek, baru bisa kubuat pulang, kalau istri orang gak bisa,”“Oh, gitu, berarti aku gak bisa lari ini ya, Bang,”“Iyalah, hehehe,”“Kasihan Bang Bayu, Bang,”“Justru lebih kasihan jika Kak Yanti kembali, dia akan menderita punya istri seperti Kak Yanti, malah lebih bagus Kak Yanti gak usah datang, ini karena baru itu, lama-lama Bang Bayu
“Apakah tak ada toilet di sini, Bang?” tanyaku lagi.“Adanya cuma di rumah Pak Parlin,”“Waduh, sudah jauh,”“Ya, iya, Dek, buang air di situ saja, aku yang jaga,” kata Bang Torkis.Tak ada pilihan lain lagi, rumah Pak Parlin jauh, sementara aku sudah kebelet, akhirnya aku turun ke sungai kecil tersebut. Ini untuk pertama kali dalam hidupku aku buang air di tempat seperti ini.Setelah selesai, ketika aku hendak memakai celana, aku melihat ada yang nempel di kakiku, coba kupegang ternyata licin.“Itu lintah, Dek,” kata Bang Torkis.Mendengar kata lintah seketika aku takut, reflek aku melompat ke gendongan Bang Torkis. Suamiku ini pun menyingkirkan lintah kecil tersebut dari kakiku. Kebetulan pula lewat dua orang ibu-ibu, mereka membawa kayu bakar.“Astagfirullah, dari segitu banyak tempat, kalian pilih di sini,” kata Ibu t
“Siapa Azizah, Bang?” tanyaku pada Bang Torkis, saat itu kami lagi berduaan di kamar. Bu Nia memberikan kamarnya satu untuk kami, karena aku tak mau tinggal di gubuk yang berada di tengah kebun sawit.“Hanya masa lalu, Dek?” jawab Bang Torkis.“Kenapa gak pernah cerita, Abang bilang gak pernah punya pacar,”“Dia bukan pacarku, Dek, tapi teman, ceritanya panjang,”“Coba ceritakan, Bang,” kataku seraya duduk bersila.Bang Torkis menarik nafas panjang, lalu ....“Dia anak tukang emas itu, Dek, setiap bulan aku menabung dengan beli emas karena itu kami sering jumpa, dia membantu orang tuanya.”“Terus pacaran gitu?”“Tidakkah, Dek, dia dijodohkan orang tuanya dengan seorang Tentara yang masih sepupunya, dia gak mau, akan tetapi terus dipaksa,’“Lalu lari sama Abang gitu,” potongku lagi.&ldq