Suami Dadakanku (Bukan) Pria Mandul

Suami Dadakanku (Bukan) Pria Mandul

last updateLast Updated : 2024-11-10
By:  Setia R  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
45Chapters
369views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Pernikahan yang gagal, membuat Kinanti Larasati harus menikah dengan pria lain pilihan Papanya. Tapi sungguh di luar dugaan pria itu sudah memiliki istri, dan lelaki itu bersedia menikahinya karena ingin mendapatkan keturunan dari Kinanti, sebab istrinya tidak bisa memberinya keturunan. Apalagi Miranda istri Wisnu, mengatakan dirinya adalah laki-laki mandul, sehingga ia ingin membuktikan jika dirinya adalah pria normal dan sehat tidak seperti perkataan istri pertamanya itu. Namun setelah semakin lama Wisnu dan Kinanti menghabiskan waktu bersama akhirnya benih-benih cinta hadir menghiasi hati keduanya. Sementara itu istri dari pria sebagai suami pengganti Kinanti, yakni Wisnu Sanjaya adalah sahabat Kinanti sendiri. Miranda, sosok wanita yang ternyata menyimpan dendam pada Kinanti, karena Kinanti selalu lebih unggul di bandingkan dengan dirinya, baik dari segi kecantikan maupun segalanya. Segalanya di lakukannya untuk menghancurkan Kinanti, tapi bagaimana setelah ia tahu jika Kinanti justru menjadi madunya? Lalu bagaimanakah nasib hubungan mereka? apalagi Kinanti ternyata mengandung anak Wisnu?

View More

Latest chapter

Free Preview

Bab 1. Menikahi Pria Beristri

“Tamu-tamu sudah menunggu di luar. Pak Penghulu juga sudah hadir, tapi mempelai prianya tidak kunjung datang.”“Sst. Kinanti sudah coba hubungi sejak tadi, tapi tidak diangkat.”Kinanti tetap mendengar obrolan itu meskipun mereka sudah berbisik-bisik. Namun, iia tidak punya energi untuk menanggapinya karena ia masih mencoba menghubungi calon suaminya.“Ayo mas angkat," gumam Kinanti. Wajahnya yang cantik terlihat tegang, tapi matanya mulai berkaca-kaca. Ia khawatir telah terjadi sesuatu dengan Bima, calon suaminya.Soraya, ibunda Kinanti, mengelus pundak putrinya, berusaha untuk menenangkan, meski hatinya pun gundah gulana.“Sayang ... tenanglah, Bima pasti datang, mungkin terjebak macet,” kata sang ibu.“Tapi dia sejak tadi tidak mengangkat teleponku, Ma,” kata Kinanti mulai terisak sedih. “Apa yang sebenarnya terjadi padanya?”“Jangan bicara begitu, Sayang,” sahut Soraya. “Pamali!”Tiba-tiba suara gaduh terdengar dari ruang tengah, menarik perhatian Kinanti dan sang ibu. Wanita yang

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
45 Chapters

Bab 1. Menikahi Pria Beristri

“Tamu-tamu sudah menunggu di luar. Pak Penghulu juga sudah hadir, tapi mempelai prianya tidak kunjung datang.”“Sst. Kinanti sudah coba hubungi sejak tadi, tapi tidak diangkat.”Kinanti tetap mendengar obrolan itu meskipun mereka sudah berbisik-bisik. Namun, iia tidak punya energi untuk menanggapinya karena ia masih mencoba menghubungi calon suaminya.“Ayo mas angkat," gumam Kinanti. Wajahnya yang cantik terlihat tegang, tapi matanya mulai berkaca-kaca. Ia khawatir telah terjadi sesuatu dengan Bima, calon suaminya.Soraya, ibunda Kinanti, mengelus pundak putrinya, berusaha untuk menenangkan, meski hatinya pun gundah gulana.“Sayang ... tenanglah, Bima pasti datang, mungkin terjebak macet,” kata sang ibu.“Tapi dia sejak tadi tidak mengangkat teleponku, Ma,” kata Kinanti mulai terisak sedih. “Apa yang sebenarnya terjadi padanya?”“Jangan bicara begitu, Sayang,” sahut Soraya. “Pamali!”Tiba-tiba suara gaduh terdengar dari ruang tengah, menarik perhatian Kinanti dan sang ibu. Wanita yang
Read more

Bab 2. Suami Pengganti

“Beliaulah yang akan menikahi kamu. Namun, sebagai istri kedua.” Mata Kinanti terbelalak saat mendengarnya. “Apa!?”“Tidak ada pilihan lain, Kinan,” tukas Pak Darmawan, membuat Kinanti menelan ludah. “Jika tidak, kamu–”“Pak Darmawan.” Tiba-tiba pria asing yang merupakan atasan Pak Darmawan itu berucap. Suaranya dalam dan tatapannya tajam ke arah Kinanti. “Izinkan saya bicara berdua dengan putri Bapak.”Dengan segera, Pak Darmawan mengizinkan hal tersebut. Pria paruh baya itu mengajak istrinya pergi dari sana, meninggalkan Wisnu berdua dengan Kinanti.Hening sejenak. Tidak ada gerakan dari keduanya sebelum kemudian Wisnu menghampiri Kinanti dan mengulurkan tangannya, berniat membantu wanita itu bangun.Ragu, Kinanti menerima uluran tangan tersebut. Sepasang mata Kinanti menatap pria yang yang kini duduk berdampingan dengannya di kursi panjang. Jujur, sosok itu memang tampan, tapi Kinanti tidak yakin bahwa ia adalah pria yang tepat untuknya.Apalagi sorot mata tajam itu–“Nama saya Wi
Read more

Bab 3. Surat kontrak

Mata Kinanti begitu dekat dengan mata Wisnu, mungkin sekitar satu jengkal jarak wajah keduanya, Wisnu mampu menghirup aroma tubuh Kinanti yang begitu wangi. Keduanya saling pandang, saling menelan saliva. Beberapa menit keduanya terlipat saling pandang, wajah Kinanti terlihat begitu merona, dan iapun tak menyadari jika gawai yang ada di tangannya terjatuh begitu saja di atas tempat tidur. Wisnu mendehem, membuat Kinanti segera menarik diri dari pangkuan Wisnu, ia berusaha berdiri dan tentu saja di bantu oleh Wisnu. "Ponselku!, apakah Bapak melihat ponselku?" tanya Kinanti mencari gawainya. Wisnu menoleh ke kiri dan ke kanan, ia melihat gawai yang tergeletak persis di sebelahnya, tangannya mengambil gawai itu, tentu saja ia melihat layar gawai yang masih memperlihatkan gambar yang masih terpampang jelas, gambar Kinanti yang begitu mesra di peluk oleh Bima, Wisnu tersenyum ia jadi merencanakan sesuatu yang sama sekali tidak di sadari oleh Kinanti. "Ini ponselmu, lain kali hati-ha
Read more

Bab 4. Hukuman pertama

Kinanti memejamkan matanya saat Wisnu sudah berada persis di hadapannya. Ia kembali menelan salivanya, berulang kali, sungguh ia berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Hembusan nafas Wisnu yang beraroma khas menyapu wajah Kinanti, desiran darah mengalir begitu cepat dalam dada Kinanti. "Masihkah kamu tidak akan menandatangani surat kontrak ini?" "Tergantung!" "Tergantung apa, masih adakah tawaran yang kamu tawarkan untuk kesepakatannya?" "Iya!" "Sayang, saya tidak menerima tawaran apapun, apapun yang tertera dalam surat kontrak ini sudah menjadi keputusan yang tidak dapat di ganggu gugat. "Jadi percuma saja saya menawarkan sesuatu pada Bapak." "Ya, tanda tangani saja sekarang! lebih cepat lebih baik!" Sekali lagi kinanti tidak mampu berbuat apa-apa, ia hanya bisa pasrah, perlahan ia menghembuskan nafasnya yang terasa sesak. "Beri saya ruang untuk bergerak, mana bisa saya menandatangani jika saya berada dalam kungkungan tangan Bapak seperti ini!" desahnya.
Read more

Bab 5. Jujur

Perlahan, bibir Wisnu telah menempel di bibirnya yang menawan. Kinanti membuka matanya dan langsung mendorong tubuh Wisnu kuat, hingga Wisnu menjauh beberapa langkah darinya. "Jangan dekat-dekat lagi, aku tidak mau!" "Kenapa, bukankah sah-sah saja aku melakukan itu, aku ini suami kamu, dan kamu sudah berjanji memberikan anak buat aku, lalu di mana salahnya?" "Tidak untuk sekarang!" "Lalu kapan? sudah tiga hari aku berada di rumah ini, aku ingin segera membuktikan jika aku bukan laki-laki mandul!" Begitu pula dengan Kinanti, ia masih ragu untuk melanggengkan dan mendekatkan diri pada Wisnu, meski papanya selalu mengingatkan bahwa bagaimanapun Wisnu tetaplah suaminya meski pada kenyataannya semua mungkin akan berakhir jika ia sudah melahirkan seorang anak. Bukankah terbaik dalam bekerja bukan berarti terbaik dalam hal cinta, begitu menurut Kinanti. *** Hari ini seperti biasanya, Wisnu selalu pulang dari kantor menuju rumah Kinanti, didapatinya Kinanti sedang asyik melihat
Read more

Bab 6. Ikhlas

“Untuk apa aku terus menangis, bukankah lepas dari laki-laki yang aneh itu adalah salah satu keinginanku? Lalu kenapa aku masih menangis saat tahu dia akan menceraikan aku setelah aku melahirkan seorang anak? Aneh kamu ini Kin, ingin lepas tapi malah menangis, oh kamu bingung masalah anak yang akan kamu lahirkan? Itu mudah Kin, kamu tinggal membawanya pergi bersamamu, apa susahnya sih?” berbagai hal berkecamuk dalam hati Kinanti. Sebagai seorang yang akan menjadi ibu, pastilah akan cemas jika setelah menikah dan melahirkan harus berpisah dengan anaknya sendiri, makanya dia menangis, tapi ... jika ia kembali berpikir, untuk mengakhiri semuanya setelah ia melahirkan seorang anak, bukankah memang itu adalah hal yang memang di inginkannya? "Ah, mungkin ini memang takdir yang harus terjadi dalam hidupku, punya suami sebatas pembuktian jika orang yang menikahiku bukan orang mandul!"Kinanti menyapu wajahnya dengan kedua belah tangannya, ia mencoba menyusut airmata yang mulai berhenti me
Read more

Bab 7. Gara-gara selimut

Wisnu membuka netranya, ia mendapati Kinanti tengah berjalan ke dekat ranjang, Wisnu berpura-pura memejamkan netranya, padahal ia mengintip setiap gerak Kinanti. Ia melihat Kinanti membaringkan tubuhnya kembali di atas ranjang, kemudian memejamkan netranya dan entah hingga kapan pula ia memperhatikan Kinanti, kini Wisnu akhirnya terlelap juga. Azan subuh mengusik ketenangan Kinanti yang sedang tertidur pulas, padahal baru beberapa jam ia kembali tertidur setelah mengerjakan shalat tahajud tadi. Netra Kinanti terbuka, mulutnya komat-kamit menjawab azan yang ia dengar, meski keluarganya tidak begitu terkenal sebagai keluarga santri, tapi memang keluarga ini adalah keluarga yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Perlahan ia kembali turun dari ranjang, ia kembali ke kamar mandi, ia sengaja mandi, agar seluruh tubuhnya terasa rileks, dan itu sudah menjadi kebiasaan pula bagi Kinanti, meski kadang suasana pagi dingin sekalipun. Suara gemercik air terdengar, Wisnu menarik
Read more

Bab 8. Penawar rasa dingin

Wisnu berbaring sambil meringkuk, ia benar-benar merasa kedinginan.“Aku berdosa kali ya, telah membuat Kinanti malu? Ah masak sih, lagi pula aku tidak bermaksud membuatnya malu.” Rintih Wisnu sambil menggigil.Setelah Kinanti masuk lagi dengan membawa sepasang baju yang telah terlipat rapi, ia menatap Wisnu dengan perasaan bersalah, karena ia melihat Wisnu sedang berada dalam selimut sambil meringkuk, suaminya itu kedinginan setelah mengikuti kemauannya, mandi di saat hari begitu pagi.“Oh, bagaimana seandainya dia sakit, pasti dia menyalahkan aku!” Kata Kinanti resah.“Mas ....” panggil Kinanti sambil menyibakkan selimut hingga kepala Wisnu tersembul.“Aku benar-benar dingin Kin ....” sahut Wisnu dengan suara benar-benar terdengar bergetar.“Pakailah bajumu dulu, agar tidak kedinginan!”“Apa ... anu ... bisakah kamu menyembuhkan rasa dingin ini?”“Bagaimana, dengan apa?”“Saat aku masih kecil aku biasa di peluk oleh Mamaku, maukah kamu memelukku?”“Apa? Memelukmu? Tidak, a
Read more

Bab 9. Menjemput mertua

Kinanti memutar vidio itu, namun sosok anak itu begitu asing, Kinanti tidak mengenalnya sama sekali, dan sampai detik berikutnya, Bima menggendong anak kecil yang berusia sekitar lima tahun itu, ada kemiripan di antara keduanya, dan Bima terlihat begitu menyayangi anak itu.“Siapa dia? Apakah ada hubungannya dengan pembatalan pernikahan yang di lakukan oleh Mas Bima? Jika iya, apa? “ Kinanti menutup gawainya, kepalanya mulai mendenyut, ia pusing, rasa sakit semakin menyiksanya.“Mungkin memang benar, jika aku memang harus melupakan mas Bima, tapi aku belum sanggup.” Keluhnya.Airmata Kinanti mulai merembes, ia mulai menyesali takdir yang terjadi akibat kelakuan kekasih yang begitu sangat di cintainya. “Non, ada apa dengan non Kinan?” tanya Bik Inah yang sudah datang di dekatnya. saking asyiknya dalam lamunannya, Kinanti sampai tidak menyadari pembantunya itu sudah ada di dekatnya.“Tidak ada Bik, saya Cuma lagi ingat mas Bima!”“Aduh Non ... laki-laki kayak gitu jangan di ing
Read more

Bab 10. Mengaku

Setelah Kinanti masuk dan duduk di jok depan di samping Wisnu, Bu Sukma semakin heran, begitu pula dengan pak Hermawan.“Kamu bilang tadi kan mau menjemput mertua, lalu di mana mereka? Apa tidak jadi pulang? Dan mana suami kamu Kin?” Tanya Bu Sukma tidak bisa menyembunyikan rasa heran yang ia dan suaminya rasakan.Tidak mendengar perkataan Mamanya, Wisnu menjalankan mobilnya, ia rasa tidak tepat jika harus menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang keluar dari mulut Mamanya itu. Sementara Kinanti hanya menunduk, ia tak bisa menjawab begitu saja, boleh jadi Wisnu merahasiakan pernikahan mereka dan ... ia tak ingin di salahkan, apalagi saat ini, Wisnu masih dalam keadaan marah padanya, gara-gara tidak di turuti kemauannya makan bersama di restoran tadi.“Di tanya kok diam? Bilang saja suami kamu pergi, bereskan? Dan kamu di suruh sama kami!”“Oh kamu kenal juga sama suaminya, Wis?”Seperti yang Wisnu duga, jika ia menjawab pertanyaan Mamanya, maka akan ada pertanyaan demi pertanyaan
Read more
DMCA.com Protection Status