Share

Bab 6. Ikhlas

“Untuk apa aku terus menangis, bukankah lepas dari laki-laki yang aneh itu adalah salah satu keinginanku? Lalu kenapa aku masih menangis saat tahu dia akan menceraikan aku setelah aku melahirkan seorang anak? Aneh kamu ini Kin, ingin lepas tapi malah menangis, oh kamu bingung masalah anak yang akan kamu lahirkan? Itu mudah Kin, kamu tinggal membawanya pergi bersamamu, apa susahnya sih?” berbagai hal berkecamuk dalam hati Kinanti.

Sebagai seorang yang akan menjadi ibu, pastilah akan cemas jika setelah menikah dan melahirkan harus berpisah dengan anaknya sendiri, makanya dia menangis, tapi ... jika ia kembali berpikir, untuk mengakhiri semuanya setelah ia melahirkan seorang anak, bukankah memang itu adalah hal yang memang di inginkannya?

"Ah, mungkin ini memang takdir yang harus terjadi dalam hidupku, punya suami sebatas pembuktian jika orang yang menikahiku bukan orang mandul!"

Kinanti menyapu wajahnya dengan kedua belah tangannya, ia mencoba menyusut airmata yang mulai berhenti mengalir, entah karena sudah capek menangis atau memang sudah benar-benar pasrah pada nasib yang di gariskan untuknya.

“Betapa besar cinta Mas Wisnu pada istrinya sampai harus membuktikan jika dirinya tidak mandul! Pada siapa sebenarnya ia harus membuktikan, pada istrinya atau pada kedua orang tuanya, lalu apa untungnya? Membuktikan jika ia memang normal? Sebenarnya ada masalah apa di antara mereka?”

Kinanti mulai merasakan ada sesuatu yang tersembunyi dalam rumah tangga suaminya dengan istri pertamanya itu, tapi apa ia sendiri belum tahu.

“Lalu siapa yang menyuruh Mas Wisnu nikah lagi, istrinya atau mamanya? Untuk apa aku berpikir begitu jauh, bukankah itu semuanya bukan urusanku? Bismilah ya Allah ... demi Papa dan Mama, demi nama baik keluargaku, aku akan menerima pernikahan ini, yang entah sampai kapan, aku ikhlas!” Kata Kinanti benar-benar menyusut air matanya, ia sudah bertekad bulat untuk lapang dada menerima semuanya.

***

Malam hari, Wisnu kembali ke kediaman keluarga Darmawan, ia langsung masuk ke dalam kamar. Malam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, ia ingin kembali ke rumahnya tapi ia tak sanggup jika ia pergi sementara Kinanti yang ia tinggalkan dalam keadaan menangis histeris seperti tadi.

Wisnu sendiri tidak tahu kabar Miranda, istri pertamanya itu, saat ini, terakhir ketika ia menghubungi istrinya, ia masih berada di rumah mertuanya, karena Miranda menginap untuk beberapa hari di sana.

Kadang Wisnu sendiri heran, mengapa begitu betah Miranda berlama-lama di sana, padahal ia paling tidak suka dengan suasana tempat ibunya, tapi akhir-akhir ini berbeda, namun Wisnu tidak ambil peduli, toh itu rumah ibunya sendiri.

Perlahan, Wisnu mendorong pintu kamar yang tidak terkunci, ia melihat Kinanti sudah terbaring di ranjang di sebelah sisi kiri, masih terlihat jelas wajah sembab Kinanti karena menangis dalam waktu yang lumayan lama, tapi meski sembab, lampu tidur dalam kamar itu mampu memperlihatkan kecantikan Kinanti yang alami.

Wisnu mendekat, ia jongkok, ingin sekali ia menyapu wajah cantik itu, tapi ia takut akan membangunkannya, ia hanya tersenyum sendu.

“Maafkan aku Kinanti, aku telah memasukkan dirimu dalam kepelikan rumah tanggaku, bukannya aku egois atas diriku sendiri, tapi ... aku memang tidak punya pilihan lain.” Kata Wisnu lirih kemudian melangkah menuju sofa, membuka sepatunya dan meletakkannya di rak sepatu yang tidak jauh dari ia duduk saat ini.

Perlahan, Wisnu membaringkan tubuhnya di atas sofa itu, ia sengaja tidak mau menyusul Kinanti di atas ranjang, ia hanya kasihan, sudah tiga malam melihat Kinanti tidur di atas sofa.

Mungkin karena kelelahan, tidak memerlukan waktu yang lama, Wisnu sudah tertidur begitu pulasnya, yang terdengar hanya suara nafas mereka yang keluar dengan halus. Keduanya sama terlelap seperti tanpa beban.

Sekitar pukul setengah tiga malam, Kinanti menggeliat, ia mengucak matanya beberapa kali, ia melihat ke sekeliling kamar, ia tertegun menyaksikan Wisnu yang sedang pulas tertidur di atas sofa. Ia bangkit dan mendekati Wisnu sambil membawa selimut karena Wisnu tidak menggunakan selimut sementara rasa dingin mulai menyerang bahkan sampai ke sum-sum.

Perlahan Kinanti menyelimuti tubuh atletis suaminya.

“Sebenarnya kamu sungguh manis dalam keadaan diam seperti ini, tapi kamu kenapa terlihat begitu dingin jika sedang berbicara denganku?” keluh Kinanti kemudian meninggalkan Wisnu, ia menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu karena ia terbiasa terbangun di sepertiga malam terakhir untuk sekedar melakukan shalat tahajud.

Wisnu terlihat menggerakkan tubuhnya, ia menarik selimut yang menutupinya, ia memperhatikan selimut itu dengan saksama, seingatnya ia tidak memakai selimut ketika tidur tadi, kemudian kepalanya menoleh mencari keberadaan Kinanti di atas ranjang. Tapi ia tidak melihatnya di sana, karena penasaran, akhirnya iapun terduduk, ia melihat jam tangannya.

“Masih pukul setengah tiga, kemana dia?” kata Wisnu sambil menyapu seluruh isi kamar dengan netranya.

Kembali Wisnu tertegun, ketika netranya menemukan sosok Kinanti yang tengah sujud di tempat shalat yang tersedia di kamar itu. Wisnu menelan ludahnya, satu momen yang berhasil kembali membuatnya memberikan nilai plus untuk istri mudanya.

Wisnu kembali membaringkan tubuhnya, ia mencoba memejamkan matanya, tapi hanya bisa terpejam tanpa bisa tertidur kembali. Kini justru seluruh isi kepalanya begitu jelas membayangkan sosok Kinanti yang ia temukan dalam kehidupannya akhir-akhir ini, hanya tiga hari, Wisnu menemukan sisi kelebihan Kinanti di bandingkan Miranda.

Mulai dari kepedulian Kinanti pada kedua orang tuanya, kemudian tingkah dan sikap Kinanti yang jinak jinak merpati, terus cara bergaul Kinanti dengan pembantunya, dan saat ini, di tengah malam buta di saat semua orang terlelap dalam tidurnya, Kinanti justru menghambakan diri pada sang Ilahi Robbi.

Wisnu membuka netranya, ia mendapati Kinanti tengah berjalan ke dekat ranjang, Wisnu berpura-pura memejamkan netranya, padahal ia mengintip setiap gerak Kinanti. Ia melihat Kinanti membaringkan tubuhnya kembali di atas ranjang, kemudian memejamkan netranya dan entah hingga kapan pula ia memperhatikan Kinanti, kini Wisnu akhirnya terlelap juga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status