Wisnu sudah bersiap, padahal ini adalah hari Minggu, Kinanti sudah bangun terlebih dulu, ia sengaja membantu mbok Mimi di dapur, pembantu keluarga Wisnu untuk menyiapkan sarapan pagi ini. Kinanti memang masih merasa asing dengan rumah keluarga Hermawan, keluarga yang telah menjadi bagian dari hidupnya itu, meski ia tak pernah menyangka sebelumnya. Hari menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Kinanti kembali ke kamar, ia membawa dua gelas teh hangat, satu untuknya dan satu lagi untuk wisnu. Tidak lupa sebungkus roti, ia biasa memakan itu jika pagi, dengan di celupkan ke dalam teh hangatnya ia merasakan betapa nikmatnya rasa roti itu. Karena teh itu masih terlalu panas, Kinanti memutuskan untuk mandi terlebih dulu, sedangkan Wisnu hanya menatapnya dengan tatapan dingin, ia hanya melihat tanpa berkata sepatah kata pun, begitu juga dengan Kinanti, mulutnya enggan untuk mengeluarkan suara. Kinanti mengambil pakaian ganti dan membawanya ke dalam kamar mandi, ia tidak mau mengganti
“Aku dan Kinanti mau pulang ke rumah!” “Ke rumah siapa? Rumah Kinanti atau rumah Kamu dan Miranda i?” Tanya Mamanya lagi. “Rumahku, Ma!” Pak Hermawan langsung bangkit mendengar perkataan Wisnu. “Apa kamu sudah gila? Kamu mau membuat perang besar? Bisa-bisanya kamu akan membawa pulang Kinanti, apakah kamu tidak akan berpikir jika mereka akan bertengkar?” “Mereka tidak akan bertengkar Pa, saya bisa jamin.” “Dengan apa kamu menjaminnya, apa selama hidup bersama Miranda kamu sudah benar-benar mengenal dia? Seujung kuku pun, Mama rasa kamu tidak mengenal siapa istri kamu itu, dan aku melarang kamu membawa Kinanti pulang bersamamu, jika mau pulang kamu pergi saja sendiri.” “Tapi Ma ....” “Nggak ada tapi-tapi. Kinanti! masukkan semua pakaianmu lagi, kita akan segera pulang ke rumah kamu. Kami akan menemui kedua orang tuamu, membicarakan masalah resepsi pernikahan kalian.” “Kenapa Mama masih bersikeras mengadakan pesta? Aku tidak setuju!” “Pestanya menggunakan uan
Mobil yang di kendarai oleh keluarga Sukma, berhenti di pelataran sederhana yang tidak begitu luas, tempat yang kini tidak asing lagi bagi Wisnu.Sukma dan suaminya terlihat keluar, sedangkan Kinanti masih terpaku di tempat duduknya, ia masih belum yakin jika ia akan melangsungkan pesta pernikahan di kediaman mertuanya, baginya itu semuanya tidak perlu untuk di lakukan, menurutnya itu semua akan membuang-buang waktu saja.“Hus, apa kamu tidak akan keluar?” Usik Wisnu yang memperhatikan Kinanti masih saja diam termenung.“Eh i-iya, Mas sendiri?”Wisnu turun, kemudian ia dengan berlari mendekat ke arah Kinanti yang hendak turun.Ia mengulurkan tangannya, Kinanti yang melihat itu tertegun sebentar. Wisnu mencoba memberikan senyumnya.Melihat senyum ramah Wisnu, Kinanti menerima uluran tangan suaminya. Baru beberapa jam mereka berdebat gara-gara pulang kerumah Wisnu, kini senyum itu begitu manis.“Apa arti senyumnya itu, bikin aku salfok (salah fokus) saja.” Batin Kinanti.Wisnu m
“Mas ... kok tumben keluar kotanya lama, memang urusannya ribet ya?” Kata Miranda sambil memeluk Wisnu dari belakang ketika Wisnu sudah selesai mandi dan berdiri di depan cermin.“Hem!” Sahut Wisnu sambil menyisir rambutnya.“Aku kangen Mas ....”“Aku capek Mira ... lepaskan tanganmu!” kata Wisnu sambil melepaskan tangan Miranda yang melingkar di perutnya.“Capek?”“Laki-laki aneh, sudah entah berapa hari kita nggak ketemu, capek kamu bilang? Nah sudah tidak salah lagi kamu itu memang mandul mas, nggak punya nafsu!”“Terserah apa kamu bilang, aku tidak punya anak lah, aku mandul lah!”“Tapi aku yang selalu di tuntut sama Mama, aku yang selalu di ejek sama mereka, padahal anaknya sendiri yang aneh.”“Kata dokter aku ini normal Mira, aku baik-baik saja, sedang kamu, rahim kamu itu yang lemah.”“Jangan-jangan Mas memang punya simpanan?”“Sudah aku bilang aku masih capek, aku pingin istirahat, lagi pula siapa yang mau dengan pria dingin seperti aku, iyakan?”“Iya, benar juga ka
“Mas Wisnu ... Mas! Keluar kamu!” Teriak Miranda tanpa memedulikanNg mertuanya yang duduk di ruang tamu.“Heh, apa kamu tidak tahu ada orang di sini? Kenapa teriak-teriak tidak jelas?”“Semua ini pasti gara-gara Mama, mana Mas Wisnu?”“Memangnya kenapa Wisnu?” tanya Bu Sukma yang sudah tahu maksud Miranda, tapi ia sengaja berpura-pura.“Mas Wisnu tidak pulang, dia di sini kan? Dia nginap di sini kan?”“Tidak, Wisnu tidak pulang ke sini, memangnya dia tidak menghubungi kamu dia ada di mana?”“Dia pasti tidak main-main, dia mengatakan yang sebenarnya tadi!”“Mengatakan apa Mira?”“Katakan dengan siapa Mas Wisnu menikah Mam?”“Oh itu, dia sudah mengatakan padamu ternyata?”“Apa? Mama juga sudah tahu? Lalu kenapa Mama tidak mencegah pernikahan itu? Kenapa Mama seakan bersikap santai saja?”“Loh, kenapa harus aku yang repot, kan dia yang nikah?” jawab Bu Sukma semakin membuat Miranda naik darah.“Maksudku kenapa Mama tidak mencegah pernikahan itu terjadi?”“Ya ... Mama tidak
“Kamu akan membawa aku kemana?” Tanya Miranda sambil menarik tangannya.“Aku mau kita pulang, aku tidak mau kamu selalu bertengkar dengan Mama.”“Kalian berdua sama saja, aku tak akan marah jika kamu tidak nikah lagi!”“Sekarang begini, aku dan kamu tidak ada masalah apapun, jika memang kamu merasa punya masalah dengan aku, maka kita selesaikan di rumah, tidak berteriak-teriak kayak anak kecil, Mama tidak tahu apa-apa dalam hal ini.”“Siapa yang mau di madu? Tak terkecuali diriku!”“Ayo!” Tarik Wisnu kembali, ia tak menghiraukan Miranda yang masih saja berbicara dengan lantang dan kasar.Wisnu membuka pintu mobil dengan tangan kirinya, kemudian menatap Miranda tajam.“Masuk!”“Aku tidak mau, aku mau kamu pertemukan aku dengan istri muda kamu, siapa dia berani mengambil kamu dari aku.”“Masuk aku bilang!”“Aku tidak mau! Aku akan tetap di sini sampai kamu membawa Dia kemari.”“Apa telinga kamu sudah budek? Sehingga kamu tetap ngotot mau bertemu dengan dia hari ini? Bukankah
Seperti biasa, di hari yang cerah di pagi ini, Kinanti duduk di tepi ranjang tempat tidur, setelah beberapa saat setelah Wisnu berangkat ke kantor.Jari tangannya asyik memainkan gawai yang ada di tangannya, ia membuka aplikasi berwarna biru yang bersimbol huruf F.Ia kembali terusik ingin mengetahui kabar tentang Bima, entah sampai kapan laki-laki tak berperasaan itu akan selalu menempati hatinya.“Mas Bima ... seperti biasanya, kamu selalu mengupdate setiap kegiatan bisnismu, apakah sebaiknya aku menemuinya sekarang?” tanya Kinanti pada dirinya sendiri.Dengan berulangkali ia meyakinkan dirinya, Kinanti akhirnya mengambil tas selempang lalu keluar menuju mobil yang terparkir di garasi.Dengan penuh keyakinan, Kinanti menuju tempat Bima melakukan siaran langsung tersebut.Dalam beberapa menit, akhirnya mobil yang di tumpangi Kinanti akhirnya sampai, dengan langkah pasti ia menghampiri tempat tersebut.Di sana berkumpul beberapa orang, tampaknya teman bisnis yang memang sengaja
Wisnu mengangkat tubuh Kinanti, kemudian ia membaringkannya di atas tempat tidur. Ia sedikit panik, karena hingga saat ini Kinanti belum juga menunjukkan akan sadar.Wisnu mengambil minyak kayu putih, ia membalurkan ke seluruh tubuh Kinanti, kembali tangan itu merasakan betapa halusnya kulit yang kini masih terasa dingin itu.Wisnu menepuk-nepuk pipi Kinanti, namun tidak juga membuat Kinanti terusik. Mana lagi tak ada orang di rumah, entah semua pembantunya juga pergi kemana Wisnu tidak juga melihat mereka.“Kin ... sadarlah, jangan buat aku cemas seperti ini, aku bingung apa yang harus aku lakukan untuk membuat kamu sadar, sementara di luar masih hujan begitu lebatnya.”Wisnu mengambil selimut, ia menutupi seluruh bagian tubuh Kinanti dengan selimut itu, kurang puas dengan itu Wisnu masuk ke dalam selimut itu. Wisnu memeluk Kinanti untuk menyalurkan kehangatan pada Kinanti.Tiba-tiba timbul rasa yang tidak dapat di bendung, ia semakin memeluk Kinanti dengan erat, semula ia hany
Kinanti berjalan dengan tenang menuju ruang tamu, ia melihat Wisnu sudah berdiri menantinya. Laki-laki yang sok cool itu berdiri di dekat pintu keluar, menatap ramainya jalan yang terang oleh cahaya lampu.Mendengar suara langkah kaki Kinanti, Wisnu berpaling dan menatap Kinanti. Sungguh ia begitu terkejut melihat hasil balutan gaun yang ia berikan pada istrinya itu, sungguh mempesona.Dalam hati ia pun bertanya, sebenarnya ada apa sampai hati Bima meninggalkan Kinanti, ia jadi penasaran juga, bukan apa-apa, Cuma ia tidak habis pikir kenapa Kinanti yang begitu sempurna ini mendapat perlakuan yang begitu menyakitkan.“Kamu bodoh Wisnu, ya Alhamdulillah jika Bima meninggalkan Kinanti, itu namanya jodoh kamu, tahu!” sentak hati Wisnu.Ia terlihat tersenyum, ia baru mengucapkan rasa syukur dengan sangat jelas.“Alhamdulillah ....”“Hah, Alhamdulillah? Apanya?”“Eh ... anu ....” jawab Wisnu garuk-garuk kepala. Ia malah cengengesan.“Apa, kamu selesai lebih cepat dari perkiraanku, j
“Malam ini aku ingin mengajakmu makan malam di luar, apa kamu bersedia?” kata Wisnu dan kemudian duduk di dekat Kinanti “Makan malam di luar? Di mana?” Wajah Kinanti terlihat berubah, ada sesuatu yang sukar di tebak di dalam sana. Terus terang Kinanti jadi dag-dig-dug ser, duduk begitu dekat dengan Wisnu seperti ini.“Nanti kamu akan tahu.”“Tuhan ... jika suara dia selembut ini ... mana mungkin pertahananku akan tetap kekeh, aku paling tidak bisa menerima perlakuan lembut seperti ini.Kriiiing, Kinanti terkejut, ia tersadar dari lamunannya, ia menoleh ketika Wisnu mengangkat ponselnya.“Ya, ada apa?”Terlihatlah Wisnu bangkit dari duduknya, ia berdiri tidak jauh dari kinanti sementara sebelah tangannya ia masukkan ke dalam saku celana sebelah kanan, Kinanti menatap Wisnu dari ujung kepala sampai ujung kaki, semua terekspos secara sempurna. Ia mengakui jika suaminya memang begitu tampan dan penuh pesona. Tapi karena sikapnya yang dingin dan cuek, membuat hati membeku.Sayup te
Entah mengapa, hari ini terasa sangat membosankan. Kinanti mendengus serta menampar jok mobil yang di dudukinya. Kekesalan terpancar di mimik mukanya.Entah mengapa, hatinya terusik untuk sekedar tahu siapa sebenarnya perempuan yang kini sedang bersama Wisnu, hatinya masih menduga dan bertanya-tanya dan ia ingin memastikan.Keduanya terlihat begitu santai dan akrab, mereka tertawa bareng dengan begitu lepas, dari dalam hati Kinanti terbersit rasa iri, karena saat bersamanya, Wisnu jarang menunjukkan muka manis, mungkin hanya sekali ketika malam ia terjatuh, dan setelah itu tidak pernah.Tapi kali ini, tawa itu begitu berderai, tanpa beban sedikitpun, oleh karena itu Kinanti semakin bertambah penasaran, kakinya kembali turun, membimbingnya untuk keluar dari dalam mobil, dan ... tentu saja mengikuti Wisnu yang kini masuk ke dalam Mall.Kinanti terus berjalan di antara pengunjung yang lain, ia berada tidak begitu jauh dari Wisnu dan perempuan yang masih bersamanya ini.Keduanya berh
Setelah selesai sarapan, Wisnu berangkat ke kantor, sedangkan Kinanti bergegas kembali masuk ke dalam kamar. Ia termangu menatap ponsel yang masih utuh dalam kotak, ponsel baru yang sengaja di berikan oleh Wisnu padanya, ia tersenyum mengenang sikap Wisnu yang begitu salah tingkah ketika menyadari ponsel dalam tasnya jatuh begitu saja di atas lantai.Wajah kikuk dan grogi tergambar jelas, dan semuanya membuat Kinanti tidak habis pikir.“Apa sih susahnya tinggal mengatakan bahwa ia telah membelikan ponsel untuk dirinya, ini malah pura-pura mau berangkat ke kantor, dasar kamu memang pria aneh Wisnu!” gerutu Kinanti seorang diri.Tapi serupa dengan Wisnu, ia pun enggan untuk menyentuh ponsel itu. Rasa gengsi dan marah yang sengaja di buat-buat ia begitu berat hati untuk langsung begitu saja menerimanya, meski yang memberikan ponsel itu adalah suaminya sendiri. Namun baginya Wisnu tetaplah orang asing dan belum sepantasnya jika dirinya begini cepat dekat dan akrab.“Ah Bima, sebenar
Wisnu telah bersiap pergi ke kantor, seperti biasanya ia selalu memeriksa isi tas kantornya. Ia tertegun melihat kotak ponsel yang di belinya kemarin, ia belum memberikan ponsel itu pada Kinanti.Mukanya menoleh saat derit pintu kamar berbunyi, pertanda ada yang masuk.Tapi entah mengapa, bibir Wisnu seakan terkunci rapat untuk sekedar memanggil dan menyerahkan ponsel itu.Kinanti masih diam, ia masih bermuka datar, tak ada bias keramahan di wajah ayu miliknya, membuat Wisnu semakin membeku di tempatnya.“Mari kita sarapan di bawah, Papa dan Mama sudah menunggu.” Kata Kinanti masih berdiri di muka pintu, menanti Wisnu keluar dari kamar.“Aku tidak sarapan hari ini, aku pergi lebih awal ke kantor, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan lebih cepat pagi ini.” Wisnu mencoba memberikan alasan.“Sarapan hanya memerlukan waktu sebentar, lagi pula hari masih terlalu pagi untuk berangkat, apakah itu bukan sekedar alasan kamu agar cepat-cepat pergi?”“Kamu selalu berburuk sangka padaku
“Mas, mau ambil ponsel yang kemarin saya bawa kemari ya?” Kata Kinanti pada tukang servis ponsel yang ia datangi kemarin.“Dengan mbak Kinanti ya?”“Iya mas, apakah sudah jadi?”“Waduh Mbak, maaf ponselnya sudah tidak bisa di perbaiki!”“Yang bener saja Mas, masak sih?”“Iya, maaf ya Mbak?”“Apa tidak bisa di usahakan lagi ya Mas?”“Kemarin sudah saya coba Mbak, tapi tetap tidak bisa!”“Ya sudah kalau begitu, saya permisi dulu.”Kinanti meninggalkan tempat itu dengan perasaan kecewa, bagaimana tidak, ia benar-benar kehilangan kenangan yang ia lalui bersama dengan Bima, tak ada lagi yang bisa ia harapkan, tapi tak ada yang bisa di lakukan olehnya kali ini.akhirnya ia kembali masuk ke dalam taksi online yang iya pesan. Dengan lesu ia duduk di jok belakang taksi tersebut dan menatap keluar setelah berbicara pada sang sopir jika ia siap meninggalkan tempat itu.Dalam perjalanan, ia menatap keluar tanpa semangat, tiba-tiba netranya menatap seorang pemuda yang sedang berjalan s
Wisnu meletakkan ponsel baru yang baru saja di belinya, ia bermaksud memberikan ponsel itu untuk Kinanti, setelah beberapa hari yang lalu ia berhasil membujuk tukang servis HP agar tidak memperbaiki ponsel milik Kinanti.Lama ia terdiam, sesekali ia mendesah, ia begitu bingung harus bersikap seperti apa, harus bagaimana cara memberikan ponsel itu. Wisnu memasukkan ponsel baru itu ke dalam tas kerjanya, kemudian melangkah keluar meninggalkan kantor dengan santai.Wisnu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jujur ia begitu salah tingkah di hadapan istri mudanya itu.Dengan tekat yang kuat, akhirnya Wisnu memberanikan diri, ia mengetuk kamar yang masih tertutup rapat, mungkin Kinanti sedang istirahat.Lama tak ada sahutan, Wisnu masuk ke dalam kamar, ia melihat sekeliling kamar, namun ia tak menemukan keberadaan Kinanti di sana. Hanyalah suara gemercik dari arah kamar mandi, mungkin Kinanti sedang membersihkan diri.Wisnu tahu jika Kinanti masih marah padanya karena ponsel yang terj
Kinanti sibuk dengan gawai di tangannya, bahkan ia tidak menyadari jika kini Wisnu datang menghampirinya. Ia duduk di sebuah sofa panjang di ruang tamu.Wisnu menyusul Kinanti, setelah pertengkarannya dengan Miranda, ia tidak ingin memperpanjang masalah dengan Kinanti, makanya ia memutuskan untuk tinggal sementara waktu di kediaman keluarga Darmawan.Wajah teduh yang dingin itu seakan tak mengusik Kinanti, terbukti Kinanti yang masih memainkan gawai di tangannya, membuka galeri yang masih memamerkan kemesraannya dengan Bima.Wisnu mendekatkan dirinya kepada Kinanti, kepalanya agak melongok kedepan, sehingga Wisnu dengan bebas bisa melihat foto Kinanti yang di peluk dari belakang oleh Bima dengan begitu mesra. Dan Kinanti seakan tak mau berhenti menatapnya.Wisnu merasa darahnya berdesir.“Ah, mana mungkin aku cemburu, dia bukan siapa-siapa lagi bagi Kinanti, dia hanya masalalu.” Bisik hati Wisnu.Semakin lama wisnu melihat betapa lama Kinanti masih tetap pada posisi sebelum
“ Ayo Pa, kita berangkat, Kita yang jemput Kinanti sekarang!” Kata Sukma sangat bersemangat di dalam percakapannya dengan Pak Hermawan lewat ponsel. “Iya, tapi Papa masih meeting Ma .... tunggu sebentar lagi nanti Mama Papa jemput!” “Pokoknya Mama tak mau tahu, setengah jam lagi kita berangkat, atau Mama akan pergi sendiri!” “Kan tadi sudah Papa bilang, Mama saja yang jemput, sama sopir, Mama ngotot kita pergi!” “Ya sudah kalau Papa keberatan, aku pergi sendiri saja!” “Ya, oke Ma, tunggu ya ....” jawab Pak Hermawan akhirnya, ia tak bisa mendengar istrinya merajuk, karena tak selalu istrinya itu minta di turuti kemauannya, tapi jika sudah ingin maka harus mendapatkan apa yang di inginkannya. Selang beberapa menit, Pak Hermawan sudah datang menjemput Bu Sukma, sebab Bu Sukma sudah menunggu di tempat yang tidak jauh dari kantor mereka. “Masih ngambek?” canda Pak Hermawan sambil mencolek pipi istrinya mesra. “Pa ... Mama mau melihat wajah pucat Kinanti bersama Papa,