Ting, ponsel berdenting Reyhan mengirim pesan.
[Sayang pasti bisa!] aku ingin segera menuju kamarnya Reyhan menumpahkan segala kegalauan ini.[Aku kesana sayang.] Send.Dengan langkah mengendap aku berangkat ke ruangan Reyhan, ternyata dia sudah berdiri di depan pintu dan langsung memelukku. Dia seperti paham bahwa aku sangat tidak percaya diri. Aku menceritakan semua hal yang kudengar hari ini kepada Reyhan.Reyhan justru mengelus kepalaku mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, mengatakan bahwa aku bisa melakukan operasi dengan baik karena ini sudah biasa aku lakukan. Operasi seperti ini sebenarnya sudah biasa aku lakukan. Menurut Reyhan Aku pasti bisa melakukan operasi dengan lancar. 
Tanganku gemetar, dadaku terasa nyeri. Keringatku bercucuran. Kulihat Reyhan panik melihat kondisiku. Suara- suara mulai meremehkanku. "Bagaimana, Dok. Kenapa tangannya gemetar? Apa benar isu yang kami dengar," ucap salah satu dokter yang sangat sinis. Bagaimana bisa aku operasi dengan kondisi seperti ini, justru aku yang harus diperiksa. Keringatku semakin mengalir. Nafasku naik turun, sebenarnya ada masalah apa dengan jantungku ini. Dan Andra? Apakah selama ini jantungnya juga tidak sehat sehingga seperti ini. Suara sumbang mulai keluar, terlihat heboh baik di dalam maupun di luar ruangan. Tidak mungkin Reyhan yang datang menyelamatkanku. Bisa-bisa rencana gagal jika kami ketahuan kalau Reyhan yang menghampiriku. Aku harus bisa sendiri.
**Aku langsung menuju ruanganku, membuang nafas yang tidak beraturan dari tadi. Setidaknya bisa kulalui.Ponselku berdering panggilan dari dokter Daniel."Assalamualaikum, Annisa.""Waalaikumsalam, Dok.""Saya sudah minta izin agar dokter Annisa pulang cepat. Saya tunggu di parkiran, ya." Hm, padahal ingin kencan terlebih dahulu sama si Abang, dokter Daniel sepertinya tidak main-main."Iya, Dok. Saya siap-siap dulu." Untuk mengindari fitnah lebih baik ikuti saja maunya dokter Daniel.Sedang asyik berjalan menuju parkiran, tanganku tiba-tiba ditarik oleh seseorang ke ruangan. Siapa lagi kalau bukan si Abang tersayang."Mau kemana?" tanyanya yang langsung merangkulku. Aku lihat sekeliling terlebih dahulu takut ketahuan."Disini sepi, tak ada yang tahu," ucapnya sambil mengecup keningku."Aku sudah ditunggu dokter Daniel di luar, sayang.""Wah, ngajak
Semua mundur, kulakukan sentuhan pertama!Namun, gagal."Sekali lagi, Bersiap!"Ini adalah perasaan yang paling horor ketika menjadi dokter adalah mengembalikan pasien agar jantungnya berdetak kembali.Dug ...! Masih gagal!Perawat menggeleng pasien belum kembali, ibu pasien sudah menjerit-jerit menangis. Berkali-kali kutingkatkan do'a agar pasien kembali. Dua kali hasilnya nihil. Aku semakin tegang kesempatanku sekali lagi."Tingkatkan dosisnya, dok!" Reyhan ikut memberi saran. Kulakukan prosedur kedua dengan meningkatkan dosis. Keringatku bercucuran, perasaanku tidak menentu. Keselamatan pasien yan
"Dokter Annisa?!" Danang terlihat canggung berada di sampingku. "Maaf saya tidak tahu jika dokter ada di sebelahku," ucapku polos. "Saya duluan, ya, tadi ingin mengecek Pak Reyhan ternyata beliau ada tamu," ucapku berbohong. "Tunggu!" Reyhan keluar mengejarku. "Mana obat yang kuminta?" Tanyanya, aku bingung obat apa yang dimaksud. "Oh ... Hm." Aku melirik dokter Danang yang ada di sampingku. Reyhan berusaha mengedipkan mata agar aku ikut akting. Namun, Vivi datang mencekal tangan Reyhan tidak terima ditinggal begitu saja. "Mau kemana, Mas?" Tanya Vivi berurai air mata. Aku kadang kasihan melihatnya yang berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan Reyhan. Entah apa motifnya. "Aku mau ambil obatku ya
"Sayang tunggu abang menjemputmu." Aku hanya mengangguk menikmati transfer cinta dari Reyhan. Kenapa aku jadi lemah begini padahal sebelumnya aku yang paling kuat dan semangat. Apakah terlalu mencintai rasanya seberat ini? Entahlah, aku merasa sangat rapuh dengan kondisiku yang seperti ini. Tuhan, berilah aku waktu bagaimana rasanya bahagia itu. Aku takut terlalu bahagia justru mematikanku secara perlahan. Bahkan jantungku yang berdetak pun menolak jika aku terlalu bahagia.Ponselku terus berdering sepertinya dokter Daniel sudah menunggu di luar. Dia terus menelponku."Siapa sayang?" tanya Reyhan."Dokter Daniel sepertinya sudah jemput," ucapku."Katanya mau nginap." Reyhan terlihat manyun."Besok pagi 'kan ketemu lagi." Aku sudah mengambil tas dan segera menuju lobi. Namun, Reyhan lagi-lagi menarikku dan langsung memelukku&
Bergegas kubuka jendela ternyata benar Reyhan ada di luar melambaikan tangan. Kami persis adegan anak SMA yang labil yang saling merindukan."Diam, aku belum puas memandang wajahmu, Sayang.""Aku tak bisa memejamkan mata, Nad. Maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu. Kumohon kembalilah seperti istriku yang dulu, jangan berfikir yang lain." Aku mengangguk, rindu menyeruak begitu saja. Kami tergugu bersama."Aku sangat mencintaimu, Han."Hening, yang terdengar adalah suara tangisan.Tok! Tok! Tok! Pintu diketuk aku segera mematikan ponsel dan menaruhnya di tas. Kuhapus air mataku, kubilas wajahku yang sembab ini agar mereka tidak curiga.Ternyata yang datang adalah dokter Daniel dengan membawa cemilan yang sangat banyak."Tadi sebelum jemput aku mampir di minimarket, Annisa." Dia menyodorkan cemilan yang dibeli kepadaku."Terima kasih, Dok. Maaf ngerepotin."
Jam menunjukkan pukul 14.00 aku harus pulang terlebih dahulu. Selain itu aku harus punya alasan yang real untuk izin ikut di pertemuannya Reyhan ke bu Ratih dan dokter Daniel. Sift pagi sudah selesai meski bingung alasan apa yang harus kubuat apalagi semua dokter rumah sakit diundang tak terkecuali. Sampai menjelang siang pun Reyhan tak menghubungi sama sekali. Berkali-kali kulihat kado cantik berisi gaun ini. Setelah kubuka ternyata ada kertas yang isinya membuatku tersenyum. Sesampai di rumah, ternyata dokter Daniel juga sudah ada di rumah. "Annisa di rumah sakitmu tidak ada yang heboh?" tanya dokter Daniel yang langsung bertanya. "Gak ada, emang kenapa, Dok?" tanyaku kembali. "Kirain ...." Dia tidak melanjutkan, padahal dia tahu hari ini ada undangan dari Reyhan.
****POV VIVIAkhirnya Reyhan menerima pertunangan denganku. Bukan tidak mungkin dia menerima karena aksiku lebih nekat dari sebelumnya. Entah mengapa aku tidak bisa melupakan Reyhan walau Danang sudah seperti kacung mengikuti semua kemauanku. Reyhan terlalu sempurna untuk dimiliki orang lain. Jujur aku tidak sanggup.Di luar dugaanku obat-obat yang kuberi Reyhan tidak diminum sama sekali. Selama ini dia hanya membuatku senang, tapi aku justru yang takut jika dia nekat akan membuangku. Kulakukan plan B agar rencanaku mulus. Intinya aku harus mendapatkan Reyhan, tujuanku adalah3 menjadi ratu di hati Reyhan meski dia tidak melirikku sedikit pun. Jujur aku semakin kalut.Malam ini kunekat ingin bunuh diri dari lantai atas apartemen. Bagaimana tidak? Dia pergi ke tempat Annisa dan aku melihat sendiri dia berdiam diri di luar memandang Annisa. Hatiku hancur usahaku terasa sia-sia. Kulakukan aksiku agar Reyhan mau melangsungkan pertunangan