"Dokter Annisa?!" Danang terlihat canggung berada di sampingku. "Maaf saya tidak tahu jika dokter ada di sebelahku," ucapku polos. "Saya duluan, ya, tadi ingin mengecek Pak Reyhan ternyata beliau ada tamu," ucapku berbohong. "Tunggu!" Reyhan keluar mengejarku. "Mana obat yang kuminta?" Tanyanya, aku bingung obat apa yang dimaksud. "Oh ... Hm." Aku melirik dokter Danang yang ada di sampingku. Reyhan berusaha mengedipkan mata agar aku ikut akting. Namun, Vivi datang mencekal tangan Reyhan tidak terima ditinggal begitu saja. "Mau kemana, Mas?" Tanya Vivi berurai air mata. Aku kadang kasihan melihatnya yang berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan Reyhan. Entah apa motifnya. "Aku mau ambil obatku ya
"Sayang tunggu abang menjemputmu." Aku hanya mengangguk menikmati transfer cinta dari Reyhan. Kenapa aku jadi lemah begini padahal sebelumnya aku yang paling kuat dan semangat. Apakah terlalu mencintai rasanya seberat ini? Entahlah, aku merasa sangat rapuh dengan kondisiku yang seperti ini. Tuhan, berilah aku waktu bagaimana rasanya bahagia itu. Aku takut terlalu bahagia justru mematikanku secara perlahan. Bahkan jantungku yang berdetak pun menolak jika aku terlalu bahagia.Ponselku terus berdering sepertinya dokter Daniel sudah menunggu di luar. Dia terus menelponku."Siapa sayang?" tanya Reyhan."Dokter Daniel sepertinya sudah jemput," ucapku."Katanya mau nginap." Reyhan terlihat manyun."Besok pagi 'kan ketemu lagi." Aku sudah mengambil tas dan segera menuju lobi. Namun, Reyhan lagi-lagi menarikku dan langsung memelukku&
Bergegas kubuka jendela ternyata benar Reyhan ada di luar melambaikan tangan. Kami persis adegan anak SMA yang labil yang saling merindukan."Diam, aku belum puas memandang wajahmu, Sayang.""Aku tak bisa memejamkan mata, Nad. Maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu. Kumohon kembalilah seperti istriku yang dulu, jangan berfikir yang lain." Aku mengangguk, rindu menyeruak begitu saja. Kami tergugu bersama."Aku sangat mencintaimu, Han."Hening, yang terdengar adalah suara tangisan.Tok! Tok! Tok! Pintu diketuk aku segera mematikan ponsel dan menaruhnya di tas. Kuhapus air mataku, kubilas wajahku yang sembab ini agar mereka tidak curiga.Ternyata yang datang adalah dokter Daniel dengan membawa cemilan yang sangat banyak."Tadi sebelum jemput aku mampir di minimarket, Annisa." Dia menyodorkan cemilan yang dibeli kepadaku."Terima kasih, Dok. Maaf ngerepotin."
Jam menunjukkan pukul 14.00 aku harus pulang terlebih dahulu. Selain itu aku harus punya alasan yang real untuk izin ikut di pertemuannya Reyhan ke bu Ratih dan dokter Daniel. Sift pagi sudah selesai meski bingung alasan apa yang harus kubuat apalagi semua dokter rumah sakit diundang tak terkecuali. Sampai menjelang siang pun Reyhan tak menghubungi sama sekali. Berkali-kali kulihat kado cantik berisi gaun ini. Setelah kubuka ternyata ada kertas yang isinya membuatku tersenyum. Sesampai di rumah, ternyata dokter Daniel juga sudah ada di rumah. "Annisa di rumah sakitmu tidak ada yang heboh?" tanya dokter Daniel yang langsung bertanya. "Gak ada, emang kenapa, Dok?" tanyaku kembali. "Kirain ...." Dia tidak melanjutkan, padahal dia tahu hari ini ada undangan dari Reyhan.
****POV VIVIAkhirnya Reyhan menerima pertunangan denganku. Bukan tidak mungkin dia menerima karena aksiku lebih nekat dari sebelumnya. Entah mengapa aku tidak bisa melupakan Reyhan walau Danang sudah seperti kacung mengikuti semua kemauanku. Reyhan terlalu sempurna untuk dimiliki orang lain. Jujur aku tidak sanggup.Di luar dugaanku obat-obat yang kuberi Reyhan tidak diminum sama sekali. Selama ini dia hanya membuatku senang, tapi aku justru yang takut jika dia nekat akan membuangku. Kulakukan plan B agar rencanaku mulus. Intinya aku harus mendapatkan Reyhan, tujuanku adalah3 menjadi ratu di hati Reyhan meski dia tidak melirikku sedikit pun. Jujur aku semakin kalut.Malam ini kunekat ingin bunuh diri dari lantai atas apartemen. Bagaimana tidak? Dia pergi ke tempat Annisa dan aku melihat sendiri dia berdiam diri di luar memandang Annisa. Hatiku hancur usahaku terasa sia-sia. Kulakukan aksiku agar Reyhan mau melangsungkan pertunangan
Flashback onBangun dari tidur ada Reyhan disampingku yang sedang menatapku. Ya Allah, suer mau copot rasanya ini jantung. Tanpa banyak kata dia langsung memelukku."Selamat datang permaisuriku," ucap Reyhan sambil mengecup keningku. Ada rasa yang tidak bisa diungkapkan ini seperti mimpi bagiku.Tak berselang lama Reyhan menekan tombol telephon di kamar."Mi, menantu kesayangannya mami sudah sadar. " Binar wajah Reyhan sangat bahagia, sementara aku masih bingung bagaimana bisa sampai disini. Yang paling kuingat datang ke rumah sakit setelah itu tidak ingat sama sekali.Tiba-tiba mami, Ayah dan Rachel masuk ke kamar. Mereka langsung memelukku, mami sampai mengeluarkan air mata terharu."Masya Allah Anak mami, Nadhine Azzahra. Ini kamu, Nak?" aku hanya mengangguk, tangis bahagia membuat kami seperti anak kecil. Rach
Aku dibawa dengan ambulance. Reyhan terus mengenggam tanganku. Air matanya keluar membuatku ikut terisak."Kita sudah berjanji untuk hidup sampai menua, Nad." Aku hanya mengangguk. Cinta yang amat besar bersemayam di hati kami ini membuat kami hanya bisa terisak. Andai saja aku bisa memilih, aku ingin selalu bersamamu mengukir cerita tentang kita, menjadi orang tua dari anak-anak yang lucu."Nad, bertahanlah untuk cinta kita." Air mata Reyhan terus mengucur, aku hanya bisa memandang wajah lelakiku dengan tetap tersenyum. Rasanya seluruh badanku terasa lemas. Apakah waktuku telah tiba."Sayang ...." Reyhan terus terisak."Han, berjanjilah untuk selalu bahagia tanpa diriku." Reyhan menggeleng, kami terus terisak."Kita pasti akan hidup selamanya, Nad.""Temukan yang lebih baik dariku, sayang," ucapku.
Aku terbangun dengan badan yang terasa beda, efek tidur yang terlalu lama. Kulihat Reyhan sedang mengerjakan sesuatu. Cukup lama aku menatap suamiku yang terlihat sibuk itu. Pikirannya pasti terbagi beberapa hari ini. Kepalaku sedikit pusing, tetapi badanku terasa lebih segar. Apa aku sudah melewati masa kritis. Rasanya beda dari sebelumnya. "Sayang ...." Reyhan langsung mendengar suaraku. "Sayang ... Masya Allah sudah sadar?" Aku mengangguk, jam menunjukkan pukul 21.00 "Sayang aku mau duduk, capek tidur terus." Reyhan terkejut mendengar ucapanku. "Tunggu sebentar ya, Abang panggilkan dokter dulu. Sayang diperiksa dulu." Aku mengangguk mengikuti instruksi dari Reyhan. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter terlihat takjub melihat perkembanganku yang sangat pesat. Semalam aku bermimpi bertemu dengan dokter