Hari semakin hari kehamilanku terasa berat. Aku sudah resign dari rumah sakit. Mudah lelah dan sering sesak nafas membuatku tidak nyaman. Namun, tak menyurutkanku untuk menghadirkan buah hati ini. Jika waktuku tiba ada anak yang menjadi penyemangat Reyhan nanti. Kujalani semua ini dengan ikhlas dan berharap semua kebaikan bertumpu kepada kami.
***Menjelang melahirkan bahkan aku tak bisa tidur malam lagi. Kaki yang bengkak ini membuatku sulit untuk berjalan. Badanku mulai terasa berat, nafasku bahkan sudah tak beraturan. Namun, aku sadar diri sebisa mungkin tak ingin membuat Reyhan panik. Aku sudah berusaha seperti wanita hamil lainnya banyak gerak menjelang melahirkan."Sayang diam saja, jangan terlalu banyak gerak.""Harus banyak gerak sayang, biar dedek sehat dan bunda kuat." Reyhan hanya tersenyum. Namun, kutahu dia lebih panik dariku menjelang persalinan"Sehat-sehat ya, dedek dan bunda." Dia memegang dan mencium perutku."Sayang kenapa tidak kerja?" tanyaku heran melihatnya belum siap 
Masuk trimester ketiga kondisi Nadhine semakin berbeda. Bukan hanya kaki, tapi tangan dan wajahnya juga bengkak. Hari ini dia memintaku untuk mengajaknya ke pantai. Pantai dekat kampung halamannya. "Sayang, jika aku tiada nanti. Berjanjilah untuk selalu bahagia." Ucapan itu mungkin sudah sekian ratus kali Nadhine ucapkan ketika bersamaku. Di bibir pantai aku duduk dengannya. Kami bernostalgia tentang cinta kami dan kenangan di kedokteran. Sesekali dia tertawa, tapi justru aku yang terluka. Aku seperti bersama dengan orang yang akan pergi jauh. Pergi selama-lamanya. "Han, wasiat dokter Andra lebih baik dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Rumahnya kembalikan saja ke adik-adiknya yang lebih berhak. Kudengar mereka ngontrak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kalau uangnya mungkin bisa dibuatkan sebuah yayasan penderita jantung. Agar kebaikannya mengalir terus menerus." Aku hanya mengangguk, meski setiap kata yang terucap dari Nadhine membuatku hancur.***Aku bahkan tak tenang kerja
"Perhatian-perhatian satu Bis kecelakaan menuju rumah sakit, semua dokter, bersiaplah!" begitu pesan pengeras suara membuat kami berlari menuju depan pintu UGD, tidak bisa dibayangkan bagaimana sibuknya kami jika mendapat panggilan darurat seperti ini."Ambulan menuju rumah sakit, korban kecelakaan 25 orang, dimohon semua dokter segera menuju UGD." Kawasan rumah sakit yang tidak jauh dari puncak membuat kami harus siaga jika ada kecelakaan seperti ini."Dokter Nadhine, pasien sudah sampai!" salah satu perawat mendatangiku, hari ini hari yang harus siap kondisi lahir dan bathin. Menjadi dokter adalah kebanggaanku.Namaku Nadhine Azzahra dokter spesialis bedah umum, ini tahun kedua berada di rumah sakit ini. "Yang patah tulang 2 orang, Dok, satu ada cedera yang butuh operasi dari dokter Nadhine.""Dokter yang menangani sudah siap?" "Siap, Dok.""Baik."Setelah mengecek kondisi ternyata ada 3 orang yang harus dioperasi, Bis yang jatuh membuat kondisi pasien banyak yang luka parah."R
"Itu selingkuhanmu, Nadhine? Ternyata omongan mama benar jika kamu punya selingkuh!" Aku masih diam, percuma menjelaskan apa-apa."Kenapa diam? Jawab! Delapan tahun kamu menghilang tanpa kabar, kenapa tidak sekalian kamu hilang. Kamu kira mudah melupakanmu, hilang dan pergi sesukamu!" ada air yang keluar dari bola matanya, kenapa dia marah dan menangis? Bukannya disini aku yang menjadi korban?"Han, ayo kita kembali ke ruangan," ajakku pada Reyhan yang ikut diam melihat Andra melabrakku.Reyhan hanya ikut, sementara Andra tidak terima aku cuekin dia langsung mencegat kami berdua."Kenapa pergi? Apa begini caramu membuat hati orang terluka?" apa Andra selama ini terluka? Entahlah, bingung dengan semua ini."Kamu siapa?" Andra menunjuk Reyhan."Kamu sebaiknya jangan mendekati dia, dia sangat gampang membuat orang sakit hati." Semua orang mulai mendekat, karena Andra tidak bisa mengendalikan diri.Reyhan terlihat emosi melihat Andra yang melabrak kami berdua, semua orang mendekati kami
***Kabar yang beredar Andra diundang khusus sebagai dokter spesialis bedah yang berani dibayar mahal. Selain tampan, Andra memang dokter yang berprestasi, tak salah jika menjadi rebutan beberapa rumah sakit. Keterampilannya tidak perlu diragukan lagi. Itulah yang membuatku terlena dan terharu ketika dilamar olehnya dulu. Namun, tidak bagi orang tuanya. Andra sudah disiapkan menjadi menantu pemilik rumah sakit yang terkenal oleh ibunya.Salahnya aku adalah mengambil spesialis bedah yang sama dengan dirinya, bayangan dirinya memaksa untukku mengambil spesialis yang sama dengannya. Aku akui sebucin itu dengannya, merasakan bahwa dengan mengambil spesialis yang sama dengannya suatu saat bisa membalas sakit hati yang kurasa."Ada dokter tampan yang baru datang di rumah sakit kita." Salah satu suster mulai bergosip ria."Kabarnya calon menantu rumah sakit ini, ya," jawab salah satu suster. Sepertinya rumah sakit ini akan penuh dengan cerita Andra dengan calon istrinya.Ini yang namanya luk
Ternyata kami benar-benar dipanggil, Sinta terlihat pucat dengan gengnya. Sementara aku tetap santai, siapa yang ingin menjadi janda? Andai dia tahu sakitnya dibuang dan ditelantarkan begitu saja. Om-om? Darimana dia mendapat ide sejahat itu. Biarkan saja, selama tidak ada bukti, tidak perlu capek untuk meladenin hal-hal yang tidak penting.Kami berempat dikumpulkan di ruang pertemuan, dari jauh Andra melihatku seperti ingin membantu. Aku sudah benar-benar melupakan Andra dalam kondisi apa pun, bagiku Andra adalah masa lalu meski jujur, Andra memang sangat memesona."Silahkan duduk!" suasana terasa menegangkan, jika memang dibutuhkan pembenaran dipastikan nama baik Andra akan tercemar."Kenapa kalian mempermasalahkan rekan sejawat kalian yang menjadi janda, saya sudah membaca biodata dari dokter Nadhine dan sangat jelas dia menulis di identitas statusnya jika dia seorang janda. Mungkin kalian kurang update!" aku lumayan terkejut, perasaan selama ini tidak ada yang tahu jika aku janda
Hari ini dengan semangat baru pergi ke rumah sakit, menjadi dokter adalah kebanggaan bagiku dan orang tuaku. Hal-hal yang sekiranya akan menganggu profesiku sudah kusiapkan sebelumnya. Saatnya bersaing dengan mantan suamiku. Salah satu keputusanku mengambil spesialis bedah adalah untuk bersaing dengan Andra suatu saat, bertarung di meja operasi. Pagi sekali direktur yang bernama dokter Danang itu sudah di rumah sakit, sepertinya rumah sakit akan lebih disiplin dengan kehadirannya. Pukul tujuh pagi kami semua sudah dikumpulkan untuk diberi pengarahan."Bapak/ibu dokter dimohon kerjasamanya untuk datang lebih awal, saya lihat pukul tujuh pagi pasien disini sudah membludak. Mohon kerja samanya, karena rumah sakit ini banyak diminati. 95% dokter disini dokter pilihan dari kampus, jadi tolong kerja samanya untuk kebaikan rumah sakit kita. Kenalkan nama saya dr. Danang. Terima kasih atas perhatiannya." Dokter Danang mengakhiri sambutannya.Sepertinya akan semakin banyak pekerjaan, Reyhan h
"Bagaimana, Nad?""Apanya, Han?""Kamu harus berubah, seandainya dari dulu kamu ikut saran dariku untuk berubah, pasti lain lagi ceritanya." Kenapa Reyhan begini, sebentar lagi dia akan menikah, pernyataannya seperti ini membuat hati tak menentu. Kebaikannya jarang dimiliki oleh orang lain. "Han, selama kita mampu, jangan sampai menjadi beban bagi orang lain.""Kalau begitu berjanjilah padaku, untuk bangkit, Nad. Dipastikan jika mantanmu muncul maka babak baru dalam hidupmu akan dimulai, sekarang mantanmu, besok mantan iparmu, besoknya lagi mantan mertuamu dan kamu harus berubah, Nad." Sifat Han seperti ini membuat hati tak menentu."Aku harus bagaimana, Han.""Belajarlah jatuh cinta lagi, kalau bisa menikah lah. Agar ada yang membelamu dalam keadaan apa pun!" aku diam bingung mau jawab apa. Menikah? Apa semudah itu? Bahkan laki-laki yang akan setia lahir dan bathin pun tidak bisa menepati janjinya."Akan kupikirkan, Han. Sekarang kita kembali ke ruangan saja." Aku bersiap menuju rua