****
POV VIVIAkhirnya Reyhan menerima pertunangan denganku. Bukan tidak mungkin dia menerima karena aksiku lebih nekat dari sebelumnya. Entah mengapa aku tidak bisa melupakan Reyhan walau Danang sudah seperti kacung mengikuti semua kemauanku. Reyhan terlalu sempurna untuk dimiliki orang lain. Jujur aku tidak sanggup.Di luar dugaanku obat-obat yang kuberi Reyhan tidak diminum sama sekali. Selama ini dia hanya membuatku senang, tapi aku justru yang takut jika dia nekat akan membuangku. Kulakukan plan B agar rencanaku mulus. Intinya aku harus mendapatkan Reyhan, tujuanku adalah3 menjadi ratu di hati Reyhan meski dia tidak melirikku sedikit pun. Jujur aku semakin kalut.Malam ini kunekat ingin bunuh diri dari lantai atas apartemen. Bagaimana tidak? Dia pergi ke tempat Annisa dan aku melihat sendiri dia berdiam diri di luar memandang Annisa. Hatiku hancur usahaku terasa sia-sia. Kulakukan aksiku agar Reyhan mau melangsungkan pertunanganFlashback onBangun dari tidur ada Reyhan disampingku yang sedang menatapku. Ya Allah, suer mau copot rasanya ini jantung. Tanpa banyak kata dia langsung memelukku."Selamat datang permaisuriku," ucap Reyhan sambil mengecup keningku. Ada rasa yang tidak bisa diungkapkan ini seperti mimpi bagiku.Tak berselang lama Reyhan menekan tombol telephon di kamar."Mi, menantu kesayangannya mami sudah sadar. " Binar wajah Reyhan sangat bahagia, sementara aku masih bingung bagaimana bisa sampai disini. Yang paling kuingat datang ke rumah sakit setelah itu tidak ingat sama sekali.Tiba-tiba mami, Ayah dan Rachel masuk ke kamar. Mereka langsung memelukku, mami sampai mengeluarkan air mata terharu."Masya Allah Anak mami, Nadhine Azzahra. Ini kamu, Nak?" aku hanya mengangguk, tangis bahagia membuat kami seperti anak kecil. Rach
Aku dibawa dengan ambulance. Reyhan terus mengenggam tanganku. Air matanya keluar membuatku ikut terisak."Kita sudah berjanji untuk hidup sampai menua, Nad." Aku hanya mengangguk. Cinta yang amat besar bersemayam di hati kami ini membuat kami hanya bisa terisak. Andai saja aku bisa memilih, aku ingin selalu bersamamu mengukir cerita tentang kita, menjadi orang tua dari anak-anak yang lucu."Nad, bertahanlah untuk cinta kita." Air mata Reyhan terus mengucur, aku hanya bisa memandang wajah lelakiku dengan tetap tersenyum. Rasanya seluruh badanku terasa lemas. Apakah waktuku telah tiba."Sayang ...." Reyhan terus terisak."Han, berjanjilah untuk selalu bahagia tanpa diriku." Reyhan menggeleng, kami terus terisak."Kita pasti akan hidup selamanya, Nad.""Temukan yang lebih baik dariku, sayang," ucapku.
Aku terbangun dengan badan yang terasa beda, efek tidur yang terlalu lama. Kulihat Reyhan sedang mengerjakan sesuatu. Cukup lama aku menatap suamiku yang terlihat sibuk itu. Pikirannya pasti terbagi beberapa hari ini. Kepalaku sedikit pusing, tetapi badanku terasa lebih segar. Apa aku sudah melewati masa kritis. Rasanya beda dari sebelumnya. "Sayang ...." Reyhan langsung mendengar suaraku. "Sayang ... Masya Allah sudah sadar?" Aku mengangguk, jam menunjukkan pukul 21.00 "Sayang aku mau duduk, capek tidur terus." Reyhan terkejut mendengar ucapanku. "Tunggu sebentar ya, Abang panggilkan dokter dulu. Sayang diperiksa dulu." Aku mengangguk mengikuti instruksi dari Reyhan. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter terlihat takjub melihat perkembanganku yang sangat pesat. Semalam aku bermimpi bertemu dengan dokter
Reyhan sangat setia merawatku di rumah. Tiga hari ini dia minta cuti untuk tidak bekerja. Dia bahkan membuat jadwal untukku mengkonsumsi obat. Dia tak ingin waktu hilang bersamaku walau sedetik pun. Makanan pun semuanya di steril dulu olehnya. Ada beberapa makanan yang tidak dianjurkan untuk penderita jantung. Reyhan sangat hati-hati. Semua pelayan bahkan di berikan pengarahan dulu agar makanan yang kumakan harus benar-benar sesuai. Kami hanya senyum-senyum melihat tingkah Reyhan yang mengalahkan perawat rumah sakit."Abang, kak Nadhine udah sembuh. Dibuat kayak gitu bikin sakit beneran." Seperti biasa Rachel menganggu Reyhan yang sedang menyuapiku. Bahkan Reyhan tak pernah absen menyuapiku makan selama di rumah."Kalau jomlo mana tahu hal demikian." Rachel justru tertawa, aku hanya senyum-senyum melihat si abang yang memang berlebihan bapernya.Kondisiku memang masih lemah meski badan terasa segar.
"Nak, laki-laki dewasa itu biasnya belajar dari pengalaman. Asal Nadhine tahu saja Ayah itu sangat mencintai mami sampai pernah menjadi orang jahat, ternyata setelah enam tahun kemudian, kami dipertemukan dengan ayah kalian yang begitu dewasa dalam kondisi mami janda. Bahkan dia rela mengambil spesialis bedah agar bisa bersama mami. Jodoh selalu datang di waktu yang tepat meski butuh waktu yang lama. Makanya kalau lihat Reyhan seperti melihat ayah waktu muda dulu mencintai mami sampai waktu yang tak terbatas." Mami sangat menghayati sekali menceritakan masa lalunya sambil meneteskan air mata."Saat ini nak Nadhine harus percaya bahwa Reyhan tulus menyanyangimu agar transfer cinta kalian menyatu. Hindari pikiran yang dapat merusak hubungan dan perasaan kalian. Apalagi penyakit jantung tidak boleh stress." Aku mengangguk dan membalas pelukan mami. Mami mertua yang luar biasa dihatiku.Kalimat terakhir yang membuatku terenyuh adalah pernyataan mami bahwa yang
"Boleh kami berbicara, Nad?" tanya Laras. Aku menoleh ke Reyhan menanyakan kode apakah aku boleh atau tidak. Reyhan mengangguk. Kami sepakat untuk berbicara sebentar mengingat ada acara di rumah. Penampilan Laras dan Jihan saat ini sangat jauh sebelum aku kecelakaan. Tidak tahu bagaimana nasib mantan mama mertua. "Maafkan kami, Nad." Laras memulai pembicaraan. "Mama sudah meninggal dunia," sambung Jihan. "Innalillahiwainnailaihi roji'un." "Kami tidak memiliki biaya untuk pengobatan mama, setelah mas Andra meninggal mama depresi, kami mencoba untuk membawanya keluar negeri. Ternyata mama mengalami kanker rahim stadium akhir. Nyawanya tidak tertolong hingga meninggal satu bulan yang lalu." Jihan dengan detail menceritakan kejadian yang menimpanya. Aku dan Reyhan hanya menjadi pendengar setia.
Tak terasa sudah sampai di rumah, mami sudah siap salat magrib. Sementara Rachel belum pulang dari rumah sakit, pasti sangat macet di jalan. "Alhamdulillah kalian sudah sampai," ucap mami. "Mana Rachel, Mi? Apa dia balik lagi ke rumah sakit setelah makan siang tadi?" tanya Reyhan yang belum melihat adik manisnya. "Belum pulang, paling macet di jalan. Iya tadi adikmu balik, dia menggerutu tidak kuat jadi direktur di rumah sakit." Aku hanya senyum-senyum mendengar mami cerita. "Bawa apa, Nak?" tanya mami yang melihatku membawa amplop besar. Reyhan menjelaskan ke mami, hasil pertemuanku dengan Jihan dan Laras. "Ujian dan musibah terkadang membuat orang semakin dewasa, ya, Rey." Ayah ikut bergabung bersama kami. "Kalian mandi, ya, udah mau magrib," ucap mami. Kami mengangguk dan bersiap ke kamar, suara deru mobil Rachel memasuki halaman rumah. Dia pasti belum tahu akan dipinang oleh dok
"Lagi buka apa, sayang?" Reyhan tiba-tiba masuk menanyakan amplop yang akan kubuka."Ini, sayang. Bukannya ini punyaku?" tanyaku yang penasaran."Iya, sayang itu punyamu." Reyhan nampak tenang, tidak ada gelagat yang mencurigakan. Aku membuka isi amplop itu, tapi semua hasil normal tak ada yang harus kukhawatirkan. Itu berarti aku masih punya kesempatan untuk hamil."Han ....""Iya, sayang, kenapa?""Aku khawatir rahimku bermasalah?" Reyhan mengenggam tanganku, dia duduk dibawah renjang sementara posisiku di atas ranjang. Dalam kelembutan dia menatapku seperti merasakan kegalauan yang kualami."Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya. Kita harus berprasangka baik agar semua yang kita harapkan berakhir baik. Abang bersyukur masih bisa melihatmu dan berada didekatmu, sayang." Aku seperti merasakan kode bahwa sebenarnya akan sulit bagi kami memiliki anak."Aku hanya ingin membuatmu bahagia, Han.""Melihat senyummu saja sudah anugerah yang luar biasa bagiku, sayang. Tidak mudah bagi kit