Bergegas kubuka jendela ternyata benar Reyhan ada di luar melambaikan tangan. Kami persis adegan anak SMA yang labil yang saling merindukan.
"Diam, aku belum puas memandang wajahmu, Sayang." "Aku tak bisa memejamkan mata, Nad. Maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu. Kumohon kembalilah seperti istriku yang dulu, jangan berfikir yang lain." Aku mengangguk, rindu menyeruak begitu saja. Kami tergugu bersama."Aku sangat mencintaimu, Han." Hening, yang terdengar adalah suara tangisan. Tok! Tok! Tok! Pintu diketuk aku segera mematikan ponsel dan menaruhnya di tas. Kuhapus air mataku, kubilas wajahku yang sembab ini agar mereka tidak curiga.Ternyata yang datang adalah dokter Daniel dengan membawa cemilan yang sangat banyak."Tadi sebelum jemput aku mampir di minimarket, Annisa." Dia menyodorkan cemilan yang dibeli kepadaku."Terima kasih, Dok. Maaf ngerepotin."Jam menunjukkan pukul 14.00 aku harus pulang terlebih dahulu. Selain itu aku harus punya alasan yang real untuk izin ikut di pertemuannya Reyhan ke bu Ratih dan dokter Daniel. Sift pagi sudah selesai meski bingung alasan apa yang harus kubuat apalagi semua dokter rumah sakit diundang tak terkecuali. Sampai menjelang siang pun Reyhan tak menghubungi sama sekali. Berkali-kali kulihat kado cantik berisi gaun ini. Setelah kubuka ternyata ada kertas yang isinya membuatku tersenyum. Sesampai di rumah, ternyata dokter Daniel juga sudah ada di rumah. "Annisa di rumah sakitmu tidak ada yang heboh?" tanya dokter Daniel yang langsung bertanya. "Gak ada, emang kenapa, Dok?" tanyaku kembali. "Kirain ...." Dia tidak melanjutkan, padahal dia tahu hari ini ada undangan dari Reyhan.
****POV VIVIAkhirnya Reyhan menerima pertunangan denganku. Bukan tidak mungkin dia menerima karena aksiku lebih nekat dari sebelumnya. Entah mengapa aku tidak bisa melupakan Reyhan walau Danang sudah seperti kacung mengikuti semua kemauanku. Reyhan terlalu sempurna untuk dimiliki orang lain. Jujur aku tidak sanggup.Di luar dugaanku obat-obat yang kuberi Reyhan tidak diminum sama sekali. Selama ini dia hanya membuatku senang, tapi aku justru yang takut jika dia nekat akan membuangku. Kulakukan plan B agar rencanaku mulus. Intinya aku harus mendapatkan Reyhan, tujuanku adalah3 menjadi ratu di hati Reyhan meski dia tidak melirikku sedikit pun. Jujur aku semakin kalut.Malam ini kunekat ingin bunuh diri dari lantai atas apartemen. Bagaimana tidak? Dia pergi ke tempat Annisa dan aku melihat sendiri dia berdiam diri di luar memandang Annisa. Hatiku hancur usahaku terasa sia-sia. Kulakukan aksiku agar Reyhan mau melangsungkan pertunangan
Flashback onBangun dari tidur ada Reyhan disampingku yang sedang menatapku. Ya Allah, suer mau copot rasanya ini jantung. Tanpa banyak kata dia langsung memelukku."Selamat datang permaisuriku," ucap Reyhan sambil mengecup keningku. Ada rasa yang tidak bisa diungkapkan ini seperti mimpi bagiku.Tak berselang lama Reyhan menekan tombol telephon di kamar."Mi, menantu kesayangannya mami sudah sadar. " Binar wajah Reyhan sangat bahagia, sementara aku masih bingung bagaimana bisa sampai disini. Yang paling kuingat datang ke rumah sakit setelah itu tidak ingat sama sekali.Tiba-tiba mami, Ayah dan Rachel masuk ke kamar. Mereka langsung memelukku, mami sampai mengeluarkan air mata terharu."Masya Allah Anak mami, Nadhine Azzahra. Ini kamu, Nak?" aku hanya mengangguk, tangis bahagia membuat kami seperti anak kecil. Rach
Aku dibawa dengan ambulance. Reyhan terus mengenggam tanganku. Air matanya keluar membuatku ikut terisak."Kita sudah berjanji untuk hidup sampai menua, Nad." Aku hanya mengangguk. Cinta yang amat besar bersemayam di hati kami ini membuat kami hanya bisa terisak. Andai saja aku bisa memilih, aku ingin selalu bersamamu mengukir cerita tentang kita, menjadi orang tua dari anak-anak yang lucu."Nad, bertahanlah untuk cinta kita." Air mata Reyhan terus mengucur, aku hanya bisa memandang wajah lelakiku dengan tetap tersenyum. Rasanya seluruh badanku terasa lemas. Apakah waktuku telah tiba."Sayang ...." Reyhan terus terisak."Han, berjanjilah untuk selalu bahagia tanpa diriku." Reyhan menggeleng, kami terus terisak."Kita pasti akan hidup selamanya, Nad.""Temukan yang lebih baik dariku, sayang," ucapku.
Aku terbangun dengan badan yang terasa beda, efek tidur yang terlalu lama. Kulihat Reyhan sedang mengerjakan sesuatu. Cukup lama aku menatap suamiku yang terlihat sibuk itu. Pikirannya pasti terbagi beberapa hari ini. Kepalaku sedikit pusing, tetapi badanku terasa lebih segar. Apa aku sudah melewati masa kritis. Rasanya beda dari sebelumnya. "Sayang ...." Reyhan langsung mendengar suaraku. "Sayang ... Masya Allah sudah sadar?" Aku mengangguk, jam menunjukkan pukul 21.00 "Sayang aku mau duduk, capek tidur terus." Reyhan terkejut mendengar ucapanku. "Tunggu sebentar ya, Abang panggilkan dokter dulu. Sayang diperiksa dulu." Aku mengangguk mengikuti instruksi dari Reyhan. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter terlihat takjub melihat perkembanganku yang sangat pesat. Semalam aku bermimpi bertemu dengan dokter
Reyhan sangat setia merawatku di rumah. Tiga hari ini dia minta cuti untuk tidak bekerja. Dia bahkan membuat jadwal untukku mengkonsumsi obat. Dia tak ingin waktu hilang bersamaku walau sedetik pun. Makanan pun semuanya di steril dulu olehnya. Ada beberapa makanan yang tidak dianjurkan untuk penderita jantung. Reyhan sangat hati-hati. Semua pelayan bahkan di berikan pengarahan dulu agar makanan yang kumakan harus benar-benar sesuai. Kami hanya senyum-senyum melihat tingkah Reyhan yang mengalahkan perawat rumah sakit."Abang, kak Nadhine udah sembuh. Dibuat kayak gitu bikin sakit beneran." Seperti biasa Rachel menganggu Reyhan yang sedang menyuapiku. Bahkan Reyhan tak pernah absen menyuapiku makan selama di rumah."Kalau jomlo mana tahu hal demikian." Rachel justru tertawa, aku hanya senyum-senyum melihat si abang yang memang berlebihan bapernya.Kondisiku memang masih lemah meski badan terasa segar.
"Nak, laki-laki dewasa itu biasnya belajar dari pengalaman. Asal Nadhine tahu saja Ayah itu sangat mencintai mami sampai pernah menjadi orang jahat, ternyata setelah enam tahun kemudian, kami dipertemukan dengan ayah kalian yang begitu dewasa dalam kondisi mami janda. Bahkan dia rela mengambil spesialis bedah agar bisa bersama mami. Jodoh selalu datang di waktu yang tepat meski butuh waktu yang lama. Makanya kalau lihat Reyhan seperti melihat ayah waktu muda dulu mencintai mami sampai waktu yang tak terbatas." Mami sangat menghayati sekali menceritakan masa lalunya sambil meneteskan air mata."Saat ini nak Nadhine harus percaya bahwa Reyhan tulus menyanyangimu agar transfer cinta kalian menyatu. Hindari pikiran yang dapat merusak hubungan dan perasaan kalian. Apalagi penyakit jantung tidak boleh stress." Aku mengangguk dan membalas pelukan mami. Mami mertua yang luar biasa dihatiku.Kalimat terakhir yang membuatku terenyuh adalah pernyataan mami bahwa yang
"Boleh kami berbicara, Nad?" tanya Laras. Aku menoleh ke Reyhan menanyakan kode apakah aku boleh atau tidak. Reyhan mengangguk. Kami sepakat untuk berbicara sebentar mengingat ada acara di rumah. Penampilan Laras dan Jihan saat ini sangat jauh sebelum aku kecelakaan. Tidak tahu bagaimana nasib mantan mama mertua. "Maafkan kami, Nad." Laras memulai pembicaraan. "Mama sudah meninggal dunia," sambung Jihan. "Innalillahiwainnailaihi roji'un." "Kami tidak memiliki biaya untuk pengobatan mama, setelah mas Andra meninggal mama depresi, kami mencoba untuk membawanya keluar negeri. Ternyata mama mengalami kanker rahim stadium akhir. Nyawanya tidak tertolong hingga meninggal satu bulan yang lalu." Jihan dengan detail menceritakan kejadian yang menimpanya. Aku dan Reyhan hanya menjadi pendengar setia.