Ayah, aku belajar darimu. Bahwa semua yang kau ucapkan salah. Hidup tak sesederhana itu dan cinta tak serumit definisimu. Aku juga mengerti dari tingkah lakumu. Mencari orang dicintai tanpa mau meninggalkan jika itu salah, bukan hal baik untuk diri sendiri. Ayah, biarkan aku melihat lebih banyak lagi kekuranganmu. Hingga aku lebih bijaksana menulis kisah untuk dongengku selanjutnya tanpa emosi sepertimu.
View MoreKetika Hitamnya Pena Telah Memudar oleh air
Disaat itulah kertas menyerap dengan cepat sisa tinta
Agar sang pemilik memori tak lupa
Dengan ceritanya dikemudian hari
Sejak 30 menit lalu gadis berkaos merah yang duduk disana hanya menatap jarum jam berjalan maju. Seolah membenci waktu yang semakin berjalan. Sedangkan wanita yang lebih tua juga duduk di kursi bawah jam dinding. Menggunakan baju terusan berwarna putih yang tampak lusuh. Wajahnya lelah dan kotor. Lebam biru dengan luka yang terbuka kecil menambah cerita buruk bagi perempuan tua itu.
“ Kapan Ayah akan pulang ?” gadis itu membuka mulutnya dengan suara serak.
“ Jangan kamu tunggu Ayahmu. Dia tak akan kembali. ”
Angin dingin masuk menambah suasana beku diruang makan. Lampu tak ada yang dinyalakan karena pemiliknya masih membayangkan kejadian sore tadi. Pintu masih terbuka setengah. Beberapa tetes darah masih setengah kering memberi jejak kesedihan pemilik rumahnya. Nyimas, sang gadis mulai berdiri karena lelah duduk. Dia berjalan menutup pintu dan meninggalkan wanita tua yang tertunduk perih. Jalannya berat dengan langkah terseret.
Ketika memegang ganggang pintu, Nyimas terpaku. Tak pernah ia bayangkan jika hidup semenyeram ini. Ia melihat keluar jendela. Hari mulai senja dengan garis kuning kemerahan di ujung barat rumahnya. Burung-burung berciut memanggil temannya untuk pulang. Ditutupnya pintu pelan dan membiarkan jendela masih terbuka. Bukan kebiasaan dia sebenarnya membiarkan jendela masih terbuka ketika menjelang malam. Hanya saja Nyimas berfikir mungkin hangatnya matahari tenggelam bisa mencairkan suasana dirumah. Walau dalam hitungan menit. Hingga malam benar-benar menghitamkan pandangannya tentang arti rumah.
Ayu, perempuan itu masih tertunduk, tak merasakan sakit apapun walau tubuhnya remuk. Dia tak menggerakan tubuhnya dari tadi. Matanya terpejam melihat kembali bayangan kejadian yang tak mungkin akan Nyimas lupakan. Sesal tak berakhir bahagia. Apa yang dilakukan Ayu memberikan luka lebih besar kepada Nyimas jika dibandingkan luka ditubuhnya.
Nyimas kembali duduk dikursi. Tapi kali ini dia menduduki kursi disebelah wanita tua itu. Nafasnya tak teratur dapat terdengar. Hari semakin gelap, mereka berdua tak ada yang beranjak untuk menyalakan lampu, setidaknya untuk teras. Agar tetangga tidak berfikir bahwa penghuni rumah lari dari kenyataan memilukan tadi. Sunyi. Masing-masing tetap berlari pada pemikiran sendiri.
Tak berapa lama, seseorang mengetuk pintu. Nyimas hanya terdiam. Ayu beranjak hendak membukakan pintu. Belum berjalan 5 langkah, pintu terbuka sendiri. Sepertinya seseorang masuk sendiri tanpa diizinkan. Dia menyalakan lampu ruang tamu dan mencari pemilik rumah. Ayu masih berjalan hingga dia bisa melihat siapa yang masuk kedalam rumahnya. Seorang pemuda terdiam saat melihat wanita tua menghapirinya. Terlihat sayu dan lelah terhadap takdir yang tak bisa disalahkan. Dia berjalan lambat menuju pemuda yang terpaku dan menggenggam tanganya.
“ Hampirilah Nyimas, dia di ruang makan. Aku ingin berganti pakaian. Kurasa kamu bisa membuatnya berbicara. Maafkan aku Hasta. ” Ayu mengelus tangan pemuda tersebut.
Hasta berjalan ke ruang makan. Bersamaan Ayu yanv memasuki kamar tidurnya berada disebelah kiri ruang tamu. Tampak Nyimas masih terduduk dengan ruangan yang gelap. Saklar lampu dinyalakan Hasta. Nyimas menoleh kearahnya dan tersenyum tipis. Dia berpindah tempak duduk ke kursi makan.
“ Duduklah Hasta ”
“ Lebih baik kamu mandi terlebih dahulu. ” Hasta mengambil kursi makan disebelah Nyimas.
Nyimas menunduk. Dipermainkannya jari-jari yang berada dibawah meja.
“ Aku tak berhak membenci mereka. Tapi mereka juga tak berhak untuk melarangku membenci mereka berdua. Aku belajar untuk mendengar cerita yang indah. Tapi mereka menampilkan cerita sedih untukku. ” Nyimas menatap kosong Hasta.
“ Apapun yang kamu lakukan jangan sampai menyakiti diri sendiri.” Hasta bangkit kearah dapur.
“ Aku lapar. Hasta, kamu tahukan makanan kesukaanku ? ”
Didapur hasta hanya terdiam. Suara adukan teh buatannya terdengar cepat berputar. Tak lama, Hasta menyalakan kompor. Diruang makan, Nyimas tak lagi tampak bersedih. Dia tetap memainkan jarinya dibawah meja. Matanya menajam pada dindingnya yang mulai kusam. Dalam pikirannya sedang merencanakan suatu yang besar. Untuk membayar benci. Ataupun menukar dendamnya dengan suatu yang lebih baik.
##
Berjalan setengah jam Hasta memasak di dapur. Hasta kembali membawa sepiring nasi putih dan telur dadar untuk Nyimas yang masih duduk diruang tamu. Diambilnya kursi sebelah kanan Nyimas.
“ Hei, kamu masih ingat dengan Mas Arka ? ” Hasta menoleh sambil menyodorkan piring.
“ Iya, dia pria yang berkepribadian unik. ” Nyimas berceloteh dengan mulut penuh
“ Mas Arka akan pulang ke Indonesia besok. Tapi dia hanya mampir di Surabaya satu hari. Setelahnya dia akan ke Palembang untuk pekerjaan. ”
“ Oh ya, apa dia akan mampir ke rumahnya ? ” Tanya Nyimas
“ Kupikir tidak, aku akan menemuinya di warung kopi dekat SMA dulu. ”
Hasta bangkit dari tempat duduk dengan membawa cangkir teh yang telah kosong. Dia kembali ke dapur. Nyimas mulai berhenti makan. Tapi dia hanya diam saja.
“ Hasta, mungkin aku tak bisa datang ke warung kopi. Aku ada pertemuan di kampus. ”
“ Tak apa ” Jawab singkat Hasta
Nyimas kembali menimbang rencana yang hendak ia lancarkan. Entah apa yang ada dalam pertimbangannya. Mata mulai kosong kembali, fikirannya pun rancau. Tak lagi nafsu dengan makanan yang ada didepannya. Hasta masih sibuk didapur mengerjakan apapun tak penting, sebenarnya dia juga sedang menimbang sesuatu untuk Nyimas.
Sedangkan di ruang tidur, Ayu tak benar hendak berganti pakaian. Dia hanya duduk di bibir kasur tipis. Dielusnya wajah yang penuh luka. Tak ada yang terasa sakit, tapi wajahnya tergores banyak dan itu sudah menggambarkan apa yang sudah ia lewati. Dia bangkit ke cermin. Menatap dirinya yang semakin tua. Darah baju bagian lengan atas masih amis tercium. Belum sepenuhnya kering walau kejadian sudah 2 jam yang lalu.
“ Nyimas, kamu ingatkan dengan burung elang ? dia akan membiarkan sang putri hidup sendiri. Agar dia membekukan hatinya sendiri dan menjadi wanita yang kuat. ” wanita tua itu berbicara sendiri di depan cermin.
Epilog“ Hei Zamrud ! ”“ Nyimas, aku nggak tahu kamu di Lampung ? Mau main ke rumah wak dulu ? ” Zain menyerobot Zamrud untuk berbicara. Zamrud sendiri masih terperangah dengan Nyimas yang ditemui tempat peristirahat bus di Lampung.“ Aku habis dari rumah wak. Ini mau pulang. ”“ Nahhhh, kau tak bilang – bilang. Untung saja kita ketemu disini. Zamrud mau menyusul kau di Palembang. ” Tunjuk Zain ke arah Zamrud dibelakangnya. Masih termalu – malu dengan penampilan Nyimas.Nyimas melihat Zamrud dengan senang. Sudah sekian lama mereka tidak berkirim kabar dan saling memendam rasa. Walau sebenarnya sudah tahu. Zain melihat gelagat mereka yang tak berubag dari SMA hanya menggelengkan kepala.“ Duduk saja dikursi situ. Waktu istirahatku masih 15 menit. Kau sendiri Nyimas ? ” Zain menggiring mereka berdua di tempat yang teduh dan berkurs
Bab 15Ketika aku bertemu dengan titikAku bertanya padanya didepan cerminApakah kamu memerlukan sebuah koma ?“ Bangun ! ”Nyimas masih tertidur, tak ada reaksi berarti darinya meski sudah ditampar berulangkali. Kaos merah muda yang masih terpakai sudah tak lagi menampakkan kefeminiman warnanya. Beberapa noda hitam dan coklat merusak arti. Beberapa bagian tubuhnya lebam kebiruan karena ia terjatuh dua kali. Belum sempat sembuh seutuhnya, dia sudah terkena sial yang sama.“ Cepat bangun hei orang sosialis ! ” Wanita tua itu terus berlaku kasar.Matanya mengerenjak. Kornea mata yang berwana coklat mulai terlihat sedikit. Ia mulai bangun. Namun bukan di puskesma, dia terduduk di sebuah kursi dengan badan yang terikat kencang. Bekas ikatan itu menyesakkan darahnya sehingga badannya terasa kaku. Belum lagi pipinya terasa pedas yang belum ia sadari bekas tam
Bab 14Aku bertanya padamuApa rencana yang hendak kuceritakanJika seandainya tak seorangpun yang tuliGerakan Feminis sudah bubar, sejak kejadian fajar tadi beberapa orang terpaksa dipulangkan. Rencana sore di hari kedua untuk melakukan aksi demonstrasi damai batal. Justru disaat matahari terbenam, alun – alun sudah bersih seperti sedia kala. Petugas kebersihan kota dan beberapa bantuan dari para feminis membersihkan sisa – sisa tenda yang hancur.Nyimas yang sempat pingsan sudah siuman beberapa jam kemudian. Beberapa ketua dari masing – masing kampus menungguinya. Di puskesmas terdekat Nyimas hingga saat ini masih terbaring meski sudah sadar. Hanya matanya saja yang bisa berbicara bahwa dia masih memikirkan keadaan orang - orang. Nyimas termenung, melihat cahaya sore yang silau dari jendela kamar rawat sementaranya. Mukanya berminyak, tak sempat ia harus merawat dirinya.&ldquo
Bab 13Kututup mata untuk melihat air yang berada diujung sanaTerasa bening namun jika disentuh akan berwarna biruLalu kubuka kembali nyatanya hidupDidepanku, sebuah telaga hijau yang tak pernah disentuhDikelilingi orang – orang yang seolah marahDan aku tak tahu alasannyaKubiarkan itu berlalu dan kembali, sebuah telapak tangan yang masih terbuka Beberapa puluh orang sudah berkumpul di alun – alun kota. Itu belum semua. Ayu berhasil bekerja sama dengan gerakan feminis dari kampus lain, ada juga dari luar Surabaya. Dengan baju merah muda seragam, mereka berjongkok menunggu komando selanjutnya. Pentolan organisasi sedang rapat darurat jauh dari kerumunan. Termasuk Nyimas dan Ayu. Hingga matahari sedang terik, massa belum juga mengeluarkan aksinya
Bab 12Bisakah aku kembali menapaki bekas jajakkuAtau melihat kembali sore yang disembunyikan dibalik sibakan kata – katamuSinar matahari tidak lagi menusuk penglihatan, Nyimas terduduk di depan teras kamar kos. Kembali berkutat dengan kertas – kertas kosong, menemani setiap kali ia ingin bercerita ketika tak ada orang untukknya. Gadis itu untuk sekian kali harus belajar membaca gerakan emosinya sendiri. Namun dia tidak mau lupa dengan ambisinya tersendiri.Beberapa burung kembali pulang ke arah sarangnya. Bertepatan dengan pohon yang didepannya bergerak mengikuti arah hembusan alam. Aroma yang sejuk, sama seperti masa kecilnya yang dirindukan. Tak sengaja, salah satu burung kecil itu datang ke atasnya dan mengeluarkan kotoran dan jatuh ke arah kertasnya yang masih kosong. Ia mengumpat pelan. Tak terdengar siapapun, karena memang tidak ada seorang disekitarnya.Nyimas bangkit dari rutin
Bab 11Apa aku bisa memberikan bayanganku sebuah harapanBahwa akan habisnya tinta kehidupanku Arka masih melanjutkan bacaannya. Mulai menarik. Dia bisa tahu segala cerita dari sudut pandang Dewi, Ibu Nyimas. Sudah mencapai halaman tengah, kisah yang membuat fantasinya mengembara semakin menjadi. Dalam kesunyian, matanya lambat menyusuri tiap kata yang Dewi ukir. Tulisan tua itu tidak membuat Arka bosan, meski ditulis dengan tinta yang sudah pudar.Ayu, dia istri pertama Kakak dan seumuran denganku. Wanita itu menikah dengan kakak dari umur 19 tahun. Dari ceritanya, Ayu suka dengan Kakak karena kegigihannya dalam membangun usaha bisnisnya sendiri. Ditengah steriotip masyarakat yang anti dengan cina – pribumi, kakak berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan orang – orang jawa. Ayu melihat sendiri bagaimana perjuangan kakak
Bab 10Kakiku baru saja terceburDengan tinta kehidupan yang baru saja kupetikBersama dengan dirimuAku ingin merasakan gejolak dari kakiku yang kotor ituSuara jangkrik bergeming untuk Nyimas yang sedang menunggu seseorang. Tepat hari ini, suatu janji yang telah dia rencanakan. Sedikit gerimis memberikan kesejukan baginya yang sedang panas memikirkan kata – kata. Dia akan menjadi perwakilan kelompok feminis kampus dalam pertemuan dengan dewan perwakilan. Beberapa lembar kertas kosong dia mainkan sambil membaca sesedikit tulisannya semalam. Sejarah feminisme, kasus pelanggaran HAM bagi wanita dan gerakan feminisme di beberapa negara dia rangkum. Undang – undang mengenai perempuan juga telah dia baca habis termasuk tulisan mengenai kritikannya.Setelah pertemuannya dengan Arka dan Hasta, Nyimas langsung pergi ke perpus
Bab 9Bolehkah aku menukar ceritaku dengan ceritamu ?Agar kamu tahu, ada sedikit robekan kata untuk ceritakuYang membuat aku tak bisa membacaMaksud cerita pemiliknya Daun itu terlalu kering sehingga akan cepat hancur apabila terinjak. Sudah bertahun – tahun pohon disekitarnya menggugurkan daun tanpa ada yang membersihkan. Kamboja – kamboja yang dulunya terawat, batangnya mulai mengering mengikuti daun dan bunga yang rontok. Tepat sehari sebelumnya, bunya kamboja berwarna kuning terakhir jatuh untuk bertahan. Masih ditanah bersama kotoran pohon lainnya.Seorang pria tua pulang untuk sekian lama. Rambutnya telah banyak memutih. Namun dia masih tampak tampan seperti pertama kalinya pergi. Pria itu melihat keadaan rumahnya yang sudah bertahun – tahun ditinggalinya. Suara daun yang diinjaknya membangunkan kembali cerita dahulunya di rumah ini. Yang b
Hei, untuk jiwaku yang menungguBisakah sejenak untuk berhentiDari memori dimana membuatku gilaDan alunan jemari kebohongan milikmuTepat satu jam. Nyimas kembali berantakan. Wajahnya kusam dengan suasana bus yang pengap. Untung saja dia bisa duduk di 15 menit terakhir. Lututnya sempat kebas. Telapak kaki juga terasa pengap. Hingga dia melepaskan sepatunya yang sudah bertahun-tahun terseok oleh badannya. Memijit sesedikit kaki dengan mengeluh. Diselanya Nyimas kembali berfikir. Tentang keinginan kedua wanita itu.Kedua wanita dengan pembicaraan tadi turun terlebih dahulu. Ada suatu yang aneh. Nama dan feminisme. Sedikit berhubungan dengannya. Namun dia terlalu lelah untuk menganalisa. Kini Nyimas mulai mengantuk. Setelah pertemuan di kampus yang menurutnya berat. Ditambah dia harus menempuh dua kali perjalanan yang cukup panjang. Bukan tipe orang yang harus memikirkan suatu tidak pa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments