Apakah aku bisa tetap menjaga
Tentang tulisanmu yang kau kirim
Oleh angin ceritakan rindu tentang pergi dan pulang
Dan tanda tanya sebuah rasa terselubung
Warung kopi itu telah ramai, Arka dan Hasta terlambat untuk menikmati secangkir kopi legendaris darinya. Setelah mendarat di Surabaya, Arka langsung menuju warung kopi. Hasta telah datang 15 menit sebelumnya dan warung kopi tersebut sudah penuh dengan pengunjung. Mereka berdua hanya bisa mencium aroma kopi dari seberang jalan, cukup memanggil kembali nostalgia masa sekolah dulu.
“ Mas Arka mau nunggu disini dulu ? ” Tanya Hasta
“ Tidak, kita pulang ke rumah saja. Tapi, setidaknya kita bisa membeli 2 bungkus kopi. ” Arka tersenyum ke arah Hasta
“ Apa mau masuk dulu ? Aku kangen dengan suasana warung kopi ini. Sejak Mas Arka pergi, aku nggak pernah ke sini karena tak ada teman ngobrol lagi. ”
“ Yang benar ? Memangnya waktu kuliah kamu nggak punya teman. Hasta, rubahlah sifat pemilihmu. Jangan-jangan kamu juga nanti susah cari jodoh .”
“Memang Mas Arka sudah dapat jodoh ? Umur itu lo mas sudah kepala tiga, kapan mau nikah ? ” Balas Hasta
“ Sudah, pesan saja 2 bungkus kopi. Aku ingin bertemu Nyimas. Aku. ” Arka mendorong Hasta kedepan dengan kesal. Hampir saja Hasta terjatuh karena dorongan Arka.
Pukul 08:00 jalanan tampak ramai. Jalanan kecil yang dipenuhi pekerja pabrik berangkat, ditambah lagi ibu-ibu yang baru pulang p***r dengan bawaan yang mencuat dari motor. Anak-anak kecil juga menambah sesak trotoar karena mereka hendak berangkat ke sekolah.
Hasta menyeberang jalan dengan sedikit berlari, h dia hampir tertabrak oleh ibu yang membawa sekarung sawi dibelakang motornya. Ibu itu dengan sigap memberhentikan motor karena Hasta tiba-tiba berlari tanpa melihat kanan-kiri terlebih dahulu. Beberapa sawinya terjatuh yang menambah amarah ibu tersebut. Hasta yang merasa bersalah kembali ke belakang untuk membantu ibu tersebut.
“ Ibu Mie Ayam ?” Hasta kaget melihat ibu tersebut
“ Dasar ya, ternyata kau Hasta. Kupenggal kepala kau nanti. Cepat bantu aku” Teriaknya
“ Aduh, ibu parkir saja di depan warung kopi itu. Aku yang bersihkan sawinya. ” Hasta berbicara sambil terkekeh.
Dari seberang jalan Arka melihat kejadian itu juga ikut tertawa. Dia masih mengenal ibu dengan sawinya. Segera saja Arka berjalan menyeberang jalan untuk menghampiri ibu tersebut. Sedangkan Hasta masih ribut dengan sawinya yang tercecer di jalanan. Untung saja jalanan mulai sepi.
“ Bu Sri ! ” Teriak Arka
“ Hei, kau ! Tukang ojeknya Hasta ! ” Balas Bu sri dengan nada tinggi
“ Tunggu, Bu Sri masih nggak tahu namaku tidak ? ”
“ Tentu tidak !!! ” Bantah Bu Sri
Hasta datang tertatih dengan sawi penuh ditangannya. Wajahnya serius menyeimbangkan sawi-sawi agar tak terjatuh lagi. Dia lalu meletakkan kembali dikarung. Melihat Arka dan Bu Sri mengobrol, Hasta datang menghampiri.
“ Ku pikir warung kopinya mulai sepi. Lebih baik kita mengobrol di dalam saja. ” Hasta menyela pembicaraan Arka dan Bu Sri
“ Bagus, Bu Sri bisa ikut kalau mau. Nanti aku yang bayar. ”
“ Lalu mau aku apakan dengan sawi ini ? Aku harus berjualan.”
“ Tapi tak masalah, aku bisa menelfon putriku untuk mengambil sawi ini. Aku sudah rindu dengan kalian berdua. ” Bu Sri merangkul punggung Arka dan Hasta mengajak untuk masuk warung kopi.
##
Ruangan yang sempit. Hanya menyisakan sedikit untuk berjalan setelah diisi meja dan 6 kursi. Nyimas sudah menunggu lama duduk di kursi dekat dengan pintu. beberapa kertas proposal basah setelah sekian lama dipegangnya. Selain sempit, ruang kecil itu hanya tersedia kipas yang berputas diatasnya. Tak berapa lama, seorang wanita dan pria masuk ruangan tersebut. Mereka saling melempar senyum untuk Nyimas yang tampak kesal menunggu.
“ Ma’afkan kami Nyimas, kami tadi sempat berdiskusi mengenai proposal dengan profesor. Beliau setuju untuk membiayai 75%. Sisanya kita bisa memakai uang kas anggota. ”
Mereka mengambil duduk berseberangan dengan Nyimas. Raut wajah mereka telah berupa menjadi lebih serius dibanding pertama kali masuk.
“ Kak, bagaimana aku akan berbicara dengan mereka ? ”
“ Bukannya kamu lebih mengetahui politik dibanding kami ? ” Pria didepannya menyahut.
“ Kamu pasti bisa, besok kita akan berangkat pukul 8 malam. Biarkan kami yang mengurusi kelanjutan proposal. Kamu hanya memberi kesaksian untuk menguatkan tujuan kita. ” Wanita itu berbicara yakin dengan menggempal tangan Nyimas
“ Oh ya, Mas Damar akan menjemputmu dirumah. Teman-teman yang lain akan ikut juga. Tolong persiapkan dengan sebaik-baiknya. Ini kesempatan pertama kita yang pasti berpengaruh ke langkah selanjutnya. Mereka yang mendengarkanmu pasti sangat kritis. ” Lanjut wanita tersebut.
Tak berapa lama, mereka berdua pamit untuk pulang. Nyimas masih tetap saja duduk di ruangan tersebut. Dibukanya kembali propasal. Dia mulai mengingat tentang pertama kali masuk kedalam pergerakan feminisme kampus. Tak pernah disangkanya sudah sejauh ini dia melangkah.
***
Hari terakhir orientasi kampus, setiap mahasiswa baru diwajibkan untuk mengikuti satu kegiatan luar perkuliahan. Nyimas ditemani Hasta untuk memilih berbagai kegiatan yang ada. Sempat Hasta menawarkan komunitas menulis untuk Nyimas. Tapi Nyimas menolak.
“ Aku ingin cari sesuatu yang hanya di kampus ini.”
“ Bukannya kamu bisa mengasah bakat menulismu ? ”
“ Aku sudah bosan menulis. Itu bukan bakatku. ” Jawab Nyimas dengan berlalu
Tiba-tiba seorang wanita berjalan menyapa Hasta. Perawakannya kecil dengan raut muka egas. Wanita itu berbicara sebentar dengan Hasta tanpa melihat Nyimas yang berdiri dibelakangnya.
“ Hasta aku akan pergi sendiri. ” Nyimas menyela pembicaraan keduanya.
“ Hei tunggu Nyimas, aku akan mengantarmu ke klub fotografi. Teman dekatku ketuanya. ” Hasta bergerak reflek mengejar Nyimas
“ Apa kamu mahasiswa baru ? ” Wanita itu berbalik melihat Nyimas
“ Aku ketua pergerakan wanita di kampus ini. Apa kamu tertarik ? kamu tak perlu mengisi formulir. Masuk saja keruangan yang berada dibawah lantai utama. Kami membutuhkan banyak anggota. Acara tahunan kami mengadakan pertemuan dengan instansi pemerintah untuk mengangkat isu wanita. Kamu pasti dari fakultas sospol ? kuharap kamu mau bergabung dengan kami. Ilmumu sangat diperlukan dalam pergerakan ini. Selain itu, banyak juga kakak tingkatmu masuk kedalam pergerakan ini. ” jelasnya
“ Perkenalkan namaku Ayu, dari Fakultas Farmasi. Ketua dua itu Mas Damar dari Fakultas Sastra Arab. ”
“ Laki-laki juga masuk ke pergerakan ini ?” Tanya Nyimas
“ Terkadang masa lalu yang buruk dengan wanita disayanginya bisa membuat laki-laki menjadi feminisme. Kamu juga bisa membalas dendam dengan laki-laki yang pernah merendahkanmu. ” Bisik Ayu dengan tersenyum.
Hasta sedikit menguping dengan mendekati Nyimas.
“ Sampai jumpa Nyimas ”
Ayu pergi meninggalkan mereka berdua sesekali menatap Hasta dan tersenyum dengannya. Sedangkan Nyimas bingung dari mana dia tahu nama dan fakultasnya.
“ Kamu memakai jas fakultas dan namamu tertulis disana. Jangan meras terkenal disini karena dia tahu namamu. ” Hasta tertawa melihat Nyimas
Nyimas segera melihat jas fakultas yang dipakainya dan memang namanya tertulis disana.
##
Kopi yang dipesan Arka mulai mendingin. Diaduknya dengan cepat memutar berbalik arah jarum jam. Hasta dari tadi berbincang dengan Bu Sri asik menghiraukan Arka yang diam. Arka cukup menjadi pendengar sesekali mengingat apa yang diceritakan mereka berdua. Bagi Arka, nostalgia kali ini sedikit hambar, karena Pak Rawa tak lagi menjaga warung kopi lagi. Sudah setahun lalu warung kopi dipegang menantunya. Kabar terakhir dari menantunya Pak Rawa telah kembali ke Lampung tinggal bersama anak keduanya.
“ Oh ya, aku lupa. Kemana Nyimas ? Apa dia tidak ikut menjemput kau Arka ? ”
“ Dia sedang ada pertemuan di kampus. ” Jawab Hasta
Arka tertunduk senyum mendengar kata Nyimas.
“ Bagaimana perkembangan perasaan kau dengan Nyimas ? ” Tandas Bu Sri
Arka menatap Bu Sri. Matanya membulat dan mulutnya ternganga. Seolah hendak mengatakan sesuatu. Sedangkan Hasta disebelahnya menahan tawa.
“ Iya, gimana mas perasaanmu sama Nyimas ? sepertinya Nyimas kalah cantik dengan wanita di Jerman. ”
“ Sebentar, Bu Sri tahu kalau Mas Arka suka dengan Nyimas ? ” tanya Hasta dengan antusias.
“ Hei, sudah bertahun-tahun ku lihat gelagat si Arka ini memendam rasa dengan Nyimas. Sejak kau jadi pelanggan mie ayam ku, si Arka ini selalu curi pandang dengan Nyimas. Dia juga tak mau duduk disebelah Nyimas waktu makan mie Ayam. Selalu saja duduk didepan kau Hasta. Tahu kenapa ? Karena Arka terlalu pemalu berhadapan dengan Nyimas. ” Bu Sri menjawab dengan sedikt berdiri mendekati Hasta didepannya.
Sedangkan Arka hanya terdiam. Dia memang sangat pemalu jika menyangkut perasaan.
“ Benar Bu Sri ! Mas Arka ini sudah suka Nyimas dari ngaji iqro’ ! Dulu Mas Arka sengaja gak mau pindah kelompok nunggu Nyimas pindah juga. Tapi waktu Nyimas main kerumah, Mas Arka kayak kucing takut sama Anjing. Cuma dikamar. Paling-paling nguping dipintu. ” Balas Hasta dengan nada mengejek.
“ Aku tak suka siapa-siapa saat ini. ” Arka bicara dengan kaku
“ Mas Arka memang pemalu. Pantas saja sampai sekarang belum nikah. Atau jangan-jangan Mas Arka pulang mampir ke Surabaya karena kangen dengan Nyimas ? Mas Arka juga sudah siap-siap nostalgia mengajak kami ke warung kopi Pak Rawa . ”
“ Sudah kubilang aku tak suka siapa-siapa termasuk Nyimas. Aku juga belum menikah bukan karena aku malu, tapi aku belum menemukan hakikat menikah. Kita harus memahami dulu apa itu menikah, baru kita mencari wanita yang pantas kita nikahi. ” bela Arka dengan wajah meyakinkan.
“ Bohong, nanti ketemu Nyimas juga suka lagi. Nyimas semakin cantik lo. Mirip ibunya. Dia juga mulai memanjangkan rambutnya sejak Mas Arka pergi ke Jerman. Dia juga berubah sedikit pendiam dan feminim. ” ejek Hasta.
“ Tapi, kamu tahu mas. Kemarin Sore ayah Nyimas pulang. ” wajah Hasta berubah lesu
“ Aku nggak tahu kalau ayahnya menyimpan banyak rahasia. Termasuk ibuku. ”
“ Apa yang terjadi Hasta ? Apa kamu tahu informasi orang tua kandungmu dari ayahnya Nyimas ? ” tanya Arka
Hasta menyeruput kopinya yang hanya tinggal ampas. Dibersihkannya sisa ampas kopi yang menempel dibibir dengan punggung tangan. Raut mukanya berubah. Kali ini wajah Hasta tertunduk tak seperti beberapa menit yang lalu. Bu Sri juga ikut terbisu dengan pernyataan Hasta barusan. Arka merasa bersalah mengungkit kembali ibu kandung Hasta. Dia membenarkan posisi duduknya dengan rapi menunggu Hasta berbicara.
Namun Hasta hanya bermain dengan sendok kopinya. Diketuk cangkir kopi untuk membuatnya nyaman dengan situasi yang hening. Bu Sri yang terdiam menatap kasihan Hasta. Matanya sedikit berair. Tak berapa lama Bu Sri menangis. Punggungnya bergemetar. Wajahnya juga ikut bergetar kecil.
“ Ma’afkan aku Hasta, Aku tahu semua cerita ayah Nyimas. Tapi aku tak berani untuk membukanya. Aku takut jika kamu akan seperti Nyimas. ” Bu Sri menggenggam tangan Hasta dengan sesegukan.
Arka benar-benar bingung. Dia tak menyangka kepulangannya kali ini harus berhadapan dengan rahasia besar tentang orang disekitarnya. Perkiraanya salah jika dia adalah orang yang pandai mengamati. Sebenarnya ada cerita rahasia yang sangat rapi. Sedangkan Hasta kebingungan menanggapi Bu Sri yang tiba-tiba berbicara seperti itu.
Beberapa saat, suasana kembali hening. Pengunjung sudah tak ada. Menantu Pak Rawa dari tadi memperhatikan dikejauhan. Awalnya dia hendak memberitahu ketiga pengunjungnya bahwa warung kopi akan tutup. Tapi melihat bahwa ada akan cerita besar. Dia enggan dan tetap duduk mendengarkan sambil menata gelas yang sudah dicuci.
Bu Sri sudah tak lagi menangis. Dia berusaha menetralkan wajahnya yang merah dan basah. Dicarinya tisu untuk membersihkan wajah.
“ Hasta ” Arka memecahkan suaranya yang serak
“ Apa Nyimas masih menulis dongeng ? ” tanya Arka yang berusaha mencairkan suasana.
##
Bab 3Apa aku harus mencari cerita lain ?Untuk memberikanku cinta yang tak tuntas darimu 25 Agustus 2007, Nyimas bermain kumbang di teras rumahnya. Menemani ibu yang sedang menyiram bunga kamboja. Tak berapa lama, kumbang itu terbang terusik tangan gadis kecil itu. Nyimas beralih ke bunga kamboja. Diambilnya daun-daun jatuh dari bunga kamboja mengikuti langkah ibunya. Nyimas berjongkok melihat bunga kamboja yang mulai mekar. Warnanya putih, merah dan kombinasi keduanya. Sudah 10 tahun Ibu Nyimas merawat bunga kamboja, dimulai dari satu biji kamboja yang diberikan ayahnya. Sekarang sudah 4 pohon kamboja.“ Ibu, kata Mas Arka kalau bunga itu manis karena dia punya madu. Kenapa bunga bisa punya madu ? ” celoteh Nyimas“ Itu memang pekerjaan bunga untuk memasak madu. Nanti madunya akan dimakan serangga. ”“ Tapi bunga ini pahit rasanya. Nyimas pernah menjilat bunganya. ” Nyimas menjulurkan li
Aku cinta dan tak berarti lemahJustru kamulah yang membuatku kuatUntuk membalas dendam perasaan dari air kehidupanDan peluh dari teriakanmu tentang kulit jari yang mengelupas Pria itu Zamrud, berbadan kekar yang telah melewati fase membingungkan dalam hidupnya. Setelah perjalanan dari rumah sakit, ia kembali ke rumah. Sang istri telah menyambutnya dengan teh hangat di meja tamu, setelahnyya wanita itu sendiri sedang sibuk membuat sarapan. Zamrud duduk menatap langit-langit ruangan yang mulai menghitam. Rumah itu sudah tua, seumur dengan pernikahannya dengan Dewi. Diruang tamu inilah dia mengucapkan akad nikah dengan mas kawin bunga kamboja putih di teras rumah. Itu permintaan dari Dewi. Tidak seperti wanita pada umumnya, Dewi sangat menyukai bunga. terlebih lagi bunga berwarna putih. Karena pada masa itu harga bunga mawar putih mahal
Maafkan aku, yang tak bisa mengembalikan jejak kakimuUntuk kemudian kau berikan pada lainnyaAtau tanah yang kau bisiskiBiarkan aku sebagai perawat untuknya Perpisahan, satu hal yang tak diinginkan. Walau begitu, kenangannya tentang seseorang membuat Zamrud harus pergi. Entah berapa langkah lagi dia akan benar-benar akan keluar atau tetap terjebak dalam permainannya sendiri. Zamrud meninggalkan Dewi dan Nyimas untuk pergi ke kota. Bohong, dia harus berbohong terus demi cintanya. Banyak yang bilang dia pria tak berlogika. Hanya mementingkan keberadaan dirinya tanpa tahu manusia lain juga mempunyai perasaan. Entah apa hubungannya, bagi Zamrud dia harus cepat menyelesaikan pelik diri sendiri baru meminta ma’af. Satu jam yang lalu, Nyimas telah pergi bersama Arka. Walau masih SMA, Zamrud percaya Arka lebih bisa menjaga Nyimas dibanding dirinya. Dia pria yang tak banyak menuntut dan suka memperhatikan orang. T
Ketika jam mulai berdetakSatu tusuk untuk ingatan tentang dirimu yang selalu tertunduk“ Apa Nyimas masih menulis dongeng ? ”Hasta tersenyum kecut. Matanya melihat keatas sambil menghela nafas. Hangantnya bauan kopi pesanan sudah hilang berganti dengan bau tanah yang khas setelah hujan. Masih rintik diluar, tapi cukup untuk membasahi rambut. Bu Sri hendak memulai ceritanya, sudah saatnya untuk jujur dengan dirinya. Tapi suaranya sangat serak untuk berbicara tentang kebohongan dirinya sendiri.“ Mas Arka masih ingat damar kurung yang dibeli dengan Nyimas ? ”“ Iya. ”“ Dia menyimpannya di gudang rumah. Nyimas menunggu mas Arka pulang untuk melukisnya. ” canda Hasta. Tapi tak terlihat sedang bercanda. Arka sedikit memahami situasi ini. Dia hanya diam saja dan tak banyak bertanya. Walau banyak sekali gemuruh hatinya untuk berkata. Dilihatnya kanan-kiri. Pengun
Aku ragu dengan kakikuApakah dia masih ada kulit yang melindunginya ? Sepatunya menggesek lantai, sedikit meninggalkan jejak garis. Lusuh dan sudah berubah warna. Mungkin terakhir kali Nyimas mengganti sepatu ketika dia kelas 12 SMA. Jahitan benang sol sudah banyak yang terbuka. Alas kakinya pun sudah menipis. Itu yang membuat Nyimas sering merasa sakit telapak kakinya. Langkahnya terlihat lesu nampak sepadan dengan sepatu lama Nyimas. Ia keluar dari ruang perkumpulan dan meninggalkan proposal itu di lemari penyimpanan. Bersamaan dengan sifat tubuhnya, nafas Nyimas terdengar berat, berfikir bahwa ia tak menyangkan fase hidupnya sebegitu menakjubkan untuk ditafsirkan. Jauh dari pandangan dia ketika masih kecil. Beberapa rambut depannya jatuh dengan lembut namun berkesan berantakan, wanita itu biarkan karena baginya itu menandakan dia telah berjuang keras hari ini. Suasana angin sore masuk melalu jendel
Hei, untuk jiwaku yang menungguBisakah sejenak untuk berhentiDari memori dimana membuatku gilaDan alunan jemari kebohongan milikmuTepat satu jam. Nyimas kembali berantakan. Wajahnya kusam dengan suasana bus yang pengap. Untung saja dia bisa duduk di 15 menit terakhir. Lututnya sempat kebas. Telapak kaki juga terasa pengap. Hingga dia melepaskan sepatunya yang sudah bertahun-tahun terseok oleh badannya. Memijit sesedikit kaki dengan mengeluh. Diselanya Nyimas kembali berfikir. Tentang keinginan kedua wanita itu.Kedua wanita dengan pembicaraan tadi turun terlebih dahulu. Ada suatu yang aneh. Nama dan feminisme. Sedikit berhubungan dengannya. Namun dia terlalu lelah untuk menganalisa. Kini Nyimas mulai mengantuk. Setelah pertemuan di kampus yang menurutnya berat. Ditambah dia harus menempuh dua kali perjalanan yang cukup panjang. Bukan tipe orang yang harus memikirkan suatu tidak pa
Bab 9Bolehkah aku menukar ceritaku dengan ceritamu ?Agar kamu tahu, ada sedikit robekan kata untuk ceritakuYang membuat aku tak bisa membacaMaksud cerita pemiliknya Daun itu terlalu kering sehingga akan cepat hancur apabila terinjak. Sudah bertahun – tahun pohon disekitarnya menggugurkan daun tanpa ada yang membersihkan. Kamboja – kamboja yang dulunya terawat, batangnya mulai mengering mengikuti daun dan bunga yang rontok. Tepat sehari sebelumnya, bunya kamboja berwarna kuning terakhir jatuh untuk bertahan. Masih ditanah bersama kotoran pohon lainnya.Seorang pria tua pulang untuk sekian lama. Rambutnya telah banyak memutih. Namun dia masih tampak tampan seperti pertama kalinya pergi. Pria itu melihat keadaan rumahnya yang sudah bertahun – tahun ditinggalinya. Suara daun yang diinjaknya membangunkan kembali cerita dahulunya di rumah ini. Yang b
Bab 10Kakiku baru saja terceburDengan tinta kehidupan yang baru saja kupetikBersama dengan dirimuAku ingin merasakan gejolak dari kakiku yang kotor ituSuara jangkrik bergeming untuk Nyimas yang sedang menunggu seseorang. Tepat hari ini, suatu janji yang telah dia rencanakan. Sedikit gerimis memberikan kesejukan baginya yang sedang panas memikirkan kata – kata. Dia akan menjadi perwakilan kelompok feminis kampus dalam pertemuan dengan dewan perwakilan. Beberapa lembar kertas kosong dia mainkan sambil membaca sesedikit tulisannya semalam. Sejarah feminisme, kasus pelanggaran HAM bagi wanita dan gerakan feminisme di beberapa negara dia rangkum. Undang – undang mengenai perempuan juga telah dia baca habis termasuk tulisan mengenai kritikannya.Setelah pertemuannya dengan Arka dan Hasta, Nyimas langsung pergi ke perpus
Epilog“ Hei Zamrud ! ”“ Nyimas, aku nggak tahu kamu di Lampung ? Mau main ke rumah wak dulu ? ” Zain menyerobot Zamrud untuk berbicara. Zamrud sendiri masih terperangah dengan Nyimas yang ditemui tempat peristirahat bus di Lampung.“ Aku habis dari rumah wak. Ini mau pulang. ”“ Nahhhh, kau tak bilang – bilang. Untung saja kita ketemu disini. Zamrud mau menyusul kau di Palembang. ” Tunjuk Zain ke arah Zamrud dibelakangnya. Masih termalu – malu dengan penampilan Nyimas.Nyimas melihat Zamrud dengan senang. Sudah sekian lama mereka tidak berkirim kabar dan saling memendam rasa. Walau sebenarnya sudah tahu. Zain melihat gelagat mereka yang tak berubag dari SMA hanya menggelengkan kepala.“ Duduk saja dikursi situ. Waktu istirahatku masih 15 menit. Kau sendiri Nyimas ? ” Zain menggiring mereka berdua di tempat yang teduh dan berkurs
Bab 15Ketika aku bertemu dengan titikAku bertanya padanya didepan cerminApakah kamu memerlukan sebuah koma ?“ Bangun ! ”Nyimas masih tertidur, tak ada reaksi berarti darinya meski sudah ditampar berulangkali. Kaos merah muda yang masih terpakai sudah tak lagi menampakkan kefeminiman warnanya. Beberapa noda hitam dan coklat merusak arti. Beberapa bagian tubuhnya lebam kebiruan karena ia terjatuh dua kali. Belum sempat sembuh seutuhnya, dia sudah terkena sial yang sama.“ Cepat bangun hei orang sosialis ! ” Wanita tua itu terus berlaku kasar.Matanya mengerenjak. Kornea mata yang berwana coklat mulai terlihat sedikit. Ia mulai bangun. Namun bukan di puskesma, dia terduduk di sebuah kursi dengan badan yang terikat kencang. Bekas ikatan itu menyesakkan darahnya sehingga badannya terasa kaku. Belum lagi pipinya terasa pedas yang belum ia sadari bekas tam
Bab 14Aku bertanya padamuApa rencana yang hendak kuceritakanJika seandainya tak seorangpun yang tuliGerakan Feminis sudah bubar, sejak kejadian fajar tadi beberapa orang terpaksa dipulangkan. Rencana sore di hari kedua untuk melakukan aksi demonstrasi damai batal. Justru disaat matahari terbenam, alun – alun sudah bersih seperti sedia kala. Petugas kebersihan kota dan beberapa bantuan dari para feminis membersihkan sisa – sisa tenda yang hancur.Nyimas yang sempat pingsan sudah siuman beberapa jam kemudian. Beberapa ketua dari masing – masing kampus menungguinya. Di puskesmas terdekat Nyimas hingga saat ini masih terbaring meski sudah sadar. Hanya matanya saja yang bisa berbicara bahwa dia masih memikirkan keadaan orang - orang. Nyimas termenung, melihat cahaya sore yang silau dari jendela kamar rawat sementaranya. Mukanya berminyak, tak sempat ia harus merawat dirinya.&ldquo
Bab 13Kututup mata untuk melihat air yang berada diujung sanaTerasa bening namun jika disentuh akan berwarna biruLalu kubuka kembali nyatanya hidupDidepanku, sebuah telaga hijau yang tak pernah disentuhDikelilingi orang – orang yang seolah marahDan aku tak tahu alasannyaKubiarkan itu berlalu dan kembali, sebuah telapak tangan yang masih terbuka Beberapa puluh orang sudah berkumpul di alun – alun kota. Itu belum semua. Ayu berhasil bekerja sama dengan gerakan feminis dari kampus lain, ada juga dari luar Surabaya. Dengan baju merah muda seragam, mereka berjongkok menunggu komando selanjutnya. Pentolan organisasi sedang rapat darurat jauh dari kerumunan. Termasuk Nyimas dan Ayu. Hingga matahari sedang terik, massa belum juga mengeluarkan aksinya
Bab 12Bisakah aku kembali menapaki bekas jajakkuAtau melihat kembali sore yang disembunyikan dibalik sibakan kata – katamuSinar matahari tidak lagi menusuk penglihatan, Nyimas terduduk di depan teras kamar kos. Kembali berkutat dengan kertas – kertas kosong, menemani setiap kali ia ingin bercerita ketika tak ada orang untukknya. Gadis itu untuk sekian kali harus belajar membaca gerakan emosinya sendiri. Namun dia tidak mau lupa dengan ambisinya tersendiri.Beberapa burung kembali pulang ke arah sarangnya. Bertepatan dengan pohon yang didepannya bergerak mengikuti arah hembusan alam. Aroma yang sejuk, sama seperti masa kecilnya yang dirindukan. Tak sengaja, salah satu burung kecil itu datang ke atasnya dan mengeluarkan kotoran dan jatuh ke arah kertasnya yang masih kosong. Ia mengumpat pelan. Tak terdengar siapapun, karena memang tidak ada seorang disekitarnya.Nyimas bangkit dari rutin
Bab 11Apa aku bisa memberikan bayanganku sebuah harapanBahwa akan habisnya tinta kehidupanku Arka masih melanjutkan bacaannya. Mulai menarik. Dia bisa tahu segala cerita dari sudut pandang Dewi, Ibu Nyimas. Sudah mencapai halaman tengah, kisah yang membuat fantasinya mengembara semakin menjadi. Dalam kesunyian, matanya lambat menyusuri tiap kata yang Dewi ukir. Tulisan tua itu tidak membuat Arka bosan, meski ditulis dengan tinta yang sudah pudar.Ayu, dia istri pertama Kakak dan seumuran denganku. Wanita itu menikah dengan kakak dari umur 19 tahun. Dari ceritanya, Ayu suka dengan Kakak karena kegigihannya dalam membangun usaha bisnisnya sendiri. Ditengah steriotip masyarakat yang anti dengan cina – pribumi, kakak berusaha untuk menjalin hubungan baik dengan orang – orang jawa. Ayu melihat sendiri bagaimana perjuangan kakak
Bab 10Kakiku baru saja terceburDengan tinta kehidupan yang baru saja kupetikBersama dengan dirimuAku ingin merasakan gejolak dari kakiku yang kotor ituSuara jangkrik bergeming untuk Nyimas yang sedang menunggu seseorang. Tepat hari ini, suatu janji yang telah dia rencanakan. Sedikit gerimis memberikan kesejukan baginya yang sedang panas memikirkan kata – kata. Dia akan menjadi perwakilan kelompok feminis kampus dalam pertemuan dengan dewan perwakilan. Beberapa lembar kertas kosong dia mainkan sambil membaca sesedikit tulisannya semalam. Sejarah feminisme, kasus pelanggaran HAM bagi wanita dan gerakan feminisme di beberapa negara dia rangkum. Undang – undang mengenai perempuan juga telah dia baca habis termasuk tulisan mengenai kritikannya.Setelah pertemuannya dengan Arka dan Hasta, Nyimas langsung pergi ke perpus
Bab 9Bolehkah aku menukar ceritaku dengan ceritamu ?Agar kamu tahu, ada sedikit robekan kata untuk ceritakuYang membuat aku tak bisa membacaMaksud cerita pemiliknya Daun itu terlalu kering sehingga akan cepat hancur apabila terinjak. Sudah bertahun – tahun pohon disekitarnya menggugurkan daun tanpa ada yang membersihkan. Kamboja – kamboja yang dulunya terawat, batangnya mulai mengering mengikuti daun dan bunga yang rontok. Tepat sehari sebelumnya, bunya kamboja berwarna kuning terakhir jatuh untuk bertahan. Masih ditanah bersama kotoran pohon lainnya.Seorang pria tua pulang untuk sekian lama. Rambutnya telah banyak memutih. Namun dia masih tampak tampan seperti pertama kalinya pergi. Pria itu melihat keadaan rumahnya yang sudah bertahun – tahun ditinggalinya. Suara daun yang diinjaknya membangunkan kembali cerita dahulunya di rumah ini. Yang b
Hei, untuk jiwaku yang menungguBisakah sejenak untuk berhentiDari memori dimana membuatku gilaDan alunan jemari kebohongan milikmuTepat satu jam. Nyimas kembali berantakan. Wajahnya kusam dengan suasana bus yang pengap. Untung saja dia bisa duduk di 15 menit terakhir. Lututnya sempat kebas. Telapak kaki juga terasa pengap. Hingga dia melepaskan sepatunya yang sudah bertahun-tahun terseok oleh badannya. Memijit sesedikit kaki dengan mengeluh. Diselanya Nyimas kembali berfikir. Tentang keinginan kedua wanita itu.Kedua wanita dengan pembicaraan tadi turun terlebih dahulu. Ada suatu yang aneh. Nama dan feminisme. Sedikit berhubungan dengannya. Namun dia terlalu lelah untuk menganalisa. Kini Nyimas mulai mengantuk. Setelah pertemuan di kampus yang menurutnya berat. Ditambah dia harus menempuh dua kali perjalanan yang cukup panjang. Bukan tipe orang yang harus memikirkan suatu tidak pa