Sebagai putri terpilih Suku Mhthyr, Kaiâ ditakdirkan untuk hidup penuh kehormatan. Namun, penculik dari tanah asing menghancurkan segalanya dan Kaiâ dimasukan ke dalam sangkar emas milik Hunter Riviéra, pria yang merenggut kebebasannya. Hal itu membuat Kaiâ sangat membenci Hunter. Mungkinkah menemukan cinta di pelukan musuh atau akankah perlawanan Kaiâ menghancurkan mereka berdua? Bahkan jika itu berarti menantang pria yang memegang kendali hidup dan matinya.
View MoreGadis muda itu bergerak segesit mungkin tanpa suara di antara pepohonan. Dengan sebelah tangan membekap mulut, dia menahan napas, sementara mata secerah safir kuning mengawasi sekeliling. Dia memastikan tempat persembunyiannya aman dan posisinya tidak diketahui oleh siapa pun.
Setelah memastikan dengan teliti selama beberapa detik, gadis itu bersembunyi di antara semak berduri yang terlindung oleh pohon besar yang kokoh dan megah seperti pagar raksasa. Pohon tersebut memberikan perlindungan alami dari mata sang pencari, sehingga gadis itu merasa aman dan terlindung. Kaia mengintip dengan hati-hati, menguping percakapan di seberang jalan dengan telinganya yang sangat peka. Suasana di sekitar menjadi sangat tenang, hanya dihuni oleh suara-suara alam, pertemuan rahasia, dan desahan kabut. Di sana, ada sebuah pertemuan rahasia kecil yang disebut hazásit, sebuah ritual tahunan Suku Mhthyr. Kaia melihat Tetua Rosalie bersama dua saudari sesukunya yang mengikuti hazásit. Dikelilingi wanita-wanita muda tidak membuat Tetua Rosalie terlihat tua, justru membuat wanita tua itu terlihat menonjol dengan citranya yang luar biasa meski usianya sudah mendekati akhir 50-an. Beliau masih terlihat cantik, berwibawa, dan bijaksana. Kaiâ tak bisa tidak mengagumi betapa kerennya Tetua Rosaliè di matanya. Namun, Kaia tidak sembunyi untuk memuji Tetua Rosalie atau tertarik dengan proses pertemuan hazasit. Ia punya tujuan sendiri dan kebetulan menyaksikan pertemuan tersebut. Omong-omong, dia sedikit tertarik dengan kehadiran seseorang. Ada seseorang yang berbeda di pertemuan itu, seseorang yang memicu rasa penasaran dan kagum di hatinya. Seseorang yang berbeda dari kami .... Mata Kaia berbinar penuh rasa ingin tahu. Kilatan rasa kagum berkelebat di matanya, memicu keingintahuan yang begitu besar. Rasanya saat melihat sosok individu tersebut, dia memiliki dorongan kuat untuk meloncat keluar di tengah pertemuan, untuk melihat sosoknya dari jarak dekat. Meskipun bukan pertama kalinya dia melihat seorang möj brat di Suku Mhthyr, Kaia masih saja tertarik dan ingin melihat secara langsung sosok manusia berjenis kelamin laki-laki. Suku Mhthyr merupakan suku pendalaman yang penduduknya hanyalah seorang wanita. Mulai dari bayi yang baru dilahirkan, anak-anak, orang dewasa, dan lansia, mereka semua adalah manusia berjenis kelamin wanita. Tidak ada satu pun seorang laki-laki di antara wanita Suku Mhthyr. Manusia berjenis kelamin laki-laki dilarang untuk tinggal atau menjadi bagian dari suku itu sendiri. Bahkan bayi laki-laki yang baru lahir pun tidak diizinkan untuk menetap di suku. Para wanita Suku Mhthyr sangat menjunjung tinggi nilai tradisi yang sudah dijalani selama ratusan tahun. Untuk menghormati sang Dewi Kesuburan Mhyer, para leluhur meninggalkan pesan kepada keturunannya agar tidak membiarkan seorang laki-laki tinggal di suku. Namun, untuk menjaga eksistensi suku dan mempertahankan garis keturunan, para wanita Suku Mhthyr juga membutuhkan seorang laki-laki untuk mendapatkan keturunan. Untuk itu sang Dewi Mhyer memberikan nubuat kepada salah satu putrinya, Mìonna, agar Suku Mhthyr menciptakan sebuah tradisi bernama hazasit. Sang Dewi mengizinkan putri-putrinya untuk melahirkan keturunannya bersama moj brat—seorang laki-laki—yang berasal dari tanah asing. Suku Mhthyr merayakan pertemuan rahasia hazasit setahun sekali, di mana para laki-laki dari tanah asing datang untuk menjadi pasangan kawin wanita Suku Mhthyr. Pintu ke Suku Mhthyr terbuka setiap satu tahun sekali bagi para laki-laki dari tanah asing untuk mengikuti tahun kawin bersama wanita pilihan Suku Mhthyr. Namun, tidak sembarangan laki-laki terpilih. Para laki-laki terpilih melalui rahmat sang dewi, demikian pula sang wanita. Untuk para laki-laki dan wanita yang terpilih, harus melewati upacara sakral yang dipimpin oleh salah satu tetua suku sebelum diasingkan ke gua perkawinan selama satu bulan penuh. Gua perkawinan baru terbuka saat si wanita mengandung keturunannya dan sebuah tanda unik berupa benih dari sang dewi muncul di tangan kanan sebagai bukti bahwa keturunan itu telah ada. Setelah itu, pasangan hazasit tidak boleh bertemu lagi dan mereka tidak ditakdirkan untuk bersama. Wanita yang mengandung akan dirawat oleh salah satu tetua suku; sang laki-laki harus meninggalkan suku atau sang dewi murka jika mereka memaksa untuk tetap tinggal. Kekurangan dari tradisi ini sendiri adalah ketika anak yang dilahirkan seorang bayi laki-laki, bayi itu harus dikembalikan kepada pasangan hazásitnya. Lalu ibu dari sang bayi tidak diizinkan untuk merawat atau menganggap sang bayi sebagai anak laki-lakinya. Sebaliknya, jika bayi itu perempuan maka dia akan menjadi bagian dari suku dan sang ibu boleh menganggap anak perempuannya. Tapi tidak semua wanita dari Suku Mhthyr mengikuti hazasit, seperti Kaia yang harus dalam keadaan suci untuk menjadi Mìonna, putri sang Mhyer. “Di situ kau rupanya!” DEG! Kaia tersentak dan menoleh ke belakang, mendapati tatapan tajam Roxy, saudarinya yang berhasil menemukan tempat persembunyiannya. “Siur.” Ia meringis malu saat kerpergok bermain kucing-kucingan. Roxy menarik telinga gadis muda itu, menyeretnya keluar dari tempat persembunyiannya sehingga menyebabkan keributan kecil. Tetua Rosalie yang sedang berbicara berhenti dan menoleh dengan ekspresi tertegun sebelum berubah marah. “Sedang apa kalian berdua di sana!?” Rosalie sangat marah karena dengan begini kedua wanita muda itu telah menganggu proses pertemuan hazasit yang semestinya dilakukan secara sakral dan tertutup. Selama prosesnya, tidak boleh ada banyak wanita dari suku yang terlihat oleh para laki-laki. Salah satu dari sifat laki-laki. Mudah tergoda wanita. Laki-laki mana yang tidak terpana saat melihat kecantikan tersembunyi dari Suku Mhthyr. Meskipun mereka tidak mengungkapkannya, tapi lirikan tajam Rosalie cukup untuk membuktikan bahwa kedua laki-laki itu sudah telanjur terpana semenjak kedatangan kedua tamu tak diundang. Roxy panik apalagi Kaia yang lebih panik lagi melihat wajah damai Tetua Rosalie berubah merah padam. Kaiâ melirik Roxy menuntut pertanggungjawabnya karena kalau bukan gara-gara dia, mereka tidak akan sampai ketahuan apalagi sampai menganggu proses pertemuan hàzasìt yang seharusnya bersifat sakral. “Te-tua ... kami hanya kebetulan ada di sini. Lalu ...,” gadis itu melirik Roxy yang terlihat pucat, takut kalau-kalau Tetua Rosalie memukul mereka dengan tongkat kebanggaannya, “... lalu kami tidak sengaja—” “Cukup, Kaia! Daripada memperpanjang keadaan, segera kembali ke desa. Dan ....” Mata biru Rosalie menusuk langsung ke mata kedua wanita muda itu, yang spontan bergidik ngeri dan nyali mereka menciut seperti seekor lalat. “Katakan pada Sereia agar menghukum kalian berdua. Aku akan menemui kalian setelah ini. Sekarang, pergilah!” “Ba-baik, Tetua.” Mereka bergegas pergi. Kedua laki-laki asing yang hadir dalam hazasit memperhatikan kepergian mereka dengan kekecewaan. Sayang disayangkan karena mereka tidak bisa melihat lagi keindahan lain dari Suku Mhthyr. Tetua Rosalie memperingatkan mereka, “Perhatikan mata kalian! Sang Dewi tidak menyukai laki-laki pendusta!” Kedua wanita yang mengikuti hazasit tersenyum geli, menganggap kekecewaan kedua laki-laki ini sebagai hiburan belaka alih-alih merasa cemburu karena pasangan kawinnya tertarik dengan saudari sesukunya. Tidak ada kecemburuan karena pada dasarnya wanita Suku Mhthyr tidak diajarkan untuk jatuh cinta pada laki-laki. Rasa tertarik pada lawan jenis selalu ada. Namun, wanita dari Suku Mhthyr identik dengan kepolosan mereka sehingga mereka tidak memahami konsep jatuh cinta, tak seperti kebanyakan wanita modern dari tanah asing. ──────⊹⊱✫⊰⊹────── Setelah mendengar masalah yang melibatkan kedua wanita muda ini, Sereia mendesah panjang. Bagi orang awam kedengarannya masalah mereka sepele karena hanya “tertangkap basah” mengintip pertemuan hazásit. Meskipun mereka tidak melakukan apa-apa yang bersifat menganggu, tapi dengan muncul di tengah pertemuan hàzasìt sekalipun dilakukan secara tidak sengaja, kehadiran mereka cukup untuk mengacaukan tradisi itu sendiri. Ya, tradisi suku yang sudah ada secara turun-menurun selama ratusan tahun. Sebuah tradisi yang melarang para wanita suku yang tidak terlibat dalam hazasit untuk melihat ataupun hadir dalam pertemuan. Baik secara disengaja maupun tidak disengaja. Mereka dilarang menunjukkan diri mereka di hadapan para laki-laki agar tidak menghasut pikiran picik pasangan kawin saudari sesukunya. “Mitera, kami benar-benar tidak sengaja berada di sana.” Sereia tak mau mendengarkan pembelaannya sekalipun Kaia adalah putrinya. Beliau mengabaikan rengekan dan tetap memberi anak itu hukuman sesuai adat istiadat. Mulut Kaia bungkam seiring dengan cambukan tiga kali di telapak tangannya. Eugh, sakit! Tapi ia harus kuat menerima hukumannya karena mau bagaimanapun ia tetap salah. Dia juga merasa kasihan pada Roxy yang ikut terseret dan menerima hukuman cambukan karena kecerobohannya. “Roxy.” Tanpa memprotes, Roxy segera membalikkan badan. Punggung telanjangnya sudah dipersiapkan. Sambil mengepalkan kedua tangan dan mengigit bibir, dengan sekuat tenaga Roxy menahan dua puluh cambukan atas hukumannya karena menganggu pertemuan hazasit. Kaia menutup mata, tidak sanggup melihat Roxy menerima cambukan lebih banyak darinya. “Lebih baik daripada Rosalie yang menghukummu!” Memang benar. Hukuman Tetua Rosalie paling terkenal sangat menyakitkan dibanding hukuman dari para tetua suku yang lain. Roxy bersyukur karena yang menghukumnya Tetua Sereia bukan Rosalie. Sereia melirik Kaiâ yang berpaling dengan wajah cemas karena rasa bersalah. “Pergi temui Greta. Dia akan mengobatimu.” Roxy mencoba bangkit dengan sisa-sisa kekuatannya. Wanita itu hampir oleng namun untungnya ada saudarinya yang cekatan membantu. “Terima kasih, Tetua.” Roxy melirik Kaia yang masih menghindari tatapan matanya. Gadis itu mendesah sangat pendek. Mau bagaimanapun alasan dia menerima hukuman cambukan karena kecerobohan Kaia, tapi Roxy tidak marah kepadanya. Dia mengusap kepala Kaia sebagai ungkapan bahwa dia sudah memaafkannya. Kaia mendongak, matanya berkaca-kaca, dan gadis itu pun menangis. Dengan suara lirih ia meminta maaf. “Seorang Mionna harus kuat. Mengerti?” Alasan Kaia tidak menerima cambukan di punggung bukan karena gadis itu putri Tetua Sereia, melainkan karena posisinya sebagai calon Mionna, putri sang Dewi Mhyer. “Tapi lain kali jangan berlarian keluar desa untuk mengintip hazasit.” Kaia tercengang. Tanpa sadar dia menoleh ke arah ibunya yang sepertinya sudah siap untuk memberinya hukuman lagi saat mendengar pengakuan Roxy. “Bu—bukan! Aku bukan mengintip hazasit! Aku sedang menunggu Astrid pulang!” “Aku tahu.” Roxy tertawa kecil, senang sekali menggodanya. “Dia menunggu kepulangan Astrid, Tetua. Anda tidak perlu cemas.” Meskipun Roxy berkata demikian, Kaia tidak yakin ibunya percaya. Sebab setelah kepergiannya, Sereia langsung menyuruh Kaiâ masuk rumah dan mulai mengomelinya dengan banyak nasehat tentang ini dan itu. Kedua telinga Kaia terasa panas. Walaupun sudah sering menerima omelan ibunya, dia masih saja belum terbiasa mendengarnya. Dan omelan itu baru mau berhenti setelah satu jam terlewatkan, setelah Kaia mengeluh sakit. “Kau baru lulus dari masa pembelajaran. Alih-alih berdiam di rumah, kau kabur, dan menganggu hazasit..” Sereia mengomel sambil mengobati lukanya. “Putriku, kau harus menjaga dirimu sampai malam pemberkahan tiba. Sebagai putri Mhyer kau harus tetap suci dan tidak picik.” Kaia mengangguk paham. Sebagai salah satu dari kandidat Mionna, ia sangat mengerti hal-hal dasar apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sang Dewi menyukai anak-anaknya dalam keadaan suci dan tidak picik. Maka dari itu, sebagai Minna, dia tetap harus dalam keadaan suci dan tidak boleh berpikiran picik. “Bersiaplah. Besok malam adalah malam pemberkahanmu.” “Baik, Mitera.” Kaia sudah tidak sabar menerima pemberkahan dari sang Dewi Mhyer besok malam. Ia sudah menantikan moment ini sejak dari kecil dan sudah tak sabar menjadi salah satu Mionna Suku Mhthyr. Sayangnya, dia tidak tahu bahwa besok malam adalah malam pembantaian Suku Mhthyr. Di sisi pulau bagian utara, sekelompok orang lengkap dengan barang bawaannya sedang berbaris menuruni kapal dan bersiap untuk melakukan invasi besar-besaran besok malam. Di antara mereka, seorang wanita tersenyum culas melihat para laki-laki yang bersiap untuk berperang dan di sebelahnya, seorang pria bermata hazel lengkap dengan pakaian mewah ala bangsawan dari tanah asing. Pria itu berbicara dengan nada sombong, “Pulau ini akan segera menjadi milikku.” “Mereka akan jadi milikmu, Luke, setelah kau mengambilnya dari para wanita itu.” Luke menyeringai puas. Sudah beberapa kali dia mencoba mengambil alih pulau ini dan selalu berakhir kegagalan. Kelompoknya selalu gagal menemukan dan dibutakan oleh keberadaan tersembunyi dari Pulau M, seolah-olah ada kekuatan sihir yang melarangnya untuk menemukan keberadaan Pulau M. Tapi berkat bantuan wanita ini, rencananya untuk mendapatkan Pulau Mhthyr akan segera terwujudkan. Untuk bisa memasuki pulau, mereka harus mendapatkan bantuan langsung dari penduduk asli Suku Mhtyr. Dan untungnya selama dua tahun, dia berkenalan dengan wanita cantik ini. Dia adalah kunci masuknya ke Pulau M. Seseorang yang sanggup mengkhianati Suku Mhthyr demi mendapatkan sedikit bantuannya untuk menemukan anak laki-lakinya yang telah dibuang oleh para tetua Suku Mhthyr. Astrid Mhthyr adalah seorang pengkhianat Suku Mhthyr.Kaia berdiri terpaku, bingung, dengan mata melebar. Apa sebenarnya yang sedang mereka lakukan? Kenapa bibir mereka saling menempel? Dia tak punya sedikit pun pengalaman seperti ini dan rasa asing yang memenuhi pikirannya membuatnya bertanya-tanya—apa yang seharusnya dia lakukan? Bagaimana cara menghentikannya? Mengapa rasanya begitu aneh?Tak hanya sekadar bersentuhan, gigi Hunter pun sesekali mengigit bibirnya dengan lembut, seperti mencicipi sesuatu yang lezat. Mata Kaia terbelalak setiap kali bibir bawahnya terkena gigitan gigi Hunter. Tidak ada rasa sakit, sebaliknya rasanya asing dan cukup absurd untuk dijambarkan lewat kata-kata. Kaia bingung harus bereaksi bagaimana. Pengalaman seperti ini di luar batas pemahamannya. Mundur? Maju? Atau tetap diam seperti patung? Gerakan sekecil apa pun langsung direspons Hunter yang melingkarkan lengan di pinggangnya, menahan Kaia di tempatnya. Jika dia maju, bibir Hunter sepenuhnya menguasai bibirnya, menyerap semua respon
“Are you awake, Sleeping Beauty?”Kaia tersentak terbangun saat mendapati Hunter duduk di sofa sebrang sambil mengamatinya dari balik lensa kacamata belajarnya. Dengan pakaian santai dan sebuah laptop di pangkuannya, Hunter tampak seperti sang dewa cinta yang menyamar sebagai pria rumahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa wajah tampan itu bagaikan sebuah mahakarya tingkat tinggi yang tidak dapat dibandingkan dengan mahakarya mana pun. Meski dia memiliki bekas luka sayatan di wajah, itu sama sekali tak mengurangi keindahannya justru menambah ketampanannya.Hunter Riviera memiliki segala hal yang diinginkan semua wanita dalam diri seorang pria, tapi dia benar-benar di luar jangkauan. Sudah berapa banyak wanita yang dapat menaklukannya? Belum ada—sejauh ini. Pria itu mungkin pernah berkencan dengan tak sedikit wanita, tapi di antara mereka belum ada yang bisa mengendalikan Hunter. Karena itulah, hubungan pria itu jarang sekali berakhir dengan baik. Hampir selalu
Mengobrol bersama Jack meskipun hanya lewat telepon tetap terasa mengasyikan. Pria yang dijuluki “Don Juan” itu tidak pernah kehabisan topik obrolan. Selalu ada saja obrolan keluar dari mulut manisnya yang sering membuat para wanita terhanyut dalam gombalan cintanya. Sementara, Hunter lebih banyak diam, hanya menyimak. Dia menanggapi Jack dengan santai, menyisipkan komentarnya ketika dirasa memang perlu. Jack adalah seorang ekstrovert sejati dan social butterfly. Jaringan pertemanannya luas, mencakup semua lapisan masyarakat—dari kelas atas, menengah, hingga bawah. Namun, menurut Jack, dari semua lingkaran sosialnya, dia paling menikmati waktu bersama teman-teman dari kelas menengah dan bawah. Baginya, kelas atas cenderung membosankan. Mereka lebih sering berbicara tentang bisnis dan uang, hingga telinganya lelah mendengar topik itu di mana-mana. Jack merasa meskipun dirinya kini seorang pebisnis, waktu santai bersama teman-teman seharusnya bebas dari urusan peke
Astrid mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan sambil meringis, matanya sembab dan kemerahan. Cahaya redup di kamar semakin mempertegas bayangan gelap di bawah matanya, sebuah tanda jelas dari malam-malam tanpa tidur yang dia paksakan. Selama tiga hari berturut-turut, dia bertahan, menahan kantuk yang berat dengan kafein yang bahkan sudah tak berpengaruh lagi. Matanya perih, sering kali berair, membuat pandangannya buram. Tapi bagi Astrid, tidur bukanlah pilihan. Setiap kali dia berusaha memejamkan mata, rasa waspada yang mencekam membuatnya terbangun. Siklus ini berulang terus—malam demi malam—hingga pada akhirnya, dia menyerah dan menerima penderitaan insomnia sebagai teman akrabnya.Astrid duduk bersila di lantai, dikelilingi puluhan potret seorang pria yang tersebar tak beraturan. Setiap foto itu dicetak dengan detail tajam, hasil unduhannya dari internet dan berbagai media sosial. Potongan wajah pria-pria asing itu terlihat seperti potongan puzzle yang
Hunter merasakan telapak tangan Kaia yang dingin dan basah oleh keringat dalam genggamannya. Wajah gadis itu tampak pucat pasi, hampir seperti kertas—jauh lebih putih dari kulit aslinya yang seputih susu. Dengan gelisah, dia terus mengigiti bibir bawahnya hingga memerah, sebuah kebiasaan yang selalu muncul saat dia merasa cemas.“Anda baik-baik saja, Miss Kaia?” Henrik bertanya dengan nada khawatir dari bangku seberang. Kekhawatiran terpancar jelas di wajah berkeriput pelayan senior itu. Kondisi Kaia yang belum sepenuhnya pulih dari demam, ditambah insiden misterius antara dia dan tuannya tadi pagi, membuat gadis itu terlihat terguncang. Sejak keluar dari kamar, dia tampak ketakutan, terutama saat berada di dekat Hunter. Kini adrenalin baru yang belum pernah dia rasakan sebelumnya memicu serangan panik yang kesekian.Ketakutannya akan ketinggian terpampang nyata.Mereka sedang berada di ketinggian 10.000 kaki, terbang melintasi awan dalam helikop
“Pergi dan mandilah!” perintah Hunter, suaranya memantul di antara dinding kaca yang dingin. Kaia hanya bisa berdiri terpaku, matanya melihat ke kanan dan kiri, mencoba mencari tahu bagaimana cara memulai. Ketidakpastian tampak jelas di wajahnya, dan kebingungannya semakin terlihat ketika dia menoleh ke arah pancuran di langit-langit, tidak yakin bagaimana menggunakannya. Detik-detik berikutnya, sebelum Kaia bisa memikirkan langkah selanjutnya, tiba-tiba air dari atas kepala mulai mengalir deras. Kaia menjerit kaget saat air dingin dari shower membasahi seluruh tubuhnya, meresap ke dalam pakaian yang masih melekat di kulitnya. Rambutnya basah kuyup, menempel di wajah pucatnya, dan tubuhnya bergetar akibat kejutan yang ia terima. Hunter, yang sejak awal berdiri di dekat kontrol shower, sengaja menyalakan air tepat di atasnya, memperlihatkan kekuasaan penuh atas situasi. Kaia yang belum pernah terbiasa dengan teknologi pancuran seperti ini,
Kaia duduk bersandar di tempat tidurnya, memegang segelas air di tangan. Wajahnya pucat, sorot matanya lelah, tetapi dia menuruti perintah Henrik yang duduk di sampingnya dengan sabar. Pria tua itu menatapnya dengan cermat, memastikan bahwa setiap tegukan air dan obat benar-benar masuk ke dalam tubuh gadis itu. Saat obat akhirnya tertelan, Kaia mengerutkan wajah, merasakan rasa pahit yang tak tertahankan di lidahnya.Pada akhirnya, dia pun jatuh sakit.Kemarin sore, Kaia tiba-tiba mengeluh sakit di bagian dada. Wajahnya mendadak pucat, napasnya tersengal-sengal ketika dia mencoba menggambarkan rasa nyeri yang menekan dadanya. Tidak lama kemudian rasa mual yang tak tertahankan menyerang, membuatnya semakin kesakitan. Kebetulan saat itu Sean masih berada di tempat, menjalankan tugasnya mengawasi Kaia. Tatapan cemasnya tertuju pada gadis itu ketika melihat kondisinya memburuk dengan cepat. Sean langsung memanggil Henrik, suaranya penuh kekhawatiran dan sedik
Pekerjaan baru Sean sebenarnya cukup sederhana. Dia hanya perlu mengawasi gadis Mhthyr itu.Henrik bercerita bahwa semenjak wanita Mhthyr melarikan diri, Hunter mulai berpikir untuk memperkerjakan seorang pengawal yang dapat mengawasi tawanannya agar tidak kabur lagi. Nama Sean adalah yang pertama kali muncul di benak Hunter. Karena itulah, Hunter menghubungi Sean, memintanya untuk kembali bekerja—kali ini untuknya, bukan untuk Peter Lim.Sean tentu saja tidak menolak, apalagi dengan tawaran gaji dua kali lipat dari yang sebelumnya. Hunter benar-benar membutuhkan jasanya. Terlebih, Hunter tidak bisa mengawasi gadis Mhthyr itu selama 24 jam penuh. Dengan seringnya dia harus bepergian untuk urusan bisnis, waktunya untuk tinggal di rumah sangat terbatas.Sementara itu, Henrik sudah terlalu tua untuk mengawasi seorang gadis muda. Hunter khawatir sifat kebapakan Henrik akan mendorongnya membebaskan gadis Mhthyr itu, apalagi gadis itu seumuran dengan putri bungs
Musim gugur tahun ini terasa lebih berat dari biasanya bagi Sean Lau. Hawa dingin yang semula disukainya kini seperti musuh, mengingatkan pada serangkaian kewajiban yang tak bisa dia abaikan.Di kamar apartemen mereka yang hangat, daun-daun oranye berguguran terlihat dari balik jendela, menciptakan suasana musim gugur yang sempurna. Namun, suasana hati Sean jauh dari kata cerah. Dia bersandar di dinding, memandang lurus ke depan dengan ekspresi cemberut yang tak kunjung hilang sejak malam sebelumnya.“Jangan cemberut, Sean.” Suki May, tunangannya, mencubit gemas pipi kekasihnya, berusaha mengusir awan kelabu yang menggantung di wajahnya. “Kau sudah seperti anak kecil.”Sejak semalam, Sean terus saja cemberut. Bahkan saat mereka hendak tidur, dia masih mengomel panjang lebar, mengeluhkan banyak hal, terutama tentang rencana akhir bulannya yang berantakan gara-gara satu panggilan telepon. Suara Sean yang tak henti-hentinya menggerutu mulai membuat Suki kewal
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments