Naileen Bimantara. Gadis berusia 21 tahun yang baru saja lulus dari perguruan tinggi itu susah sejak lama memperhatikan Mas Dewa— duda anak kembar yang tinggal di sebelah rumahnya. Sejak dia masih SMA, Nai selalu bermimpi akan menikahi hot duda itu kelak! Bukan hanya tampang dan tubuh atletis yang sempurna, bahkan kantong pria itu juga luarbiasa sempurna. Sangat cocok dengan tipe Nai yang boros. Namun, tentu saja usia mereka akan ditentang sang ibu. Meskipun bertetangga sudah lama, Nai tidak pernah berinteraksi dengan Dewa. Hanya dengan Mauren sesekali bila wanita itu datang arisan di rumahnya. Sampai akhirnya Mauren mengandung anak kembar, semua orang bahagia dengar berita itu. Bahkan Nai ikut senang. Seketika dia melupakan Dewa sesaat karena memikirkan betapa tampan atau cantiknya anak pasangan itu kelak dari gen ayah dan ibunya. Namun, mereka juga bersedih karena berita Mauren meninggal setelah melahirkan. Sejak saat itu, Dewa semakin jauh dalam pandangan Nai. Bisa dibilang, masa remaja Nai habis karena memperhatikan Dewa dan kedua anaknya. Bahkan ketika pusing membuat skripsi, dia akan menatap ke luar jendela kamarnya dan melihat bagaimana cerianya Raja dan Ratu bermain sepeda yang ditemani oleh suster mereka. Hal yang tak terlupakan bagi Naileen adalah ketika mereka akhirnya berbicara. Hatinya menghangat kala melihat senyuman manis Dewa dan suara pria itu yang membuat isi kepalanya memikirkan nama anak kelak mereka nanti. Ya, sejauh itu harapan Nai pada duda dua anak itu. Baginya, sembilan tahun bukanlah hal yang penting. Naileen juga bertemu dengan seorang pria lainnya yang sangat perhatian dengannya. Kisah cinta yang semula hanya berpusat pada Naileen yang sibuk mencari perhatian dari seorang Sadewa berubah menjadi cinta segi sekian yang cukup rumit. Sikap gengsi dan malu merekalah yang berhasil membuat masalah yang mudah dihadapi malah berubah menjadi sangat memusingkan. Mereka harus menerima konsekuensi dari apa yang sudah mereka pilih; pujaan hati, keluarga, atau sahabat?
View MorePagi ini di kediaman Bimantara terlihat begitu ramai karena ada si kembar yang ikut duduk sarapan bersama mereka di meja makan. Cakra membantu Raja memotong sandwich isi omelette kesukaannya. Sedangkan Nilam menyuapi Ratu yang lebih memilih nasi goreng sebagai menu sarapan paginya."Kak Nai udah bangun belum sih?" Tanya Nilam. Raja mengangguk, "Udah kok, Oma. Habis mandiin Ratu baru Kakak Nai yang mandi." Jawabnya tenang."Aku liatin Kak Nai dulu ya, Oma." Usul Ratu langsung kabur menuju lantai atas sebelum mendengar jawaban dari Nilam.Nilam hanya menggelengkan kepalanya pelan. Cakra menyesap kopi hitam panas miliknya, "Papa suka banget kalau rame gini, Ma.""Nggak ada si kembar aja rumah kita udah rame, Pa.""Bener juga sih."Ratu membuka pintu kamar lalu menyengir ketika melihat Naileen sedang berdandan di depan meja rias. Bocah berusia 4 tahun itu mendekati Naileen."Lho? Ratu udah sarapan?"Ratu mengangguk, "Lagi disuapin Oma. Tapi aku naik karena mau liat Kak Nai udah selesai ma
Naileen memotret beberapa gambar Raja dan Ratu yang asyik bermain gelembung di taman komplek bersama anak-anak seumurannya. Nilam di sebelahnya tampak santai berjemur di atas karpet yang mereka bawa."Ma, ini matahari sore, bukan pagi.""So what? I love this."Naileen memutar bolamatanya, "Ma, jadi seorang ibu itu berat nggak sih?" Tanya Naileen tiba-tiba. Nilam melirik anaknya sekilas lalu berdehem, "Mudah aja sebenernya. Tapi karena Mama dapet anaknya modelan kamu, itu susah banget.""Dih?""Petakilan, boros, pundungan. Susah banget disuruh beberes rumah.""Jahat banget."Nilam terkekeh pelan, "Nai, menjadi orangtua itu nggak semudah yang dipikirin kebanyakan kaum muda-mudi. Tapi juga nggak sesusah yang kalian bayangin. Ada saatnya kalian bahagia banget, ada saatnya juga kalian sedih, stres, bahkan marah," Nilam merubah posisinya menjadi miring sambil menatap anak tunggalnya. "Semua fase hidup ini kan selalu beragam macam perasaan. Entah saat kamu jadi seorang anak, remaja, dewasa,
Disaat hampir semua teman perempuannya tidak bisa membaca google maps, Naileen benar-benar bisa membacanya. Bukan karena dia pintar dan ingin tahu. Tetapi, rasa takutnya melebihi rasa ingin tahunya akan jalan. Nilam mungkin ibu yang sabar dengan kelakuan Naileen. Tapi tidak dengan cara gadis itu membaca maps saat pertama kali saat mereka berencana ke Madiun yang membuat mereka bablas sampai Surabaya karena tidak berbelok. Salah siapa? Tentu saja Naileen. Sejak saat itu, dia bertekad untuk bisa membaca maps agar ibunya tidak berubah menjadi nenek lampir yang sangat jahat yang menguasai semua ilmu sihir hitam di dunia ini. Okay, itu terlalu hiperbola. Tetapi kemarahan dan kekesalan Nilam saat itu benar-benar membuat Naileen tak bisa berkutik sama sekali. Bahkan Cakra yang tadinya beristirahat di bangku tengah langsung terbangun dengan wajah bodohnya."Ma, kayaknya bener deh disini.""Iya. Bentar, ada satpamnya. Kok glowing banget kayak bodyguard."Mobil mereka berhenti di gerbang peme
"Wajib sarapan, antar sekolah kalau Om Dewa harus berangkat lebih pagi, pulang sekolah dijemput setengah jam lebih awal ..." Naileen menyebutkan semua keseharian Sus Tari ketika mengasuh si kembar. Dia menahan helaan nafas beratnya agar tidak terlihat sangat terkejut dengan list di tangannya. "... tidur jam sembilan malam, perhatian rutinitas sebelum tidur seperti cuci muka, gosok gigi, dan dibacakan buku dongeng.""Maaf banget, Nai. Kelihatannya banyak banget dan bikin lelah. Tapi kamu tenang aja, si kembar itu nggak nakal kok. Mereka gampang dinasihatin dan nurut. Nggak akan selelah kelihatannya." Ringis Sus Tari sebentar.Naileen mengangguk, "Okay, Sus. Santai aja. Kalo aku kesusahan, ada Mama kok. Aku yakin Mama mau bantu, apalagi Mama suka banget sama si kembar."Sus Tari tersenyum lega. Keduanya berdiri saat mendengar bunyi klakson mobil. Sus Tari memeluk Naileen erat saat keduanya berdiri di samping mobil rental yang sudah dipesankan oleh Dewa beserta supirnya. "Sekali lagi ak
Naileen mengerang pelan saat suara alarm ponselnya berdering. Dengan malas dia membuka matanya lalu duduk di tepi kasur. Setelah melakukan beberapa peregangan kecil, dia segera masuk ke dalam kamar mandi. Tak lupa dia menyalakan bluetooth speaker di kamarnya untuk menemaninya berendam di dalam bath-up. Suara lembut member EXO itu memenuhi seisi kamar mandi. Sambil memainkan busa di dalam bath-up, bibirnya ikut bersenandung dalam musik. "Hah... bubur depan supermarket atau smoothie aja ya?" Gumam Naileen memikirkan sarapannya pagi ini. Ditengah-tengah ketentraman yang dia rasakan, di rumah sebelahnya malah heboh tak karuan karena teriakan Ratu. Teriakan gadis kecil itu sukses membangunkan seisi rumah yang masih terlelap pulas, tadinya. Dewa berlari menuju kamar anaknya dengan raut wajah cemas. Namun, saat masuk ke dalam kamar, bukannya sang anak yang membuatnya cemas malah keadaan kamar yang membuatnya ingin mengumpat. Keadaan kamar begitu sangat berantakan. Ditambah dua anaknya
"AAAA PAPIII!!!" BRAKKK!!!Naileen terjatuh dari motornya ketika dia menarik rem mendadak. Dia meringis kesakitan sambil mendirikan motornya kembali. Matanya membulat ketika melihat sepasang anak kecil terjatuh tak jauh darinya. Matanya menyipit sebentar untuk memfokuskan pandangannya. Begitu sadar, dia langsung menghampiri mereka."Raja? Ratu?" Naileen membantu menarik sepeda berwarna merah yang meniban tubuh bocah lucu dengan rambut tebal berwarna cokelat itu. "Kamu nggak papa?" Tanya Naileen berjongkok di depan Raja yang sudah terduduk sambil menekuk lututnya yang terluka. Di sebelahnya, Ratu masih menangis kencang dengan lengan yang lecet karena tergores. Naileen mengangkat Ratu ke pangkuannya, "Nggak papa, Ratu... jangan nangis. Sakit banget ya?"Ratu menggeleng, "Abang kasihan."Naileen menganga sebentar lalu berdehem, "Ssstt, jangan nangis lagi. Raja aja kuat tuh nggak nangis, iya kan?""Bener, Ratu. Jangan nangis. Masa gitu aja cengeng, kalau nangis nanti kita nggak boleh m
"AAAA PAPIII!!!" BRAKKK!!!Naileen terjatuh dari motornya ketika dia menarik rem mendadak. Dia meringis kesakitan sambil mendirikan motornya kembali. Matanya membulat ketika melihat sepasang anak kecil terjatuh tak jauh darinya. Matanya menyipit sebentar untuk memfokuskan pandangannya. Begitu sadar, dia langsung menghampiri mereka."Raja? Ratu?" Naileen membantu menarik sepeda berwarna merah yang meniban tubuh bocah lucu dengan rambut tebal berwarna cokelat itu. "Kamu nggak papa?" Tanya Naileen berjongkok di depan Raja yang sudah terduduk sambil menekuk lututnya yang terluka. Di sebelahnya, Ratu masih menangis kencang dengan lengan yang lecet karena tergores. Naileen mengangkat Ratu ke pangkuannya, "Nggak papa, Ratu... jangan nangis. Sakit banget ya?"Ratu menggeleng, "Abang kasihan."Naileen menganga sebentar lalu berdehem, "Ssstt, jangan nangis lagi. Raja aja kuat tuh nggak nangis, iya kan?""Bener, Ratu. Jangan nangis. Masa gitu aja cengeng, kalau nangis nanti kita nggak boleh m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments