Beranda / Romansa / Sangkar Emas Sang Putri Tawanan / Chapter 08: Why are you killing us?

Share

Chapter 08: Why are you killing us?

Penulis: Nosaetre
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-07 12:30:33

“Kenapa kau membunuh kami?”

“Kenapa kau membunuh kami?”

“Kenapa kau membunuh kami?”

“Siur, kenapa kau membunuhku?”

“Kaia ...!!!”

Lagi dan lagi. Suara-suara itu terus menghantui Astrid, berputar seperti kaset rusak di dalam kepalanya, membangunkannya dengan napas terengah-engah dan tubuh bersimbah peluh. Sudah berhari-hari dia terbangun dengan kengerian yang sama, merasakan tatapan dingin dari wajah-wajah yang memucat dalam mimpinya. Wajah-wajah yang tak asing namun kini hanya menjadi bayang-bayang kematian.

Setiap malam setelah pembantaian Suku Mhthyr, teror itu datang, tak henti-hentinya mengusik tidur Astrid. Malam yang dulu damai kini dipenuhi bayangan kelam, penuh ancaman yang menggantung di udara, seolah-olah setiap sudut kamar dipenuhi bisikan hantu-hantu dari masa lalu.

Orang-orang itu terus hadir dalam mimpi buruknya, melontarkan pertanyaan yang sama tanpa henti, seperti jarum tajam yang menusuk-nusuk pikirannya. Pada awalnya, Astrid mencoba mengabaikan. Dia berpikir, mungkin
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 09: Kau patuh, Kau aman

    Freya merasa terjebak dalam pusaran antara mencemaskan dirinya sendiri atau Kaia, yang kini tampak semakin rapuh. Bekas luka di pipi kanannya masih terasa perih, memar itu belum hilang sepenuhnya, dan setiap kali dia berbicara atau mengunyah, rasa sakit menusuk seperti jarum yang menancap di dagingnya. Namun, bagaimanapun juga, dia merasa kondisinya sudah jauh lebih baik dibandingkan beberapa hari lalu, ketika setiap gerakan kecil membuat tubuhnya mengerang kesakitan.Yah, setidaknya sekarang dia dapat bergerak bebas tanpa perlu mengeluh kesakitan.Meski rasa sakit itu masih ada, perhatian Freya lebih tertuju pada Kaia. Rasa takut menguasai gadis itu dan sejak melihat Freya kembali dalam kondisi babak belur, Kaia tak pernah berhenti menangis di sisinya. Isakannya yang pelan kadang terdengar dalam malam yang sunyi, menciptakan suasana mencekam yang membuat Freya sulit beristirahat. Freya tahu Kaia sedang mengalami trauma berat—wajah pucat gadis itu, mata bengkaknya,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 10: Time to escape

    Apa aku seorang penguntit? Pikiran itu sesekali melintas di benak Astrid, terutama saat dia berdiri di luar gedung apartemen mewah, South Park, sambil mengamati dari kejauhan. Bagi orang yang melihat, dia mungkin sudah tampak mencurigakan. Apalagi setelah dia mendirikan tenda mobil di pinggir jalan, tepat di depan gedung itu. Sudah dua hari satu malam berlalu, dan Astrid masih berkeliaran di sana, seakan mencari sesuatu—atau seseorang. Awalnya, dia sempat berpikir untuk menyewa flat di gedung tersebut. Tapi begitu melihat deretan angka sewa yang tertera, pikirannya langsung berubah. Oh, dia punya uangnya. Bahkan cukup untuk menyewa flat itu selama sebulan penuh, tetapi itu terasa sia-sia untuk rencana yang hanya akan berlangsung beberapa hari—seminggu, mungkin, sampai urusannya selesai. Sampai dia berhasil menculik Kaia dari Hunter Riviera. Itulah tujuan Astrid. Alasan mengapa dia nekat mendirikan kemah di area parkir jalanan mewah ini, tepat di depan gedung apartemen tempat sang meg

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-12
  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 11: Who’s she?

    Musim gugur tahun ini terasa lebih berat dari biasanya bagi Sean Lau. Hawa dingin yang semula disukainya kini seperti musuh, mengingatkan pada serangkaian kewajiban yang tak bisa dia abaikan.Di kamar apartemen mereka yang hangat, daun-daun oranye berguguran terlihat dari balik jendela, menciptakan suasana musim gugur yang sempurna. Namun, suasana hati Sean jauh dari kata cerah. Dia bersandar di dinding, memandang lurus ke depan dengan ekspresi cemberut yang tak kunjung hilang sejak malam sebelumnya.“Jangan cemberut, Sean.” Suki May, tunangannya, mencubit gemas pipi kekasihnya, berusaha mengusir awan kelabu yang menggantung di wajahnya. “Kau sudah seperti anak kecil.”Sejak semalam, Sean terus saja cemberut. Bahkan saat mereka hendak tidur, dia masih mengomel panjang lebar, mengeluhkan banyak hal, terutama tentang rencana akhir bulannya yang berantakan gara-gara satu panggilan telepon. Suara Sean yang tak henti-hentinya menggerutu mulai membuat Suki kewal

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 12: Who’s she? (2)

    Pekerjaan baru Sean sebenarnya cukup sederhana. Dia hanya perlu mengawasi gadis Mhthyr itu.Henrik bercerita bahwa semenjak wanita Mhthyr melarikan diri, Hunter mulai berpikir untuk memperkerjakan seorang pengawal yang dapat mengawasi tawanannya agar tidak kabur lagi. Nama Sean adalah yang pertama kali muncul di benak Hunter. Karena itulah, Hunter menghubungi Sean, memintanya untuk kembali bekerja—kali ini untuknya, bukan untuk Peter Lim.Sean tentu saja tidak menolak, apalagi dengan tawaran gaji dua kali lipat dari yang sebelumnya. Hunter benar-benar membutuhkan jasanya. Terlebih, Hunter tidak bisa mengawasi gadis Mhthyr itu selama 24 jam penuh. Dengan seringnya dia harus bepergian untuk urusan bisnis, waktunya untuk tinggal di rumah sangat terbatas.Sementara itu, Henrik sudah terlalu tua untuk mengawasi seorang gadis muda. Hunter khawatir sifat kebapakan Henrik akan mendorongnya membebaskan gadis Mhthyr itu, apalagi gadis itu seumuran dengan putri bungs

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 13: I Hate You

    Kaia duduk bersandar di tempat tidurnya, memegang segelas air di tangan. Wajahnya pucat, sorot matanya lelah, tetapi dia menuruti perintah Henrik yang duduk di sampingnya dengan sabar. Pria tua itu menatapnya dengan cermat, memastikan bahwa setiap tegukan air dan obat benar-benar masuk ke dalam tubuh gadis itu. Saat obat akhirnya tertelan, Kaia mengerutkan wajah, merasakan rasa pahit yang tak tertahankan di lidahnya.Pada akhirnya, dia pun jatuh sakit.Kemarin sore, Kaia tiba-tiba mengeluh sakit di bagian dada. Wajahnya mendadak pucat, napasnya tersengal-sengal ketika dia mencoba menggambarkan rasa nyeri yang menekan dadanya. Tidak lama kemudian rasa mual yang tak tertahankan menyerang, membuatnya semakin kesakitan. Kebetulan saat itu Sean masih berada di tempat, menjalankan tugasnya mengawasi Kaia. Tatapan cemasnya tertuju pada gadis itu ketika melihat kondisinya memburuk dengan cepat. Sean langsung memanggil Henrik, suaranya penuh kekhawatiran dan sedik

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 14: I Hate You (2)

    “Pergi dan mandilah!” perintah Hunter, suaranya memantul di antara dinding kaca yang dingin. Kaia hanya bisa berdiri terpaku, matanya melihat ke kanan dan kiri, mencoba mencari tahu bagaimana cara memulai. Ketidakpastian tampak jelas di wajahnya, dan kebingungannya semakin terlihat ketika dia menoleh ke arah pancuran di langit-langit, tidak yakin bagaimana menggunakannya. Detik-detik berikutnya, sebelum Kaia bisa memikirkan langkah selanjutnya, tiba-tiba air dari atas kepala mulai mengalir deras. Kaia menjerit kaget saat air dingin dari shower membasahi seluruh tubuhnya, meresap ke dalam pakaian yang masih melekat di kulitnya. Rambutnya basah kuyup, menempel di wajah pucatnya, dan tubuhnya bergetar akibat kejutan yang ia terima. Hunter, yang sejak awal berdiri di dekat kontrol shower, sengaja menyalakan air tepat di atasnya, memperlihatkan kekuasaan penuh atas situasi. Kaia yang belum pernah terbiasa dengan teknologi pancuran seperti ini,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 15: Distrik Mththyr

    Hunter merasakan telapak tangan Kaia yang dingin dan basah oleh keringat dalam genggamannya. Wajah gadis itu tampak pucat pasi, hampir seperti kertas—jauh lebih putih dari kulit aslinya yang seputih susu. Dengan gelisah, dia terus mengigiti bibir bawahnya hingga memerah, sebuah kebiasaan yang selalu muncul saat dia merasa cemas.“Anda baik-baik saja, Miss Kaia?” Henrik bertanya dengan nada khawatir dari bangku seberang. Kekhawatiran terpancar jelas di wajah berkeriput pelayan senior itu. Kondisi Kaia yang belum sepenuhnya pulih dari demam, ditambah insiden misterius antara dia dan tuannya tadi pagi, membuat gadis itu terlihat terguncang. Sejak keluar dari kamar, dia tampak ketakutan, terutama saat berada di dekat Hunter. Kini adrenalin baru yang belum pernah dia rasakan sebelumnya memicu serangan panik yang kesekian.Ketakutannya akan ketinggian terpampang nyata.Mereka sedang berada di ketinggian 10.000 kaki, terbang melintasi awan dalam helikop

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 16: Crying in your arms

    Astrid mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan sambil meringis, matanya sembab dan kemerahan. Cahaya redup di kamar semakin mempertegas bayangan gelap di bawah matanya, sebuah tanda jelas dari malam-malam tanpa tidur yang dia paksakan. Selama tiga hari berturut-turut, dia bertahan, menahan kantuk yang berat dengan kafein yang bahkan sudah tak berpengaruh lagi. Matanya perih, sering kali berair, membuat pandangannya buram. Tapi bagi Astrid, tidur bukanlah pilihan. Setiap kali dia berusaha memejamkan mata, rasa waspada yang mencekam membuatnya terbangun. Siklus ini berulang terus—malam demi malam—hingga pada akhirnya, dia menyerah dan menerima penderitaan insomnia sebagai teman akrabnya.Astrid duduk bersila di lantai, dikelilingi puluhan potret seorang pria yang tersebar tak beraturan. Setiap foto itu dicetak dengan detail tajam, hasil unduhannya dari internet dan berbagai media sosial. Potongan wajah pria-pria asing itu terlihat seperti potongan puzzle yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01

Bab terbaru

  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 19: It’s called a kiss

    Kaia berdiri terpaku, bingung, dengan mata melebar. Apa sebenarnya yang sedang mereka lakukan? Kenapa bibir mereka saling menempel? Dia tak punya sedikit pun pengalaman seperti ini dan rasa asing yang memenuhi pikirannya membuatnya bertanya-tanya—apa yang seharusnya dia lakukan? Bagaimana cara menghentikannya? Mengapa rasanya begitu aneh?Tak hanya sekadar bersentuhan, gigi Hunter pun sesekali mengigit bibirnya dengan lembut, seperti mencicipi sesuatu yang lezat. Mata Kaia terbelalak setiap kali bibir bawahnya terkena gigitan gigi Hunter. Tidak ada rasa sakit, sebaliknya rasanya asing dan cukup absurd untuk dijambarkan lewat kata-kata. Kaia bingung harus bereaksi bagaimana. Pengalaman seperti ini di luar batas pemahamannya. Mundur? Maju? Atau tetap diam seperti patung? Gerakan sekecil apa pun langsung direspons Hunter yang melingkarkan lengan di pinggangnya, menahan Kaia di tempatnya. Jika dia maju, bibir Hunter sepenuhnya menguasai bibirnya, menyerap semua respon

  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 18: Little Bird

    “Are you awake, Sleeping Beauty?”Kaia tersentak terbangun saat mendapati Hunter duduk di sofa sebrang sambil mengamatinya dari balik lensa kacamata belajarnya. Dengan pakaian santai dan sebuah laptop di pangkuannya, Hunter tampak seperti sang dewa cinta yang menyamar sebagai pria rumahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa wajah tampan itu bagaikan sebuah mahakarya tingkat tinggi yang tidak dapat dibandingkan dengan mahakarya mana pun. Meski dia memiliki bekas luka sayatan di wajah, itu sama sekali tak mengurangi keindahannya justru menambah ketampanannya.Hunter Riviera memiliki segala hal yang diinginkan semua wanita dalam diri seorang pria, tapi dia benar-benar di luar jangkauan. Sudah berapa banyak wanita yang dapat menaklukannya? Belum ada—sejauh ini. Pria itu mungkin pernah berkencan dengan tak sedikit wanita, tapi di antara mereka belum ada yang bisa mengendalikan Hunter. Karena itulah, hubungan pria itu jarang sekali berakhir dengan baik. Hampir selalu

  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 17: Behind His Name

    Mengobrol bersama Jack meskipun hanya lewat telepon tetap terasa mengasyikan. Pria yang dijuluki “Don Juan” itu tidak pernah kehabisan topik obrolan. Selalu ada saja obrolan keluar dari mulut manisnya yang sering membuat para wanita terhanyut dalam gombalan cintanya. Sementara, Hunter lebih banyak diam, hanya menyimak. Dia menanggapi Jack dengan santai, menyisipkan komentarnya ketika dirasa memang perlu. Jack adalah seorang ekstrovert sejati dan social butterfly. Jaringan pertemanannya luas, mencakup semua lapisan masyarakat—dari kelas atas, menengah, hingga bawah. Namun, menurut Jack, dari semua lingkaran sosialnya, dia paling menikmati waktu bersama teman-teman dari kelas menengah dan bawah. Baginya, kelas atas cenderung membosankan. Mereka lebih sering berbicara tentang bisnis dan uang, hingga telinganya lelah mendengar topik itu di mana-mana. Jack merasa meskipun dirinya kini seorang pebisnis, waktu santai bersama teman-teman seharusnya bebas dari urusan peke

  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 16: Crying in your arms

    Astrid mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan sambil meringis, matanya sembab dan kemerahan. Cahaya redup di kamar semakin mempertegas bayangan gelap di bawah matanya, sebuah tanda jelas dari malam-malam tanpa tidur yang dia paksakan. Selama tiga hari berturut-turut, dia bertahan, menahan kantuk yang berat dengan kafein yang bahkan sudah tak berpengaruh lagi. Matanya perih, sering kali berair, membuat pandangannya buram. Tapi bagi Astrid, tidur bukanlah pilihan. Setiap kali dia berusaha memejamkan mata, rasa waspada yang mencekam membuatnya terbangun. Siklus ini berulang terus—malam demi malam—hingga pada akhirnya, dia menyerah dan menerima penderitaan insomnia sebagai teman akrabnya.Astrid duduk bersila di lantai, dikelilingi puluhan potret seorang pria yang tersebar tak beraturan. Setiap foto itu dicetak dengan detail tajam, hasil unduhannya dari internet dan berbagai media sosial. Potongan wajah pria-pria asing itu terlihat seperti potongan puzzle yang

  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 15: Distrik Mththyr

    Hunter merasakan telapak tangan Kaia yang dingin dan basah oleh keringat dalam genggamannya. Wajah gadis itu tampak pucat pasi, hampir seperti kertas—jauh lebih putih dari kulit aslinya yang seputih susu. Dengan gelisah, dia terus mengigiti bibir bawahnya hingga memerah, sebuah kebiasaan yang selalu muncul saat dia merasa cemas.“Anda baik-baik saja, Miss Kaia?” Henrik bertanya dengan nada khawatir dari bangku seberang. Kekhawatiran terpancar jelas di wajah berkeriput pelayan senior itu. Kondisi Kaia yang belum sepenuhnya pulih dari demam, ditambah insiden misterius antara dia dan tuannya tadi pagi, membuat gadis itu terlihat terguncang. Sejak keluar dari kamar, dia tampak ketakutan, terutama saat berada di dekat Hunter. Kini adrenalin baru yang belum pernah dia rasakan sebelumnya memicu serangan panik yang kesekian.Ketakutannya akan ketinggian terpampang nyata.Mereka sedang berada di ketinggian 10.000 kaki, terbang melintasi awan dalam helikop

  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 14: I Hate You (2)

    “Pergi dan mandilah!” perintah Hunter, suaranya memantul di antara dinding kaca yang dingin. Kaia hanya bisa berdiri terpaku, matanya melihat ke kanan dan kiri, mencoba mencari tahu bagaimana cara memulai. Ketidakpastian tampak jelas di wajahnya, dan kebingungannya semakin terlihat ketika dia menoleh ke arah pancuran di langit-langit, tidak yakin bagaimana menggunakannya. Detik-detik berikutnya, sebelum Kaia bisa memikirkan langkah selanjutnya, tiba-tiba air dari atas kepala mulai mengalir deras. Kaia menjerit kaget saat air dingin dari shower membasahi seluruh tubuhnya, meresap ke dalam pakaian yang masih melekat di kulitnya. Rambutnya basah kuyup, menempel di wajah pucatnya, dan tubuhnya bergetar akibat kejutan yang ia terima. Hunter, yang sejak awal berdiri di dekat kontrol shower, sengaja menyalakan air tepat di atasnya, memperlihatkan kekuasaan penuh atas situasi. Kaia yang belum pernah terbiasa dengan teknologi pancuran seperti ini,

  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 13: I Hate You

    Kaia duduk bersandar di tempat tidurnya, memegang segelas air di tangan. Wajahnya pucat, sorot matanya lelah, tetapi dia menuruti perintah Henrik yang duduk di sampingnya dengan sabar. Pria tua itu menatapnya dengan cermat, memastikan bahwa setiap tegukan air dan obat benar-benar masuk ke dalam tubuh gadis itu. Saat obat akhirnya tertelan, Kaia mengerutkan wajah, merasakan rasa pahit yang tak tertahankan di lidahnya.Pada akhirnya, dia pun jatuh sakit.Kemarin sore, Kaia tiba-tiba mengeluh sakit di bagian dada. Wajahnya mendadak pucat, napasnya tersengal-sengal ketika dia mencoba menggambarkan rasa nyeri yang menekan dadanya. Tidak lama kemudian rasa mual yang tak tertahankan menyerang, membuatnya semakin kesakitan. Kebetulan saat itu Sean masih berada di tempat, menjalankan tugasnya mengawasi Kaia. Tatapan cemasnya tertuju pada gadis itu ketika melihat kondisinya memburuk dengan cepat. Sean langsung memanggil Henrik, suaranya penuh kekhawatiran dan sedik

  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 12: Who’s she? (2)

    Pekerjaan baru Sean sebenarnya cukup sederhana. Dia hanya perlu mengawasi gadis Mhthyr itu.Henrik bercerita bahwa semenjak wanita Mhthyr melarikan diri, Hunter mulai berpikir untuk memperkerjakan seorang pengawal yang dapat mengawasi tawanannya agar tidak kabur lagi. Nama Sean adalah yang pertama kali muncul di benak Hunter. Karena itulah, Hunter menghubungi Sean, memintanya untuk kembali bekerja—kali ini untuknya, bukan untuk Peter Lim.Sean tentu saja tidak menolak, apalagi dengan tawaran gaji dua kali lipat dari yang sebelumnya. Hunter benar-benar membutuhkan jasanya. Terlebih, Hunter tidak bisa mengawasi gadis Mhthyr itu selama 24 jam penuh. Dengan seringnya dia harus bepergian untuk urusan bisnis, waktunya untuk tinggal di rumah sangat terbatas.Sementara itu, Henrik sudah terlalu tua untuk mengawasi seorang gadis muda. Hunter khawatir sifat kebapakan Henrik akan mendorongnya membebaskan gadis Mhthyr itu, apalagi gadis itu seumuran dengan putri bungs

  • Sangkar Emas Sang Putri Tawanan   Chapter 11: Who’s she?

    Musim gugur tahun ini terasa lebih berat dari biasanya bagi Sean Lau. Hawa dingin yang semula disukainya kini seperti musuh, mengingatkan pada serangkaian kewajiban yang tak bisa dia abaikan.Di kamar apartemen mereka yang hangat, daun-daun oranye berguguran terlihat dari balik jendela, menciptakan suasana musim gugur yang sempurna. Namun, suasana hati Sean jauh dari kata cerah. Dia bersandar di dinding, memandang lurus ke depan dengan ekspresi cemberut yang tak kunjung hilang sejak malam sebelumnya.“Jangan cemberut, Sean.” Suki May, tunangannya, mencubit gemas pipi kekasihnya, berusaha mengusir awan kelabu yang menggantung di wajahnya. “Kau sudah seperti anak kecil.”Sejak semalam, Sean terus saja cemberut. Bahkan saat mereka hendak tidur, dia masih mengomel panjang lebar, mengeluhkan banyak hal, terutama tentang rencana akhir bulannya yang berantakan gara-gara satu panggilan telepon. Suara Sean yang tak henti-hentinya menggerutu mulai membuat Suki kewal

DMCA.com Protection Status