Share

Bab 5

Zayden mencium bibir Madeline tanpa memberi wanita itu kesempatan untuk berbicara.

Madeline menahan kedua bahu Zayden sambil memalingkan wajahnya untuk menghindari ciuman pria itu.

Zayden menyeringai. "Kenapa? Kamu nggak mau aku temani ke pesta amal itu?"

Madeline membuang napas. Sebelumnya dia mengira bahwa Zayden sangat dingin karena pria itu selalu tampak serius dan tak mudah didekati.

Tak disangka Zayden sama mesumnya dengan pria lain.

"Kita sudah mau terlambat."

"Lalu kenapa?"

"Kalau kita nggak menghadiri pesta amal malam ini tepat waktu, rencanaku akan gagal. Gagal artinya kamu nggak akan menikahiku. Kalau begitu, aku tentu nggak punya alasan untuk mempersembahkan tubuhku kepadamu lagi, bukan?"

Madeline berbicara sembari tersenyum simpul. Dia meremas kerah baju Zayden, mencondongkan kepalanya ke atas, melewati pipi Zayden, kemudian berhenti di dekat telinga pria itu sebelum berujar, "Jadi suamiku kalau kamu ingin meniduriku atau tadi malam akan menjadi malam pertama sekaligus malam terakhir kita."

Zayden menatap wanita sombong itu. Dia sama sekali tidak merasa marah.

Wanita ini cantik, berani, juga banyak akal.

Zayden pertama kali merasa bahwa berurusan dengan wanita cerdas sangatlah menyenangkan.

Zayden menarik diri dari tubuh Madeline, lalu dia menurunkan jendela untuk menyuruh sopirnya kembali.

Mereka tiba di hotel di mana pesta amal diadakan, lalu naik ke lantai atas bersama. Ketika Zayden melihat Madeline mengeluarkan kartu undangan dari tasnya, pria itu mengulas senyum. "Tampaknya aku sudah meremehkanmu."

Madeline tersenyum. "Kamu masih kurang memahamiku, jadi wajar kalau kamu meremehkanku. Bagaimanapun juga, aku begitu kecil dibandingkan denganmu."

Pandangan Zayden berlabuh pada depan dada Madeline. "Hm, kecuali bagian itu."

Wajah Madeline merona. Dasar pria mesum.

Begitu mereka masuk ke aula pesta, mereka langsung menarik perhatian banyak orang.

Pria tampan dan wanita cantik, apalagi status mereka yang bergengsi. Bisa dibayangkan berapa banyak gosip yang akan diciptakan.

Seseorang segera mendekat, kemudian dia mengobrol dengan Zayden.

Madeline mengedarkan pandangannya ke sekeliling sebelum menemukan penyelenggara acara yang tengah dikepung orang. Julius Leander, CEO Grup Somore.

Madeline membawa Zayden pergi, lalu menunggu di luar kepungan itu. Setelah mereka selesai berbicara dengan Julius, dia baru menghampiri Julius.

"Paman Julius."

Julius yang melihat Madeline pun terkejut. "Maddie? Kenapa kamu bisa di sini?"

"Paman Julius, aku meminta kartu undangan dari Silas tanpa memberi tahu Paman. Maaf mengganggu, semoga Paman nggak keberatan."

"Bagaimana mungkin?" Julius mendekat, kemudian dia menepuk bahu Madeline. "Kebetulan aku juga ingin bertemu denganmu."

Kemudian tatapannya berlabuh pada Zayden.

Madeline memperkenalkan mereka, lalu kedua pria itu saling berjabat tangan dan mengobrol sebentar.

Madeline berujar, "Paman Julius, bolehkah aku berbicara empat mata dengan Paman?"

Julius mengangguk. "Ayo, mari kita duduk sebentar di ruang istirahat Paman."

Madeline melihat Zayden sekilas, kemudian dia berjalan menuju ruang istirahat bersama Julius.

Mereka berdua duduk, lalu Madeline berkata, "Paman Julius, aku ingin meminta sesuatu dari Paman."

Julius menghela napas. "Maddie, saat Paman melihat kamu membawa Tuan Muda Zayden kemari, Paman sudah tahu apa yang ingin kamu lakukan. Paman tahu kamu sudah menemukan sesuatu untuk membuktikan ketidakbersalahan ayahmu, tapi kamu harus tahu kalau mencari pembunuhnya nggak segampang yang kamu pikirkan. Baik itu Grup Sinclair maupun Grup Clover nggak mungkin kamu jatuhkan dengan mudah."

Madeline menatap Julius. "Paman Julius, sesulit apa pun jalan ini, aku harus menjalankannya. Aku nggak ingin ayahku merasa malu di bawah sana. Aku ini putrinya, hanya aku yang bisa membantunya membuktikan kalau dia nggak salah. Aku sudah membuat keputusan dan nggak akan berubah pikiran."

Julius menatap Madeline dengan sedikit tak berdaya. Dulu ayahnya Madeline selalu mengatakan bahwa Madeline adalah gadis yang keras kepala. Hal itu ada benarnya.

Saat Madeline pergi dari aula bersama Julius, seorang wanita muncul di sisi Zayden.

Wanita itu tak lain adalah Chiara yang bertengkar dengan Madeline pagi ini.

Madeline tidak menyangka akan bertemu kakak tirinya itu di pesta amal ini.

Begitu melihat Madeline keluar, Zayden pun memandang wanita tersebut. Akan seperti apa reaksi Madeline dalam situasi seperti ini?

Chiara menoleh ke arah yang dipandang Zayden. Saat dia melihat Madeline, ekspresi Chiara yang telah mempertahankan keramahan dari tadi pun menerbitkan kemarahan.

Melihat ekspresi Chiara, lantas Madeline tertawa. Dia kemudian menoleh ke arah Julius. "Paman Julius, apakah menurut Paman, aku cocok dengan Zayden?"

Ketika Julius melihat tatapan Madeline, dia menjawab, "Nak, hati pria itu nggak ada padamu."

"Tapi hatinya juga nggak ada pada Chiara. Jadi, kamu dan Chiara bersaing dari nol dalam hal ini." Tatapan Madeline tampak dingin. "Paman Julius pergi saja kalau ada urusan. Tunggu kabar baik dariku."

Usia berbicara, Madeline pun melangkah menuju kedua insan itu.

Saat Chiara merebut Ezra dari Madeline, dia berkata, "Madeline, secantik apa pun kamu, selama ada aku, kamu nggak akan diperhatikan oleh pria mana pun. Itulah perbedaan antara kamu dan aku. Kamu hanya bisa menjadi pecundang yang berada di bawahku."

Balas dendam tidak kenal waktu. Hari ini, Madeline akan "menampar" wajah Chiara agar wanita itu tahu apa yang dimaksud dengan "bencana keluar dari mulut".

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status