Share

Bab 7

Hati Madeline menegang. Benar kata Silas Leander, Zayden itu serigala. Madeline tak sanggup menghadapinya.

"Jalan, Pak Harry."

Zayden menjauh dari Madeline sebelum memberi perintah kepada sopirnya.

Madeline segera menyeletuk, "Tunggu, aku lapar. Aku ingin makan sesuatu sebelum pulang."

"Setelah kita kembali ke hotel, seseorang akan menyiapkan makan malam untukmu."

Madeline menunjuk restoran kecil yang ada di luar jendela. "Aku ingin makan di sana. Pangsitnya sangat enak."

Tatapan tajam Zayden terpaku pada wajah Madeline.

Ekspresi Madeline melembut, lalu dia tersenyum. "Aku sudah satu hari satu malam nggak makan. Aku benar-benar lapar."

Satu hari satu malam tidak malam? Zayden mengernyit. Apakah wanita ini bodoh? "Turun, makan sana."

Madeline merasa gembira. Namun begitu dia turun lalu hendak berpamitan dengan Zayden, ternyata pria itu juga turun dari mobil.

Melihat raut terkejut Madeline, Zayden menyeringai lalu berbisik di telinga Madeline, "Aku tahu apa yang kamu rencanakan. Malam ini, kamu nggak bisa kabur."

Jantung Madeline menegang, kemudian dia berkata, "Aku nggak merencanakan apa pun atau berencana kabur."

Selesai berbicara, Madeline berjalan menuju restoran kecil itu. Dalam hati dia memaki, 'Kenapa pria itu seperti permen karet saja?'

Begitu Madeline masuk ke restoran kecil itu, ibu bos berkata dengan antusias, "Nak, kamu sudah lama nggak datang."

Madeline tersenyum lalu membalas, "Ya, Bu. Belakangan ini aku cukup sibuk. Aku benar-benar merindukan pangsitmu."

"Oke, oke, oke. Kamu ingin makan pangsit isi apa?"

Madeline melihat ke arah Zayden. "Kamu ingin makan pangsit isi apa?"

"Aku nggak mau makan."

Madeline tidak memaksa, dia menoleh ke arah ibu bos lagi lalu berkata, "Satu porsi isi daging kubis, satunya lagi isi daging seledri."

"Oke." Ibu bos kembali ke dapur. Madeline mengambil alat makan, kemudian mengelapnya dengan tisu.

Zayden mengulum senyum. "Tampaknya kamu memang sering datang ke sini."

"Kamu pikir aku membohongimu?"

Madeline tersenyum, kali ini tidak munafik seperti sebelumnya. "Ayahku sangat suka makan pangsit, tapi ibuku kurang suka makanan berkuah. Demi nggak merepotkan ibuku, ayahku akan datang ke sini ketika dia ingin makan pangsit. Seiring berjalannya waktu, pangsit di sini pun menjadi pangsit favoritku."

Zayden menelisik Madeline. Sesaat kemudian, dia bertanya, "Kenapa kamu bisa mengenal Julius? Tampaknya kalian sangat akrab."

"Paman Julius itu teman satu sekolah ayahku, sekaligus sahabat ayahku."

Zayden mengangkat sebelah alisnya. "Ayahmu?"

"Kamu kenal?" Pandangan Madeline berlabuh pada wajah pria itu.

"Nggak, tapi aku pernah mendengar tentangnya. Perancang jembatan lintas sungai."

Raut Madeline menjadi lebih dingin, nadanya juga terdengar tidak senang. "Ayahku bukan hanya perancang jembatan lintas sungai. Jembatan layang di Jalan Petal yang memenangkan penghargaan dirancang oleh ayahku, jembatan apung di Danau Walnut juga dirancang oleh ayahku."

Zayden yang mendengar nada marah Madeline pun berkata dengan datar, "Begitulah manusia. Melakukan sedikit kesalahan saja, maka orang lain akan melupakan semua kebaikan yang pernah kamu lakukan."

Madeline masih tampak marah. Harus diakui bahwa omongan Zayden ada benarnya.

Ibu bos membawa dua piring pangsit keluar.

"Nak, aku memberimu lebih untuk setiap jenisnya. Makan yang banyak ya."

"Terima kasih, Bu."

Madeline menoleh ke arah Zayden. Dengan tatapan jail, Madeline berkata kepada si ibu bos, "Bu, aku minta beberapa siung bawang putih."

Ibu bos segera membawa bawang putih untuk Madeline.

Madeline bertanya kepada Zayden, "Kamu benar-benar nggak mau makan?"

"Ya."

"Kalau begitu aku makan sendiri."

Madeline mengambil sendok, memasukkan sebuah pangsit ke dalam mulutnya, kemudian dia menggigit bawang putihnya.

Cara makan Madeline membuat Zayden yang duduk di seberangnya mengernyit.

Zayden baru pertama kali melihat orang lain di restoran kecil seperti itu.

Juga baru pertama kali melihat seorang wanita makan campur bawang putih.

Terlebih lagi, porsi makan Madeline benar-benar luar biasa banyak.

Dua piring pangsit itu terdapat sekitar lima puluh pangsit. Namun, Madeline menghabiskan semuanya.

Setelah selesai makan, dia menyentuh perutnya sembari berkata dengan puas, "Sayang sekali kamu nggak makan pangsit yang begitu enak."

Usai berbicara, Madeline berdiri untuk membayar.

Zayden menatap punggung Madeline sambil terkekeh pelan.

Dia baru pertama kali juga melihat wanita yang tidak menjaga citra di depannya.

Dalam perjalanan ke hotel, Madeline kebanyakan diam.

Mereka naik ke lantai 66 bersama. Zayden menutup pintu kamarnya, kemudian menahan Madeline di samping pintu. Saat dia hendak mencium Madeline, wanita itu menahan bibirnya.

Zayden protes, "Kenapa? Setelah kita sampai di sini, kamu masih ingin menolakku?"

Madeline tersenyum, kemudian dia melingkari leher Zayden sambil berkata di depan wajah pria itu, "Kak Zayden, aku baru saja makan bawang putih, mulutku sangat bau. Apakah kamu yakin ingin menciumku sekarang?"

Dari jarak sedekat itu, Zayden tidak mungkin tidak mencium aroma bawang putih dari mulut Madeline.

Zayden mengangkat sebelah alisnya. "Mandi."

"Oke, tapi aku harus telepon dulu. Bagaimana kalau kamu mandi dulu?"

Zayden tidak curiga, dia berbalik, lalu masuk ke kamar mandi.

Madeline menatap pintu kamar mandi, kemudian tersenyum licik.

Begitu dia mendengar suara air mengalir, Madeline baru berjalan menuju pintu, membukanya.

Dia melirik pintu kamar mandi sekali lagi sebelum kabur dari kamar itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status