Share

Bab 8

Sebelum Silas keluar negeri, dia memberi kunci cadangan apartemennya di Apartemen Calibrata kepada Madeline.

Sebelumnya Madeline kurang menyukai tempat itu karena terlalu banyak motor mainan yang terpajang di apartemen itu.

Namun, malam ini adalah pengecualian. Madeline tidak punya tempat tinggal sehingga dia hanya bisa tinggal di apartemen itu selama beberapa hari.

Madeline yang baru selesai mandi berjalan menuju dekat balkon seraya menyeka rambutnya. Dia ingin cari angin.

Pada saat ini, bel apartemen berdering.

Madeline bertanya-tanya, kenapa bisa ada yang datang?

Dia berjalan menuju pintu, kemudian melihat luar melalui lubang intip pintu. Tidak ada orang.

Di tengah kebingungannya, bel apartemen berdering lagi.

Madeline mengernyit, lalu dia menyalakan monitor. "Siapa?"

"Buka pintu."

Saat suara Zayden terdengar, Madeline refleks melangkah mundur. Bagaimana pria itu bisa menemukannya di apartemen ini?

"Jangan sampai aku mengulanginya lagi."

Nada Zayden terdengar tidak bersahabat.

Rencana Madeline belum berhasil, jadi dia tidak boleh menyinggung pria tersebut.

Tanpa ragu, Madeline langsung membuka pintunya.

Sebelum Madeline siap, Zayden sudah melesat ke dalam, memeluk Madeline, menendang pintu hingga tertutup, mengurung Madeline di antara dinding dan dadanya, kemudian melumat bibir wanita itu.

Bukan, itu tidak bisa disebut sebagai lumatan, lebih tepatnya gigitan.

Madeline yang kesakitan pun memalingkan kepalanya. "Zay ...."

"Coba saja kalau kamu berani panggil sembarangan." Zayden memicingkan mata dengan sarat peringatan. "Aku akan benar-benar menikahi Chiara agar kamu nggak bisa membalas dendam kepadanya."

Madeline segera diam sambil memandang Zayden.

Zayden mencengkeram rahang Madeline. "Nyalimu besar ya, Madeline. Berani-beraninya kamu mengelabuiku."

Madeline tahu bahwa Zayden mungkin akan marah, tetapi dia tidak menyangka bahwa pria ini akan datang untuk mengonfrontasinya.

Diamnya Madeline membuat Zayden mempererat cengkeramannya. "Bukankah aku sudah memberitahumu kalau malam ini kamu nggak bisa kabur? Berani-beraninya kamu menghindariku dengan bawang putih. Kenapa? Sudah nggak perlu aku nikahi?"

Madeline menatap Zayden. "Aku sudah mendapatkan proyek Sterling sesuai kesepakatan kita. Kamu ...."

"Bukankah sudah kubilang kalau proyek Sterling itu bukan apa-apa bagiku? Madeline, sekalipun kamu nggak mau mengatakannya, aku tahu kalau kamu ingin menikah denganku karena ada tujuan."

"Aku nggak akan menanyakan apa tujuanmu dan akan membiarkanmu memanfaatkan status Nyonya Linwood untuk melakukan hal yang ingin kamu lakukan. Lagi pula, pernikahan ini nggak berlandaskan cinta. Menikahi siapa pun sama saja bagiku."

"Tapi kalau kamu terus bermain trik denganku, kamu harus memperhatikan batasnya karena aku ini nggak bisa dipermainkan seenaknya. Benar, kamu yang memulai permainan ini, tapi kendalinya sudah jatuh ke tanganku. Paham?"

Madeline menatap Zayden. Untuk pertama kalinya, dia merasa sedikit menyesal karena telah memancing emosi Zayden.

"Bicara," perintah Zayden seraya meremas rahang Madeline.

Madeline mengernyit, kemudian dia membuang muka sebelum menatap mata Zayden sambil berkata dengan tatapan tegas, "Malam ini aku nggak mau tidur denganmu."

"Nggak mau?"

"Ya, aku nggak mau." Madeline mengepalkan tangannya. "Tubuhku terluka, jadi nggak bisa melakukannya denganmu."

"Huh," dengus Zayden.

"Aku nggak berbohong, aku benar-benar terluka."

"Aku nggak percaya kalau kamu akan menyayat tubuhmu demi menolakku."

"Bukan luka sayat, luka ini karena kamu."

Zayden menatap Madeline dalam diam.

Madeline menjelaskan, "Tadi malam, kita melakukannya terlalu lama. Aku kesakitan. Hari ini, bagian itu terus ada noda darah."

Mendengar omongan Madeline, kemarahan Zayden pun tersapu. "Apakah kamu sudah pergi ke rumah sakit?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Lukanya di bagian itu ... bagaimana aku menunjukkannya?" Wajah Madeline merona.

Mengingat tadi malam adalah pengalaman pertama Madeline, wajar bila dia yang tiba-tiba mengalami semua ini malu untuk berobat.

Zayden menarik pergelangan tangan Madeline, lalu berjalan menuju pintu.

Madeline segera bertanya, "Ke mana?"

Sekarang sudah begitu malam, Zayden tidak berpikir untuk membawa Madeline ke rumah sakit, 'kan?

"Rumah sakit."

Benar saja ....

"Aku nggak mau." Madeline menolak dengan wajah memerah. "Aku sudah mencari tahu di internet. Katanya, cukup kurangi berhubungan intim dan jaga kebersihan maka ia akan sembuh sendiri."

"Apakah kamu nggak mau pergi karena kamu berbohong kepadaku, jadi nggak berani pergi?" tanya Zayden dengan nada menantang.

"Aku nggak bohong."

"Kalau begitu buktikan dengan pergi ke rumah sakit."

Usai berbicara, Zayden pun menarik Madeline keluar dari apartemen.

Di sepanjang jalan, Madeline merasa kesal. Dia merasa bahwa Zayden suka berprasangka buruk.

Zayden memerintah seseorang untuk meminta dokter menunggu mereka di rumah sakit.

Setelah Madeline selesai diperiksa, dokter itu datang ke hadapan Zayden. "Tuan Muda Zayden, luka pada tubuh bagian bawah Nona Madeline nggak ringan. Aku sudah meresepkan obat untuknya. Untuk beberapa hari ke depan, Nona Madeline harus istirahat, makan makanan tawar, kurangi hubungan intim. Semua itu akan membantu pemulihan."

Zayden memandang Madeline. Bibir wanita ini benar-benar rapat. Dia terluka begitu parah, tetapi baru mengatakannya sekarang.

Zayden melihat Madeline beberapa saat sebelum berbalik lalu berujar, "Ayo."

Madeline mengekori Zayden. Beberapa langkah kemudian, Zayden yang kepikiran sesuatu pun menggendong Madeline.

Madeline merasa gugup. "Apa yang kamu lakukan, Zayden?"

"Kamu panggil aku apa?"

Hati Madeline menegang. "Bu ... bukankah kamu bilang aku nggak boleh memanggil sembarangan?"

Zayden memelototi Madeline hingga wanita itu merasa takut. "Kalau nggak aku harus memanggil kamu apa? Tuan Muda Zayden? Tuan Zayden?"

"Besok ikut aku pulang ke Kediaman Linwood."

Madeline tercengang. Peralihan topik ini agak jauh.

Kediaman Linwood? Rumah kakek dan neneknya Zayden?

"Kenapa?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status