"Kamu pikir menikah denganku nggak memerlukan restu dari keluargaku?" Zayden mengangkat sebelah alisnya. "Kamu pikir Keluarga Linwood, yang walaupun bereputasi buruk, itu nggak punya aturan?"Madeline terdiam.Peralihan topik ini agak melenceng jauh. Bukankah tadi mereka sedang membahas masalah panggilan?"Aku tahu."Meskipun sekarang sudah malam dan hanya sedikit orang di rumah sakit, Madeline tetap merasa agak aneh digendong seperti itu."Turunkan aku saja, aku bisa jalan sendiri."Zayden melihatnya sekilas. "Diam, jangan bicara."Madeline cemberut. "Nggak tahu diuntung.""Apa katamu? Katakan sekali lagi.""Memangnya salah? Biarpun ada beberapa orang biasa yang nggak mengenalmu, kamu itu terkenal. Entah apa yang akan orang lain katakan kalau melihatmu menggendong seorang wanita. Aku ini memikirkan reputasimu, makanya ingin kamu turunkan aku."Zayden memandang wajah Madeline. "Kalau begitu apakah aku harus berterima kasih kepadamu?""Nggak perlu, cukup turunkan aku saja."Zayden memel
Pandangan Zayden fokus pada wajah Madeline.Zayden merasa bahwa dirinya adalah pria yang kendali dirinya kuat.Bagaimanapun, tidak ada satu pun dari sekian banyak wanita yang berhasil naik ke atas ranjangnya.Akan tetapi, kendali dirinya seolah menghilang entah ke mana di depan Madeline.Zayden jelas-jelas tahu bahwa sekarang Madeline tidak bisa menerima dirinya, tetapi benaknya hanya memikirkan pemandangan ketika dia meniduri wanita itu tadi malam.Apakah wanita ini beracun?Atau ....Namun, tidak masuk akal. Hari ini Zayden melihat banyak wanita di perusahaan, tetapi tidak ada satu pun yang dapat membuatnya merasa bergairah.Melihat Zayden tidak berniat untuk menjauh dari atas tubuhnya, Madeline pun berujar lagi, "Bagian bawahku ada luka, nggak baik juga bagimu. Kalau kamu terinfeksi, bukankah itu akan memengaruhi kebahagiaanmu ke depannya?""Siapa yang bernyali besar tadi malam? Menjebak orang lain, tapi nggak tahu batas. Bukankah kamu pantas mendapatkannya?"Madeline menatap Zayden
Tuan Besar Linwood sudah berusia 81 tahun, tetapi dia tampak sehat. Langkahnya saja terasa kuat.Dia berjalan ke sisi istrinya, kemudian menilai Madeline.Madeline membungkuk ke kepada Tuan Besar dengan sopan. "Halo, Kakek."Tuan Besar merespons dengan melirik Zayden, lalu mendengus kepada cucunya tersebut.Zayden mengangkat sebelah alisnya, kemudian melihat Audrey Indie, neneknya. "Nek, tampaknya keinginan Nenek untuk menggendong cicit harus diundur lagi."Audrey memelototi suaminya, Rupert Linwood. "Rupert, bukan kamu yang akan menikah, kenapa kamu melarang-larang?""Aku ini kakeknya."Audrey mendengus. "Lalu kenapa?"Rupert menatap Madeline kemudian bertanya, "Nak, apakah kamu tahu kalau Zayden sudah akan bertunangan?"Madeline menatap Rupert sembari menjawab, "Tahu.""Pertunangan" antara Zayden dan Chiara sangat heboh di sepenjuru Kota Bjorn.Bila Madeline menjawab "tidak tahu", dia jelas sedang berbohong.Zayden memandang wanita itu sembari menyeringai. Dia pikir Madeline akan men
Zayden membawa Madeline ke sayap yang dia huni. Tempat ini merupakan bangunan dengan dua halaman. Halaman depan merupakan tempat menjamu tamu, sementara halaman belakang merupakan bangunan dua lantai yang terdiri dari ruang tamu dan ruang kerja di lantai satu, serta kamar tidur di lantai dua.Meski bangunan ini terlihat antik dari luar, dekorasi interiornya cukup modern, juga sangat luas."Jadi ini tempat tinggalmu ya." Madeline mengedarkan pandangannya.Terdapat hutan bambu dan halaman rumput di halaman depan. Di halaman belakang ada taman dengan beberapa pohon magnolia, bebatuan kecil, air terjun kecil, serta kolam kecil."Kenapa? Jelek?""Tentu saja bukan, ini sangat bagus. Hanya saja kamu tinggal sendiri di tempat sebesar itu, rasanya kosong sekali.""Sebelumnya memang begitu, tapi setelahnya ...." Zayden menatap Madeline. "Tinggal berdua mungkin akan lebih baik.""Berdua?"Madeline baru mengerti. "Maksudmu, lain kali kita akan tinggal bersama di sini?""Memangnya kamu pikir kita a
Ancaman Zayden sama sekali tidak berefek bagi Madeline.Madeline menyingkirkan tangan Zayden, ekspresinya tampak tegas. "Aku akui kalau kamu memang nggak kekurangan wanita. Dari awal kamu sudah tahu kalau aku ingin menikah denganmu karena ada tujuan lain. Pernikahan ini ada syaratnya dan aku sudah memenuhi syarat itu. Kalau kamu bersedia menikahiku, aku akan menikah denganmu. Sisanya nggak perlu dibahas.""Kalau sekarang kamu berubah pikiran, nggak mau menikahiku lagi, aku bisa langsung meninggalkan Kediaman Linwood. Bukan hanya kamu yang bisa merealisasikan tujuanku itu. Kalau kamu nggak mau, aku akan mencari orang lain untuk membantuku. Kamu memang unggul, tapi aku juga unik. Setelah melewati batas waktu nggak dilayani."Usai berbicara, Madeline pun hendak pergi.Zayden belum pernah bertemu wanita keras kepala seperti Madeline.Maksud Madeline, dia akan menjebak pria lain jika Zayden tidak mau menikahinya?Jadi, dia tidak bosan dengan permainan naik ke atas ranjang pria?Zayden melan
Zayden bertanya, "Bagaimana, Kakek? Apakah Kakek dan Nenek sudah mendiskusikan tanggal pernikahanku?"Audrey melihat Rupert sekilas. "Kamu diam dulu."Setelah itu, Audrey menatap Madeline. "Zephyr, kamu juga diam dulu. Ada hal yang ingin aku tanyakan kepada Nona Madeline."Madeline menjadi waspada.Tadi Audrey masih memanggilnya "Maddie".Sekarang panggilannya tiba-tiba berubah, artinya pengakuan Audrey terhadap Madeline pun telah lenyap.Madeline tersenyum sopan, lalu mengangguk. "Tanyakan saja apa yang ingin Nenek tanyakan.""Apakah kamu tahu kalau perbuatanmu sangat nggak baik?"Zayden mengernyit. "Nenek, bagaimana Nenek ta ....""Sudah kubilang, kamu diam dulu."Audrey memelototi Zayden dengan tajam.Sebelum Zayden berujar lagi, Madeline menjawab, "Aku tahu."Audrey menautkan alisnya. "Kalau begitu kenapa kamu masih melakukannya? Apakah kamu tahu kalau hal ini tersebar, bukan hanya kamu yang akan dihujat, tapi Zayden juga akan dikritik orang lain?"Madeline mengangguk, melihat ke b
Ketika mereka sedang heboh, seorang pembantu masuk lalu berkata, "Tuan Besar, Tuan Rowan kemari."Rupert dan Audrey saling memandang, lalu Audrey berkata dengan jengkel, "Dia sangat pandai memilih waktu."Zayden mengangkat sebelah alisnya sembari menoleh ke arah Audrey. "Nenek nggak perlu marah, biarkan saja dia masuk."Pembantu pergi membuka pintu untuk mempersilakan Rowan masuk.Rowan adalah seorang pria tua, umurnya tampak tak beda jauh dengan Rupert.Setelah dia masuk, Rowan berjalan ke samping meja makan untuk menyapa Rupert dan Audrey. "Paman, Tante, sedang makan ya."Audrey makan dengan elegan tanpa merespons.Sedangkan Rupert bertanya dengan ekspresi dingin, "Untuk apa kamu kemari jam segini?""Aku mendengar kalau Zayden sudah pulang, jadi aku datang untuk menanyakan beberapa hal kepadanya."Zayden melipat tangannya di depan dada sembari melihat Rowan yang berdiri di samping meja makan. "Paman ingin menanyakan apa?""Hari ini, Hosea memberitahuku kalau kamu sudah mendapatkan pr
Setelah Rowan pergi, ruang tamu menjadi hening.Audrey menatap Rupert sembari bertanya, "Nggak ada yang ingin kamu katakan?"Rupert tahu maksud Audrey. Karena Rupert juga melihat aksi Madeline tadi.Selain itu, Zayden yang selalu tidak suka ikut campur tadi malah membantu Madeline mempermalukan Rowan.Rupert terdiam sejenak sebelum meletakkan sendok, lalu dia menatap Zayden dan Madeline."Aku punya dua syarat."Zayden menjawab dengan tenang, "Oke.""Pertama, pernikahan kalian nggak boleh memengaruhi keuntungan perusahaan dan kedudukanmu di perusahaan."Madeline berpikir dalam hati. Artinya pernikahan mereka tidak boleh ada cela atau itu akan menjadi alasan Rowan menyerang Zayden.Zayden lanjut berkata, "Boleh, syarat kedua?""Kedua, tunjukkan cicit kepada aku dan nenekmu secepat mungkin. Kalau nggak ...."Rupert menatap Madeline. "Aku bisa menolak mengakui cucu menantu ini kapan pun."Tangan Zayden lagi-lagi melingkari bahu Madeline. "Tenang saja, kami akan berusaha."Wajah Madeline ag