Madeline menggelengkan kepalanya. "Nggak, dia meneleponku beberapa kali, tapi aku nggak angkat.""Pilihan yang tepat. Jangan angkat telepon bajingan itu."Di belakang, Gigi menarik ujung pakaian Madeline. "Tante, makanannya sudah mau dingin."Madeline tersenyum pada Gigi, kemudian memberi gerakan "OK"."Layla, sudah dulu ya, aku juga sedang makan.""Oke, makanlah. Aku akan bersedih sebentar sambil mengutuk orang yang menyebabkan restoran hot pot ditutup itu tersedak makanan."Madeline menoleh untuk melihat Zayden sekilas.Dilihat dari cara makan Zayden yang elegan, seharusnya sulit."Sudah ya."Setelah menutup telepon, Madeline kembali ke meja makan lalu duduk. Zayden mengangkat sebelah alisnya pada Madeline. "Teman sekamarmu itu?""Hm.""Omong kosongnya banyak juga," komentar Zayden dengan datar.Madeline mengatai Zayden dalam hati, kemudian berkata, "Dia nggak berbicara omong kosong kepadaku. Dia memberitahuku sebuah hal yang sangat menjengkelkan. Kamu ingat restoran hot pot yang kit
Keluarga itu makan malam bersama. Ketika Zayden hendak membawa Madeline pulang, Audrey ikut keluar."Zephyr, Maddie, apakah kalian berdua ada waktu luang besok?"Zayden memandang Audrey. "Kenapa, Nenek? Ada apa?""Aku ingin pergi ke kuil untuk memohon berkah besok. Kalau kalian nggak ada urusan, ayo pergi ke sana bersama."Zayden memandang Madeline. "Bagaimana denganmu? Waktunya bisa?"Madeline tersenyum pada Audrey. "Tentu saja aku harus pergi kalau mau memohon berkah untuk keluarga."Audrey mengangguk lalu memandang Zayden dengan gembira. "Bagaimana denganmu?""Kalau dia bisa, maka aku bisa. Ayo pergi bersama."Nenek berpesan, "Kalau begitu besok jangan sarapan. Kita makan di kuil saja.""Oke." Lalu Zayden membawa Madeline pergi.Di bawah sinar bulan, mereka berjalan berdampingan. Madeline bertanya, "Apakah Nenek sering pergi ke kuil?""Nenek selalu pergi beberapa kali dalam setahun.""Nenek cukup religius ya."Zayden menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Orang yang benar-benar
Pagi-pagi sekali, Zayden dan Audrey pergi ke kuil bersama.Karena kuil berada di tengah gunung dan kabut putih mengelilingi lereng gunung di pagi hari, berada di tempat ini membuat orang merasa rileks dan bahagia.Madeline memapah Audrey sembari berkata, "Nenek, sepertinya aku tahu kenapa kuil dibangun di atas gunung."Audrey memandang Madeline sambil tersenyum. "Kenapa?""Lihat, lingkungan ini seperti surga. Dapat dengan mudah membuat orang tenang. Bahkan orang dengan keinginan terdalam pun akan memiliki pikiran untuk melarikan diri dari kota ketika mereka datang ke sini."Zayden menimpali, "Mereka yang memiliki keinginan jahat dikirim ke surga pun tetap jahat. Nggak hubungannya dengan lingkungan."Nenek menggelengkan kepalanya. "Zephyr, nggak bisa bilang begitu juga. Hanya bisa dibilang hati orang yang telah terkontaminasi sulit untuk diubah. Tapi ketika orang baru dilahirkan, sebenarnya semuanya sama. Sederhana, polos, penuh dengan rasa ingin tahu terhadap dunia. Lingkunganlah yang
"Sekarang, aku cukup takut mati. Namanya juga pasangan, berarti akan saling menemani sampai tua. Aku takut kakekmu meninggalkanku sendirian, tapi aku juga takut aku akan meninggalkannya. Jadi, begitu tua, aku baru mengerti. Lebih baik meninggal pada tanggal, bulan dan tahun yang sama daripada lahir pada tanggal, bulan dan tahun yang sama."Madeline memeluk lengan Audrey. "Nenek, hubungan Nenek dan Kakek sudah menjadi kisah cinta terindah di dunia. Nenek tahu, ada berapa banyak orang yang iri?""Sebenarnya hubungan semua orang sangat luar biasa. Apa yang aku alami adalah hubungan yang paling aku idamkan ketika aku masih muda, jadi ... aku benar-benar nggak rugi bersama kakekmu. Orang lain iri atau nggak, nggak penting. Aku nggak hidup sia-sia seumur hidup ini, itulah yang terpenting. Sekarang aku berharap kamu dan Zephyr juga bisa seperti kami. Kalau begitu, maka aku nggak punya penyesalan lagi."Nenek berkata sambil menepuk tangan Madeline. "Zephyr mengalami banyak hal dan menghadapi t
Ruang perjamuan itu penuh dengan kebisingan dan keramaian, tetapi sebuah sudut di sisi barat sangat sepi.Madeline Fontaine yang mengenakan gaun putih berdiri di dekat dinding. Dia memegang gelas anggur sembari memandang dua insan yang sedang dikelilingi serta disandung oleh orang-orang di tempat yang tak jauh darinya.Tatapan Madeline dipenuhi dengan penghinaan.Diciptakan untuk satu sama lain? Serasi? Pasangan yang cocok?Omong kosong.Di mata orang lain, Zayden Linwood disanjung di Kota Bjorn sekaligus CEO dari Grup Sinclair dan Chiara Clover sang penari yang hebat sekaligus putri dari pemilik Grup Clover memang cocok.Mereka memang serasi.Namun bagi Madeline, kedua orang itu hanyalah penjahat yang bersekongkol.Beberapa saat kemudian, sang pria meletakkan gelas anggur, kemudian dia meninggalkan tempat tersebut terlebih dahulu. Sedangkan si wanita menetap di tempat sambil mengobrol dengan yang lain.Melihat kondisi tersebut, Madeline pun meletakkan gelas anggurnya, lalu dia menyusu
Zayden bertanya dengan suara rendah, "Apakah kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan?""Tentu saja," jawab Madeline.Zayden pun tidak lagi ragu.Karena wanita ini tahu, maka dia memang melakukannya dengan sengaja.Jika demikian, sepertinya tidak ada salahnya Zayden menunjukkan konsekuensi dari kesalahan yang Madeline perbuat sendiri.Sebenarnya Madeline sangat tidak rela.Namun begitu dia mengingat desain yang dia temukan dari buku favorit mendiang ayahnya pagi ini, Madeline pun menggertakkan gigi sambil menyemangati dirinya.Ayahnya meninggal secara tidak adil.Dan hanya Madeline yang bisa membalas dendam untuk ayahnya.Kelelahan menghiasi wajah Madeline pada pukul tiga dini hari.Zayden setengah berbaring di ranjang, kemudian dia menyalakan sebatang rokok.Madeline menoleh, melihat sisi wajah Zayden yang tak bercela.Pria ini merupakan idola dari mayoritas kaum hawa di Kota Bjorn sebab dia memiliki seraut wajah yang lebih tampan dari artis populer.Dulu Madeline tidak pernah benar-ben
"Bagaimana kalau kamu gagal melakukannya?"Tanpa berpikir, Madeline menjawab, "Kalau begitu aku akan membiarkanmu meniduriku secara percuma malam ini. Setelah itu, aku berjanji nggak akan mengganggumu lagi. Bagaimana?"Zayden menyeringai. "Oke, sepakat. Aku hanya memberimu waktu setengah bulan. Kamu tahu alasannya."Madeline tersenyum menawan.Tentu saja dia tahu. Karena setengah bulan kemudian, Zayden dan Chiara akan bertunangan.Meskipun Madeline sangat lelah, dia tetap bangun, lalu memungut pakaiannya untuk dikenakan.Zayden menarik Madeline ke dalam pelukannya. "Sudah mau pergi?""Hal yang ingin aku bahas sudah mencapai kesepakatan, jadi aku nggak punya alasan untuk tinggal lebih lama."Madeline keluar dari pelukan Zayden, lalu dia mengenakan pakaian.Zayden menatap Madeline dengan sebelah alis terangkat. Dulu dia tidak menyadari bahwa Madeline adalah wanita yang begitu menarik.Setelah Madeline berpakaian lalu tiba di dekat pintu, Zayden bertanya, "Demi membalas anggota Keluarga C
Madeline melihat ibunya sekilas, kemudian berbalik, berjalan ke luar.Chiara tiba-tiba tersadar. Dia berjalan melewati ibunya, yaitu Helen, lalu menghalangi jalan Madeline."Kamu nggak boleh pergi. Jelaskan dulu soal foto itu."Madeline mengangkat sebelah alisnya. "Apa lagi? Sama seperti apa yang kamu pikirkan dan lihat."Sesaat setelah Chiara menggertakkan giginya dengan geram, ekspresinya pun menjadi tenang. "Dasar wanita murahan yang nggak tahu malu. Dengarkan baik-baik, Tuan Muda Zayden itu milikku, kami akan segera bertunangan. Namanya juga pria, apalagi pria yang memiliki status seperti Tuan Muda Zayden. Aku bisa mengerti kalau dia bermain-main sebelum bertunangan. Bagaimanapun, hal yang aku ketahui lebih banyak darimu, tapi jangan berharap kamu bisa merebutnya dengan satu kali tidur. Seandainya kamu bisa merebutnya dariku, kamu nggak mungkin diterima oleh Keluarga Linwood. Tuan Muda Zayden bukan pria yang dangkal."Madeline tersenyum sinis. Menikahinya disebut dangkal?Dia menyi