Share

Sang Presdir Terbawa Perasaan dalam Kesepakatan
Sang Presdir Terbawa Perasaan dalam Kesepakatan
Penulis: Rani

Bab 1

Ruang perjamuan itu penuh dengan kebisingan dan keramaian, tetapi sebuah sudut di sisi barat sangat sepi.

Madeline Fontaine yang mengenakan gaun putih berdiri di dekat dinding. Dia memegang gelas anggur sembari memandang dua insan yang sedang dikelilingi serta disandung oleh orang-orang di tempat yang tak jauh darinya.

Tatapan Madeline dipenuhi dengan penghinaan.

Diciptakan untuk satu sama lain? Serasi? Pasangan yang cocok?

Omong kosong.

Di mata orang lain, Zayden Linwood disanjung di Kota Bjorn sekaligus CEO dari Grup Sinclair dan Chiara Clover sang penari yang hebat sekaligus putri dari pemilik Grup Clover memang cocok.

Mereka memang serasi.

Namun bagi Madeline, kedua orang itu hanyalah penjahat yang bersekongkol.

Beberapa saat kemudian, sang pria meletakkan gelas anggur, kemudian dia meninggalkan tempat tersebut terlebih dahulu. Sedangkan si wanita menetap di tempat sambil mengobrol dengan yang lain.

Melihat kondisi tersebut, Madeline pun meletakkan gelas anggurnya, lalu dia menyusul Zayden.

Pria itu berjalan masuk ke dalam lift, Madeline segera mengejarnya.

Begitu melihat Madeline, Zayden mengangkat sebelah alisnya.

Ekspresi muram pada wajah Madeline sudah menghilang, terganti oleh senyuman cerah. "Hai, Pak Zayden. Sudah lama nggak berjumpa."

Pria tersebut merapikan posisi dasinya dengan tenang tanpa menggubris Madeline.

Dia mengulurkan tangan untuk menekan tombol 66, lalu pintu lift menutup.

Ketika Zayden mengulurkan tangannya, Madeline sontak memeluk lengan pria itu.

Zayden menatap Madeline dengan ekspresi dingin.

Si Madeline tersenyum nakal. "Pak Zayden, kita sudah lama nggak bertemu, kenapa kamu mengabaikanku?"

"Bukankah tadi kita sudah bertemu di aula perjamuan?" jawab Zayden dengan pertanyaan.

Mata Madeline melengkung dan berbinar karena tersenyum. "Kamu melihatku?"

Zayden menunduk, melihat kedua tangan Madeline yang memeluk lengannya.

Madeline cemberut. "Pak Zayden, ada hal yang ingin aku bahas denganmu. Bawalah aku ke kamarmu."

"Aku nggak ada waktu."

"Ini nggak memakan banyak waktu. Aku jamin sepuluh menit kemudian kamu akan membutuhkanku."

Zayden menelisik wajah Madeline.

Sepenjuru Kota Bjorn tahu betapa cantiknya Madeline.

Bagi Zayden, tidak ada wanita yang cantik atau jelek, hanya ada wanita menyenangkan dan menyebalkan.

Biarpun demikian, dia tetap terpesona dengan kecantikan Madeline ketika dia melihat Madeline di Kediaman Clover untuk pertama kali.

Kalau kata Roland Emerson, kecantikan Madeline membuatnya tampak tak nyata.

Zayden tidak bisa menyangkal poin tersebut.

Pintu lift terbuka di lantai 66. Zayden melangkah keluar, Madeline pun mengekorinya.

Zayden berdiri di depan lift sembari menatap Madeline. "Chiara saja nggak berani masuk ke dalam kamar ini, apakah kamu yakin kamu akan masuk?"

Pintu lift terbuka di lantai 66. Zayden melangkah keluar, Madeline pun mengekorinya.

Zayden berdiri di depan lift sembari menatap Madeline. "Chiara saja nggak berani masuk ke dalam kamar ini, apakah kamu yakin kamu akan masuk?"

Madeline tersenyum. Senyumannya memabukkan. "Tentu saja."

Zayden tidak lagi berbicara. Dia lantas membawa Madeline ke dalam kamarnya.

Madeline masuk ke teritori Zayden untuk pertama kali.

Dekorasi kamar ini sangat sederhana, tetapi anehnya bisa membuat Madeline merasa nyaman.

Zayden berjalan menuju samping lemari, membuka pintu lemari, kemudian dia menuangkan segelas jus untuk Madeline sebelum duduk di sofa. "Katakan, apa yang ingin kamu bahas?"

Madeline menunduk untuk melihat jus itu, lalu dia tersenyum. "Pak Zayden, aku sudah 26 tahun."

Zayden mengangkat sebelah alisnya. Hari ini, Madeline menatap Zayden dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya.

Sebelumnya Madeline selalu menatap Zayden dengan tatapan dingin dan tak bersahabat, bahkan berpura-pura tidak melihat pria itu.

Kini tatapan wanita itu mengandung taktik sekaligus godaan.

Zayden tahu betul bahwa Madeline memiliki tujuan.

Dia bertanya dengan nada dingin, "Lalu?"

Madeline bangun. Dia berjalan menuju lemari anggur, membuka sebotol anggur merah, kemudian mengambil dua gelas anggur. Setelah dia menuangkan dua gelas anggur merah, Madeline kembali ke sisi Zayden.

Dia menyerahkan salah satu gelas kepada pria itu. "Saat membahas sesuatu, aku suka minum anggur."

Zayden menerima gelas anggur itu.

Madeline duduk sambil menempel pada tubuh Zayden. Dia kemudian menyesap anggur merah tanpa berbicara.

Zayden juga menyesap satu teguk.

Mereka mempertahankan kesunyian itu. Zayden memandang wanita tersebut sembari berpikir, 'Apa yang akan wanita ini lakukan sebenarnya?' Dia agak penasaran.

Akan tetapi, beberapa menit kemudian, Zayden pun mengerti.

Dia menatap Madeline, menelan ludahnya dengan tenang, lalu dia melihat gelas anggur merah yang ada di depannya itu. "Nyalimu cukup besar, Madeline."

Madeline menoleh ke arah Zayden sambil tersenyum tipis. "Nyaliku kecil, Pak Zayden. Makanya tadi aku memberitahumu kalau sepuluh menit kemudian, kamu akan membutuhkanku."

Madeline mencondongkan tubuhnya, aromanya yang harum menerpa wajah Zayden.

Zayden meletakkan gelas anggur di atas meja kopi, kemudian mendorong wanita itu.

"Kamu memanggilku apa?"

"Pak Zayden."

"Kamu tahu aku siapa, tapi masih berani berulah?"

Kedua tangan Madeline menggelayut di leher Zayden. "Apakah kamu mencintai Chiara?"

Zayden memicingkan matanya tanpa menjawab.

Madeline mengambil inisiatif untuk mencium bibir pria tersebut.

Dia sangat yakin bahwa Zayden tidak mencintai Chiara.

Dia juga tahu betul bahwa Chiara sangat menginginkan pria ini.

Oleh karena itu ... hari ini Madeline harus mendapatkan Zayden.

Ciuman Madeline berhasil merobohkan kewarasan Zayden.

Zayden menindih Madeline di sofa, kemudian menatap wajah wanita itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status