Zayden mencium bibir Madeline tanpa memberi wanita itu kesempatan untuk berbicara.Madeline menahan kedua bahu Zayden sambil memalingkan wajahnya untuk menghindari ciuman pria itu.Zayden menyeringai. "Kenapa? Kamu nggak mau aku temani ke pesta amal itu?"Madeline membuang napas. Sebelumnya dia mengira bahwa Zayden sangat dingin karena pria itu selalu tampak serius dan tak mudah didekati.Tak disangka Zayden sama mesumnya dengan pria lain."Kita sudah mau terlambat.""Lalu kenapa?""Kalau kita nggak menghadiri pesta amal malam ini tepat waktu, rencanaku akan gagal. Gagal artinya kamu nggak akan menikahiku. Kalau begitu, aku tentu nggak punya alasan untuk mempersembahkan tubuhku kepadamu lagi, bukan?"Madeline berbicara sembari tersenyum simpul. Dia meremas kerah baju Zayden, mencondongkan kepalanya ke atas, melewati pipi Zayden, kemudian berhenti di dekat telinga pria itu sebelum berujar, "Jadi suamiku kalau kamu ingin meniduriku atau tadi malam akan menjadi malam pertama sekaligus mal
Madeline menghampiri mereka, lalu menyapa Chiara sambil tersenyum. "Kak, kenapa kamu bisa di sini?"Chiara menautkan alisnya. "Keberadaanku di sini nggak aneh, justru kamu yang kenapa ada di sini.""Benar juga, Kakak itu dermawan terkenal. Di mana membutuhkan dana, di situlah kamu berada."Chiara mengangkat alisnya dengan puas. "Kamu belum menjawab kenapa kamu ada di sini. Apakah kamu datang karena tahu Ezra, pacarmu, juga akan kemari?"Begitu mendengar kata "pacar", alis Zayden spontan terangkat ketika dia menatap Madeline.Madeline hanya tersenyum simpul. "Kak, ingatanku yang bermasalah atau ingatanmu? Bukankah Ezra sudah berselingkuh denganmu ketika dia masih berpacaran denganku empat tahun yang lalu?"Chiara tertawa renyah. "Maddie, jangan bicara sembarangan. Setelah Ezra berpacaran denganmu, dia memang pernah mengejarku, tapi aku bukanlah wanita nggak berkelas yang akan merebut pacar saudaraku. Aku sudah memberitahunya kalau kami nggak mungkin bersama. Lagi pula, Ezra sama sekali
Hati Madeline menegang. Benar kata Silas Leander, Zayden itu serigala. Madeline tak sanggup menghadapinya."Jalan, Pak Harry."Zayden menjauh dari Madeline sebelum memberi perintah kepada sopirnya.Madeline segera menyeletuk, "Tunggu, aku lapar. Aku ingin makan sesuatu sebelum pulang.""Setelah kita kembali ke hotel, seseorang akan menyiapkan makan malam untukmu."Madeline menunjuk restoran kecil yang ada di luar jendela. "Aku ingin makan di sana. Pangsitnya sangat enak."Tatapan tajam Zayden terpaku pada wajah Madeline.Ekspresi Madeline melembut, lalu dia tersenyum. "Aku sudah satu hari satu malam nggak makan. Aku benar-benar lapar."Satu hari satu malam tidak malam? Zayden mengernyit. Apakah wanita ini bodoh? "Turun, makan sana."Madeline merasa gembira. Namun begitu dia turun lalu hendak berpamitan dengan Zayden, ternyata pria itu juga turun dari mobil.Melihat raut terkejut Madeline, Zayden menyeringai lalu berbisik di telinga Madeline, "Aku tahu apa yang kamu rencanakan. Malam in
Sebelum Silas keluar negeri, dia memberi kunci cadangan apartemennya di Apartemen Calibrata kepada Madeline.Sebelumnya Madeline kurang menyukai tempat itu karena terlalu banyak motor mainan yang terpajang di apartemen itu.Namun, malam ini adalah pengecualian. Madeline tidak punya tempat tinggal sehingga dia hanya bisa tinggal di apartemen itu selama beberapa hari.Madeline yang baru selesai mandi berjalan menuju dekat balkon seraya menyeka rambutnya. Dia ingin cari angin.Pada saat ini, bel apartemen berdering.Madeline bertanya-tanya, kenapa bisa ada yang datang?Dia berjalan menuju pintu, kemudian melihat luar melalui lubang intip pintu. Tidak ada orang.Di tengah kebingungannya, bel apartemen berdering lagi.Madeline mengernyit, lalu dia menyalakan monitor. "Siapa?""Buka pintu."Saat suara Zayden terdengar, Madeline refleks melangkah mundur. Bagaimana pria itu bisa menemukannya di apartemen ini?"Jangan sampai aku mengulanginya lagi."Nada Zayden terdengar tidak bersahabat.Renca
"Kamu pikir menikah denganku nggak memerlukan restu dari keluargaku?" Zayden mengangkat sebelah alisnya. "Kamu pikir Keluarga Linwood, yang walaupun bereputasi buruk, itu nggak punya aturan?"Madeline terdiam.Peralihan topik ini agak melenceng jauh. Bukankah tadi mereka sedang membahas masalah panggilan?"Aku tahu."Meskipun sekarang sudah malam dan hanya sedikit orang di rumah sakit, Madeline tetap merasa agak aneh digendong seperti itu."Turunkan aku saja, aku bisa jalan sendiri."Zayden melihatnya sekilas. "Diam, jangan bicara."Madeline cemberut. "Nggak tahu diuntung.""Apa katamu? Katakan sekali lagi.""Memangnya salah? Biarpun ada beberapa orang biasa yang nggak mengenalmu, kamu itu terkenal. Entah apa yang akan orang lain katakan kalau melihatmu menggendong seorang wanita. Aku ini memikirkan reputasimu, makanya ingin kamu turunkan aku."Zayden memandang wajah Madeline. "Kalau begitu apakah aku harus berterima kasih kepadamu?""Nggak perlu, cukup turunkan aku saja."Zayden memel
Pandangan Zayden fokus pada wajah Madeline.Zayden merasa bahwa dirinya adalah pria yang kendali dirinya kuat.Bagaimanapun, tidak ada satu pun dari sekian banyak wanita yang berhasil naik ke atas ranjangnya.Akan tetapi, kendali dirinya seolah menghilang entah ke mana di depan Madeline.Zayden jelas-jelas tahu bahwa sekarang Madeline tidak bisa menerima dirinya, tetapi benaknya hanya memikirkan pemandangan ketika dia meniduri wanita itu tadi malam.Apakah wanita ini beracun?Atau ....Namun, tidak masuk akal. Hari ini Zayden melihat banyak wanita di perusahaan, tetapi tidak ada satu pun yang dapat membuatnya merasa bergairah.Melihat Zayden tidak berniat untuk menjauh dari atas tubuhnya, Madeline pun berujar lagi, "Bagian bawahku ada luka, nggak baik juga bagimu. Kalau kamu terinfeksi, bukankah itu akan memengaruhi kebahagiaanmu ke depannya?""Siapa yang bernyali besar tadi malam? Menjebak orang lain, tapi nggak tahu batas. Bukankah kamu pantas mendapatkannya?"Madeline menatap Zayden
Tuan Besar Linwood sudah berusia 81 tahun, tetapi dia tampak sehat. Langkahnya saja terasa kuat.Dia berjalan ke sisi istrinya, kemudian menilai Madeline.Madeline membungkuk ke kepada Tuan Besar dengan sopan. "Halo, Kakek."Tuan Besar merespons dengan melirik Zayden, lalu mendengus kepada cucunya tersebut.Zayden mengangkat sebelah alisnya, kemudian melihat Audrey Indie, neneknya. "Nek, tampaknya keinginan Nenek untuk menggendong cicit harus diundur lagi."Audrey memelototi suaminya, Rupert Linwood. "Rupert, bukan kamu yang akan menikah, kenapa kamu melarang-larang?""Aku ini kakeknya."Audrey mendengus. "Lalu kenapa?"Rupert menatap Madeline kemudian bertanya, "Nak, apakah kamu tahu kalau Zayden sudah akan bertunangan?"Madeline menatap Rupert sembari menjawab, "Tahu.""Pertunangan" antara Zayden dan Chiara sangat heboh di sepenjuru Kota Bjorn.Bila Madeline menjawab "tidak tahu", dia jelas sedang berbohong.Zayden memandang wanita itu sembari menyeringai. Dia pikir Madeline akan men
Zayden membawa Madeline ke sayap yang dia huni. Tempat ini merupakan bangunan dengan dua halaman. Halaman depan merupakan tempat menjamu tamu, sementara halaman belakang merupakan bangunan dua lantai yang terdiri dari ruang tamu dan ruang kerja di lantai satu, serta kamar tidur di lantai dua.Meski bangunan ini terlihat antik dari luar, dekorasi interiornya cukup modern, juga sangat luas."Jadi ini tempat tinggalmu ya." Madeline mengedarkan pandangannya.Terdapat hutan bambu dan halaman rumput di halaman depan. Di halaman belakang ada taman dengan beberapa pohon magnolia, bebatuan kecil, air terjun kecil, serta kolam kecil."Kenapa? Jelek?""Tentu saja bukan, ini sangat bagus. Hanya saja kamu tinggal sendiri di tempat sebesar itu, rasanya kosong sekali.""Sebelumnya memang begitu, tapi setelahnya ...." Zayden menatap Madeline. "Tinggal berdua mungkin akan lebih baik.""Berdua?"Madeline baru mengerti. "Maksudmu, lain kali kita akan tinggal bersama di sini?""Memangnya kamu pikir kita a