Share

MALING TERIAK MALING

Penulis: Rosemala
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

209

Bastian berlari menjauhi mobil, saat melihat seseorang berjalan melewati pelataran parkir rumah sakit. Sebenarnya Samudra memintanya untuk pulang karena percuma ia tetap di sana, toh Mentari tidak mau menemuinya. Namun, Bastian tidak serta-merta menuruti perintah Samudra. Laki-laki dua puluh tujuh tahun itu memutuskan menunggu seseorang di sana setelah Samudra kembali masuk.

Ia sangat yakin jika orang yang ditunggunya akan keluar. Dan benar saja, orang yang ia tunggu akhirnya muncul tak lama sejak Samudra masuk.

“Tunggu, Bung!” serunya saat orang yang ia tunggu hendak membuka pintu mobil. Beberapa lipatan langsung tercipta di kening orang yang baru datang itu saat melihat Bastian menghampirinya.

“Aku mau bicara,” lanjut Bastian lagi begitu berdiri di hadapan laki-laki itu.

“Saya rasa tidak ada yang perlu dibicarakan di antara kita. Kita tidak ada urusan, bukan?” Laki-laki itu merespon cepat.

“Siapa bilang tidak ada urusan? Kamu sudah merecoki pernikahan pamanku dan istrinya.”

Laki
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (16)
goodnovel comment avatar
rosmajamal74 atie
udah muak crite begini....cepat akhirin
goodnovel comment avatar
Aneke Ann
lama2 muak sama alur cerita bgini
goodnovel comment avatar
Yuli Yuliyuli
Apa gak ada maap untuk samudra mentari,,, mentari yang lembut baik hati jadi angkuh sok mentang mentang udah sukses
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   TIDAK PENTING

    210“Masih ingat aku?” tanya laki-laki kurus yang terlihat lebih tua dari usianya. Tatapannya sengaja dibuat tajam. Sementara wanita yang kini berdiri di balik mejanya, hanya menanggapi dengan datar. Seperti kebiasaannya.“Tentu saja,” jawab sang wanita tenang, lalu mempersilakan laki-laki itu untuk duduk di kursi di hadapannya.“Kita pernah tinggal di rumah yang sama semala puluhan tahun, bagaimana saya tidak ingat anda, Tuan Muda Bastian Hanggara yang ….” Wanita itu seolah sengaja menggantung kalimat.“Yang apa?” Laki-laki yang tidak lain Bastian, mengerutkan kening. Ratri sekarang terlihat berbeda di matanya. Meski masih dengan style yang sama seperti dulu yang selalu menggunakan pakaian berwarna gelap, tetapi sikapnya jauh berbeda dengan Ratri saat masih menjadi asisten Widya. Jika dulu selalu menunduk dan tidak banyak bicara karena selalu berada di belakang Widya, kini wanita itu terlihat sangat percaya diri. Mungkin pekerjaan yang berbeda yang membuatnya tampak lain.Bastian seb

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   PAPA

    211Samudra berjalan lunglai melewati koridor rumah sakit yang entah berapa kali dalam sehari dilaluinya. Bila biasanya ia akan sangat bersemangat datang ke sana karena bisa dekat dengan anak-anaknya, berbeda untuk kali ini.Tangan pria tersebut menenteng sebuah tas di mana di dalamnya terdapat berkas untuk kelengkapan perceraian. Tak ada pilihan untuknya selain mengabulkan permintaan Mentari. Meski perih, tapi itu harus dilakukan asal Mentari bahagia. Yang penting baginya akses untuk menemui anak-anak tetap terbuka lebar.Samudra mengetuk pintu dan kemudian membukanya tanpa menunggu tanggapan dari dalam. Seperti biasa pemandangan yang membuat hatinya teriris, tersaji di depan mata. Bima duduk di sebuah kursi di dekat ranjang Barra. Sementara Mentari duduk di tepi ranjang sisi berbeda. Bulan tidur di ranjangnya.Awalnya Samudra tak ingin berkata apa pun dan memilih menunggu Bima pulang untuk bicara dengan Mentari. Namun, melihat ada pemandangan yang berbeda kali ini, tak ayal membuat

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   KITA HARUS BICARA

    212Keadaan berbalik. Kini, Bima yang mundur teratur dengan perasaan tersisih sangat kuat setelah Barra tidak ingin disentuh sedikit pun olehnya. Laki-laki itu menatap nanar Samudra yang tengah asik melepas rindu dengan anak laki-lakinya.Tadi, Bima berusaha menarik perhatian Barra lagi, tetapi anak itu menolaknya. Bahkan menepis tangan Bima yang menyentuh tangannya.Bima menarik napas dalam sebelum membalikkan tubuhnya. Lalu, melirik Mentari yang merasa tidak enak hati.“Dek, bisa kita bicara dulu?” tanya Bima lirih. Tatapannya terlihat sendu. Sebenarnya, bukan hanya kali ini Mentari melihat tatapan Bima berbeda. Dalam beberapa pertemuan terakhir, ia melihat seolah Bima ingin menyampai sesuatu. Namun, tak kunjung bicara.Mentari melirik Samudra yang masih asik melepas rindu dengan Barra. Bahkan hingga tak peduli dengan sekeliling. Terlihat kebahagiaan Samudra yang natural. Tidak dibuat-buat. Mengerti apa yang dipikirkan Mentari, Bima mengalihkan pandangan searah tatapan wanita itu.“P

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   NASIHAT

    213“Jalan yang ditunjukkan Tuhan justru semakin mendekatkan kalian dengan Pak Samudra, Dek,” ujar Bima lagi serius.Kepala Mentari semakin menggeleng. Bibirnya bahkan kini digigit kuat. Matanya memanas.“Dek, maaf kalau aku lancang menasihatimu.” Bima memperbaiki posisi duduk agar menghadap tepat ke arah Mentari. “Saranku, Dek, cobalah berdamai dengan masa lalu agar hatimu lebih tenang menjalani masa yang akan datang. Ingat, kamu seorang ibu dua anak yang masih sangat kecil. Mereka punya hak untuk mereguk kebahagiaan dengan orang tua yang utuh. Mereka butuh seorang ayah, Dek. Dan sebaik-baik seorang ayah untuk anak-anak adalah ayah kandungnya.”“Cukup, Kak!” Mentari tidak tahan mendengar rentetan kalimat Bima yang terlontar dengan lancar itu. Entah kenapa laki-laki itu tiba-tiba bicara hal seperti ini.“Kakak bicara apa? Aku sama sekali tidak mengerti.” Suara Mentari timbul tenggelam karena menahan sesak di dadanya. Ia mencoba menyangkal jika Bima tidak sedang bicara demikian.Lagi,

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   SIAPA PALING SAKIT?

    214Mentari mengusap pipinya yang walaupun sudah berkali-kali dihalau, air dari matanya terus saja berjatuhan.“Dek Violet, berbahagialah dengan Pak Samudra. Aku akan ikut bahagia dengan hanya melihat dan mendengar kamu dan anak-anak bahagia. Jika kamu butuh bantuanku, jangan segan untuk menghubungi. Aku akan dengan senang hati membantu, tapi dengan catatan atas izin suamimu. Aku juga mohon diizinkan untuk bertemu anak-anak jika aku merindukannya, ya. Nanti aku akan menghubungi Pak Samudra juga.“Tidak akan ada yang berubah, Dek. Aku akan tetap menemui kalian, yang harus diubah hanya perasaan dan harapan kita. Hubungan kita hanya akan menjadi pertemanan. Semoga kita bisa melakukannya.”Lagi, air mata Mentari mengalir setiap kalimat kebesaran hati Bima terngiang di telinganya. Sakit, pedih, dan entah apa lagi. Selama hampir dua tahun dibersamai dengan segala kebaikannya, kini tiba-tiba saja pemuda itu melepasnya begitu saja.“Lalu, dengan apa aku bisa membalas kebaikan Kakak selama ini

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   MENANGIS

    215Mentari menelan ludahnya dengan susah payah. Tubuhnya membeku. Bagaimana ini? Di saat Bima mundur agar dirinya bisa bersama Samudra, justru pria itu memberikan berkas perceraian. Kenapa waktunya bisa bertepatan seperti ini? Apa ini hanya kebetulan semata?Mentari bergeming. Tidak tahu harus bagaimana. Bahkan tidak tahu harus mengatakan apa. Haruskah mengatakan jika Bima memintanya kembali bersama Samudra? Apa Samudra tidak akan mengatai dirinya menjilat ludah sendiri?“Tari ….” Panggilan Samudra membuat wanita itu mengerjap.“Kamu tidak apa-apa?” Suara sang pria sarat kekhawatiran.Mentari menggeleng cepat, tangannya refleks meraih amplop di tangan Samudra. Lalu membukanya dengan gerakkan tergesa.“Di mana aku harus tanda tangan?” tanyanya dengan menekan perasaan. Tangannya memeriksa setiap kertas dengan tak beraturan. Hingga kening Samudra berkerut karenanya. Sungguh, Mentari terlihat tidak baik-baik saja. Wanita itu tidak fokus, gerakkannya kacau hingga membuat berantakan kertas

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   MENJENGUK

    216“Maaf, izin memeriksa pasien, Pak, Bu.” Perawat wanita mengangguk ramah ke arah Mentari dan Samudra.“Ini juga kebetulan ada keluarga Bapak dan Ibu ingin menjenguk. Jadi ikut saya sekalian,” lanjutnya, kemudian berjalan mendekati ranjang Barra.Mentari yang beberapa saat lalu salah tingkah, mengikuti langkah sang perawat menuju ranjang Barra. Sementara Samudra yang sempat menghujamkan tatapan tajam pada Ratri, kembali berjongkok. Kemudian mengumpulkan kertas-kertas yang berserakkan di lantai. Memasukkan kembali ke dalam aplop besar, dan menaruhnya di laci meja.“Ibu, anaknya bisa dibangunkan dulu?” tanya perawat. “Saya mau memeriksa mata dan tenggorokannya. Juga rekam jantungnya.”“Tapi anak saya baru saja tidur, Sus. Kasihan.” Samudra yang menyusul dan kini sudah berdiri di samping Mentari keberatan. Dengan susah payah ia menidurkan Barra tanpa bantuan siapa pun. Rasanya kasihan jika harus dibangunkan secepat ini.“Tapi dedeknya harus diperiksa dalam keadaan terjaga, Pak.” Perawa

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   PUSING

    217Mentari memejamkam matanya dengan perih. Punggungnya bersandar lemas di belakang pintu ruangan. Beberapa saat lalu ia mendorong tubuh Samudra agar keluar dari sana setelah sebelumnya Ratri keluar lebih dulu.“Silakan kalian bicara di mana pun asal tidak di sini!” desisnya tadi di depan dua manusia yang membuat kepalanya berdenyut nyeri.“Mbak Ratri tenang saja. Jangan merasa terancam. Aku tidak akan merebut calon suamimu, Mbak. Kalian bisa menjalankan amanat ibunya Pak Samudra sesegera mungkin. Aku dan anak-anakku … tidak akan menjadi penghalang rencana kalian. Jadi, aku tekankan jangan pernah datang lagi dengan alasan apa pun hanya untuk mengingatkanku jika kalian akan menikah. Aku … tidak akan pernah lupa.” Kalimat itu ia ucapkan dengan lantang dan lancar meskipun tetap pelan karena takut mengganggu anak-anaknya.Mentari tak ingin terlihat lemah dan kalah. Ia harus tetap terlihat kuat meski hatinya sebenarnya hancur. Tak akan ia biarkan siapa pun memperlakukannya secara buruk la

Bab terbaru

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   KEJUTAN

    376Sore hari Nuri dikejutkan dengan kedatangan Rendra yang menjemputnya ke rumah baru mereka. Rendra meminta Nuri segera bersiap karena akan diantar ke suatu tempat. Katanya atas permintaan Bastian. Sementara Bastian sendiri tidak mengatakan apa pun, padahal waktu istirahat siang tadi mereka sempat bicara di telepon.Walaupun heran, tak ayal Nuri menurut karena sudah sangat mengenal orang kepercayaan Samudra yang dulu selalu melindungi dirinya dan Bastian itu.Rendra mengatakan ini kejutan, dan sebenarnya Bastian melarangnya untuk mengatakan lebih dulu, tapi terpaksa ia katakan karena awalnya Nuri menolak ikut. Dan benar saja, pengawal merangkap sopir itu pertama membawanya ke sebuah salon kecantikan. Di sana Nuri didandani sangat cantik. Gaun malam indah berwarna hitam membalut tubuh sintalnya. Nuri sampai pangling melihat bayangan dirinya sendiri di cermin.“Sebenarnya kita mau ke mana, Pak? Aa Bastian di mana?” tanya Nuri saat mereka sudah kembali berada di dalam mobil. Rendra memb

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   KERESAHAN NURI

    375Kehidupan kembali berjalan normal setelah mereka pulang ke tanah air. Mereka melanjutkan hidup masing-masing dengan tetap membawa kehangatan keluarga yang semakin terjalin erat. Waktu seminggu liburan seolah menjadi isi ulang energi agar lebih bersemangat dalam menjalani hidup yang sesungguhnya. Antusiasme efek isi ulang itu sangat berdampak dirasakan Mentari dan Samudra. Rasa cinta mereka pun bertambah berkali-kali lipat. Rasanya tidak ada lagi yang mereka inginkan dalam hidup selain tetap bersama.Pagi ini, seperti biasa Mentari mengantar suaminya yang akan berangkat ke kantor, hingga ke mobil yang menunggu di halaman. Tangannya yang mengait erat di lengan Samudra, juga kepalanya yang menyandarm anja selama berjalan hingga halaman, menandakan jika ikatan itu tak akan terpisahkan. Beberapa kecupan di wajah mentari menjadi salam perpisahan setiap kali Samudra akan berangkat ke kantor. Baginya, satu kecupan saja tidak cukup.Mentari melambaikan tangan saat mobil mulai bergerak meni

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   KEHANGATAN KELUARGA

    374Keesokan paginya, sinar matahari menyelinap melalui celah tirai, menerangi kamar hotel dengan cahaya keemasan. Mentari membuka matanya perlahan dan melihat Samudra masih tertidur lelap di sampingnya. Ia tersenyum kecil, merasa beruntung bisa menikmati momen ini.Perlahan, ia mengulurkan tangan, menyelipkan jemarinya di antara rambut Samudra yang acak-acakan, merasakan kelembutan helai-helainya yang sudah mulai memutih di beberapa bagian. Tanpa sadar, hatinya berdesir melihat wajah damai yang semakin hari semakin menambah kadar cintanya.Ia teringat perjalanan cinta mereka yang penuh liku—berawal dari nikah dadakan karena pergantian mempelai laki-laki, salah paham, kecurigaan, dipisahkan fitnah, hingga akhirnya berlabuh dalam cinta yang mendalam. Sekarang, mereka punya segalanya yang ia impikan: pernikahan yang harmonis, anak kembar yang lucu, dan waktu berharga berdua seperti pagi ini. Ia merasa amat bersyukur."Mas …" bisiknya penuh kelembutan, meski ia tahu suaminya belum benar-b

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   MENGENANG

    373“Akhirnya ….” Samudra menjatuhkan tubuhnya di atas kasur empuk berukuran besar di kamar hotelnya. Pria itu telentang dengan kedua tangan terbuka lebar dan kedua kaki menjuntai ke lantai. Entah ada keajaiban apa, tiba-tiba saja Bastian memaksa membawa si kembar ke kamarnya, katanya ingin mengajak mereka menginap di sana.Seperti mendapat durian runtuh, tentu saja Samudra merasa lega. Bagaimana tidak? Dua anaknya ingin bermain naik kuda-kudaan di punggungnya. Dua sekaligus.“Makanya, nikah jangan terlalu tua. Biar anak pas aktif-aktifnya, papanya masih strong ngajak mainnya,” ledek Mentari sambil melihat Samudra yang ngos-ngosan melayani kedua anaknya.“Kalau Mas nikah muda, pasti bukan sama kamu.”Mentari mengernyitkan keningnya.“Iya, kan? Kalau Mas nikah umur dua puluhan, pasti bukan sama kamu, karena saat itu kamu masih bau kencur. Mungkin masih ingusan. Belum bisa dinikahi.”Mentari memutar bola mata, tapi ucapan Samudra ada benarnya. Selisih usia mereka cukup jauh. Kalau Samudr

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   KEBAHAGIAAN SEMPURNA

    372Pagi itu, matahari Paris menyentuh lembut jendela kamar hotel tempat Nuri dan Bastian menginap. Begitu Nuri membuka jendela, aroma bunga musim semi menyeruak ke dalam kamar, membawa sensasi kebahagiaan yang sempurna.Paris di musim semi adalah lukisan hidup: pohon-pohon sakura bermekaran di taman-taman kota, bunga-bunga aneka warna menghiasi jalanan, dan angin yang sejuk membelai wajahnya, membuat wanita itu tersenyum.Nuri berbalik menghadap ranjang tempat Bastian masih terlelap. Pertarungan panas mereka tadi malam memang menyisakan kelelahan yang teramat. Pantas jika sang suami masih nyenyak. Namun, agenda hari ini padat, dan Nuri tidak mau melewatkannya.Terlebih, hari ini mereka akan menikmatinya bersama keluarga Samudra.Nuri berjalan menuju pintu, lalu keluar dan mendatangi kamar sebelah tempat Samudra dan keluarganya menginap.Ia langsung mengetuk pintu. Tidak menunggu lama, Mentari membukanya.“Hai, Nur. Sudah cantik aja, nih. Sepertinya kamu sudah siap ya, jalan-jalan.” M

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   KEINDAHAN

    371Panik, Bastian berjalan ke arah kios tempat terakhir kali ia melihat Nuri. Ia menanyakan pada beberapa orang di sekitarnya dengan menyebutkan ciri-ciri Nuri, namun tak seorang pun mengetahui istrinya.Aneh, dalam sekejap saja, Nuri hilang seolah ditelan bumi.Pikiran Bastian mulai dipenuhi kekhawatiran. Ini negara orang, dan Nuri baru ke sini. Tidak bisa bahasa Prancis maupun Inggris. Bagaimana kalau ia tersesat?Bastian memutuskan untuk menghubungi Nuri melalui ponsel, tapi panggilannya tak tersambung.“Nomornya tidak aktif,” gumamnya, merasakan kekhawatiran yang semakin besar. Ia terus mencoba, namun hasilnya tetap sama. Napasnya mulai tak beraturan, bayangan buruk terus menghantui pikirannya.Bagaimana jika Nuri diculik? Atau tersesat jauh? Ini Paris, negara yang asing bagi istrinya.Tanpa berpikir panjang, ia mulai menyusuri setiap sudut jalan, berharap bisa menemukan sosok Nuri yang entah kenapa bisa hilang secepat ini.Langkah Bastian semakin cepat, dadanya mulai terasa sesa

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   PARIS

    370Paris menyambut dua keluarga itu dengan segala pesonanya yang melegenda. Bastian, Nuri, Samudra beserta Mentari dan juga si kembar, turun dari taksi di depan hotel bergaya klasik yang berada di jantung kota.Gedung hotel itu berarsitektur ala Eropa kuno dengan detail balkon berornamen besi tempa dan jendela besar berbingkai kayu putih. Setiap sudutnya tampak seperti lukisan, begitu indah dan romantis. Paris memang terkenal dengan pesona abadinya, dan hari itu, senyum tak pernah lepas dari bibir Nuri.Wanita mungil itu langsung membulatkan mulutnya. Tak henti-henti ia mengagumi kota mode itu semenjak menginjakkan kaki di bandara Charles de Gaulle tadi.“Aa….” Nuri memekik seraya menyatukan kedua tangannya yang terkepal di depan dada. Tubuhnya sedikit membungkuk. “Kita benar-benar di Paris, ya?” tanyanya polos tanpa melihat Bastian karena pandangannya terus menyapu seluruh sudut kota.Bastian tersenyum. Pun dengan Samudra dan Mentari yang ikut mendengar. Antara bahagia yang Bastian

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   RUMAH BARU

    369Bastian mengusap wajahnya setelah mengembuskan napas berkali-kali. Laki-laki itu duduk di sofa dengan wajah menunduk, kedua siku bertumpu di atas pahanya.Suara langkah ayah dan adiknya semakin memudar di kejauhan, membawa kelegaan sekaligus kepedihan yang menyatu dalam dadanya. Rasa lelah dan berat di dadanya mulai bergulir. Ia tahu, sejak saat ini, hubungan dengan keluarga tidak akan sama lagi.Ia yakin, meski tadi sudah menjabat tangannya karena paksaan sang ayah, Andra tidak akan begitu saja melupakan semua ini. Dan Richard? Bastian sangat yakin bahwa mulai saat ini pria itu akan membatasi diri dalam memberikan kasih sayang dan perhatian padanya karena khawatir menimbulkan kecemburuan dari anaknya yang lain.Padahal Bastian sudah sangat bahagia memiliki keluarga. Siapa sangka kebahagiaannya harus diwarnai dengan drama kecemburuan dari adiknya yang berlanjut dengan percobaan merebut istrinya.Sebuah tepukan mampir di pundak Bastian. Sentuhan itu seperti jangkar yang membawanya

  • SUAMI PENGGANTIKU (BUKAN) PRIA PAYAH   DILEMA AYAH

    368Kedua tangan Bastian kembali mengepal kuat. Wajahnya yang sempat tenang kini kembali memerah dan tegang. Andai bukan karena gelengan Nuri yang menunjukkan ketakutan dan tatapan memohon dari Samudra agar ia tetap tenang, wajah Andra yang sudah babak-belur itu mungkin akan dibuatnya semakin tak berwujud.Bastian menahan napas, padahal dadanya sudah naik-turun dengan cepat."Aa..." Nuri mendekat. "Jangan dengarkan dia. Dia hanya mengada-ngada. Itu sama sekali tidak benar. Aa tahu saya hanya menyukai Aa." Wajah Nuri pucat, sorot ketakutan terpancar jelas. Tangannya meraih tangan Bastian."Saya hanya menganggapnya sebagai adik. Tidak lebih," lanjut Nuri mengiba. "Kalaupun tadi saya menemuinya, itu karena dia bilang mau pamitan sebelum ke Yogya. Kami tidak sempat bertemu sebelum kita kembali ke sini." Suara Nuri terdengar lirih dan bergetar."Sungguh, kalau saya tahu akan seperti ini, saya akan membangunkan Aa saat dia menelepon dari depan pintu. Aa, percayalah pada saya. Dia gila kalau

DMCA.com Protection Status