Kinara hanyalah wanita biasa yang diam-diam menyukai CEO di perusahaan tempatnya bekerja, sehingga ketika Dipta tiba-tiba melamarnya, Kinara langsung menerimanya. Setelah menikah, Dipta memberikan batasan dan terus menjaga jarak dari Kinara, bahkan tidak mau menyentuh Kinara di malam pertama mereka. Hal itu membuat Kinara terus berusaha untuk menggodanya. “Kau tahu, malam ini aku akan pakai gaun tidur yang lebih tipis dan menggoda dari kemarin,” ucap Kinara sambil menyeringai. “Terserah, aku tidak tertarik dengan kamu ataupun tubuhmu.” Mampukah Kinara bertahan untuk tetap hidup dengan pria yang terus menghindarinya? Terlebih, Dipta juga menyimpan sebuah rahasia besar.
Lihat lebih banyakSuara berdecak bisa ditangkap jelas oleh telinga Kinara, setelahnya dia lihat Dipta bergerak menjauh dari tubuh Kinara, meraih kembali pakaiannya yang baru beberapa menit terlepas dari tubuh dan mengenakannya kembali.Melihat hal itu, Kinara mengulum senyum. Tak dia pedulikan lagi suhu tubuhnya yang masih tinggi, lagi pula Kinara tak yakin tujuan Dipta melakukan metode skin to skin ini apakah murni untuk membantu menurunkan suhu tubuhnya, atau justru modus semata. Satu hal yang bisa dia sadari adalah Dipta yang mulai goyah.“Gak jadi bantuin aku, Mas?” goda Kinara. Dipta segera bangkit dan melangkah menuju pintu kamar Kinara. “Enggak, kayaknya metode ini gak efektif buat kamu.”Sekeras tenaga Kinara menahan tawa. “Gak efektif menurunkan suhu tubuhku, tapi malah bikin kamu panas, ‘kan, Mas?”Pria itu berdeham dan buru-buru meninggalkan istrinya yang sudah tak lagi bisa menahan tawa, Kinara puas sekali melihat Dipta yang tampak canggung. Tak berselang lama, belum juga tawa Kinara mere
Setelah malam-malam panjang yang membuatnya terlelap dalam dekapan hangat Dipta, Kinara terbangun dalam kondisi kurang baik, kepalanya pusing, dia merasakan tubuhnya hangat. Perempuan itu terduduk di atas tempat tidur, berusaha mengumpulkan nyawa selama beberapa saat. Sampai akhirnya dia mendengar suara bising dari luar kamar, Kinara memutuskan untuk segera beranjak. Langkah kecilnya membawa Kinara menuju dapur, dia melihat suaminya mondar-mandir di sana, memindahkan beberapa mangkuk ke atas meja makan. “Kamu lagi apa?” Dipta menoleh ke belakang dan tersenyum lembut, Kinara sempat tertegun menyaksikan senyum sehangat matahari pagi muncul di wajah suaminya. Ini terasa bagai mimpi karena biasanya Dipta tidak seperti ini. “Duduk, Kin,” perintah pria itu sambil menaruh dua gelas air putih ke atas meja makan. Kinara berjalan ragu dan duduk di hadapan suaminya, matanya menatap awas ke arah Dipta dengan kening yang berkerut dalam. Dipta membalas tatapan Kinara dengan sorot mata lembut
“Kin, udah selesai?” Kinara terkesiap karena ketahuan menguping, dia mengangguk dengan canggung dan melanjutkan langkah menghampiri anak dan ibu yang semula membicarakannya. Ibu Gavin terlihat sama terkejutnya dengan dia, perempuan paruh baya itu beranjak dan tersenyum hangat. “Makan malam di sini ya?” Pandangan Kinara beralih pada Gavin yang tersenyum lembut sembari mengangguk, karena merasa harus menghargai Ibu Gavin, pada akhirnya Kinara mengangguk setuju. Meskipun beberapa jam yang lalu dia mengunjungi sebuah restoran dengan menu yang luar biasa enak, nyatanya dia sudah menghabiskan banyak tenaga untuk melawan para pria jalanan di gang sempit tadi, Kinara juga tidak bisa menikmati makan malamnya dengan Dipta ketika isi kepalanya penuh sekali. “Ibu baru aja bikin rendang loh,” ungkap Ibu Gavin. “Wah, kayaknya Ibu jago masak ya?” tanya Kinara, air liurnya nyaris menetes melihat makanan yang tersaji di meja makan. Wanita paruh baya itu terkekeh. “Kalau kamu mau belajar masak, b
"Lepas!"Kinara memberontak dengan keras, menyentak tangan kedua pria yang tampak mabuk itu dan menendang pria yang tadi menyentuhnya. Aroma minuman keras yang menguar dari mulut ketiga pria itu membuat Kinara semakin merasa takut. Setelah berhasil terbebas, Kinara segera berbalik dan berlari cepat, setidaknya dia harus sampai di jalan utama agar bisa meminta pertolongan kepada siapa pun yang kebetulan lewat. “Tolong!” Kinara terus berteriak karena melihat ketiga pria itu masih mengejarnya. Dia melepaskan sepatunya dalam gerakan cepat, lalu melemparkannya ke arah tiga pria itu. Sehingga kaki Kinara kini menyentuh jalanan secara langsung. Tak peduli kepada tubuhnya yang semakin menggigil, Kinara terus berlari. “Aw!” Dia meringis ketika merasakan sesuatu yang tajam menyentuh telapak kakinya, karena merasa tak punya waktu untuk memeriksanya, Kinara terus berlari hingga dia tiba di jalan utama.“Kinara?”Wanita itu berhenti bergerak dan menoleh ke arah sumber suara, dia melihat Gavin s
“Dasar egois!” Dipta tercengang mendengar kalimat istrinya, dia melengos dan terkekeh sinis. “Demi apa pun aku tidak pernah memaksamu untuk menikah denganku.” Pada akhirnya semua berbalik menjadi kesalahan Kinara, wanita itu menunduk dan tersenyum getir, menatap kedua tangan yang saling meremas di atas pangkuan. Merasa tak mendapatkan respon berarti dari Kinara, Dipta lantas beranjak. “Aku ke toilet dulu,” pamitnya. Wajah Kinara kembali terangkat, dia menatap punggung suaminya yang semakin menjauh. Lalu bibirnya mengulas senyuman getir, dia merangkum wajahnya sendiri dengan frustasi. Sedangkan Dipta, pergi ke toilet adalah upaya menghindar yang dia lakukan untuk mengakhiri perdebatan dengan istrinya yang tak pernah berujung. Isi kepala pria itu sudah dipenuhi oleh berbagai masalah yang menyerangnya akhir-akhir ini.Alasan utama Dipta tak menginginkan pernikahan ini adalah karena dia belum menyelesaikan berbagai urusan yang entah kapan akan selesai, melibatkan Kinara secara tidak l
"Kalau kamu tidak suka, kamu gak mungkin membalas ciumanku," lanjut Dipta dengan senyuman miring di wajahnya. Mulut Kinara terkunci rapat, dia membuang pandangan ke luar jendela mobil untuk menyembunyikan wajahnya yang diyakini sudah berubah menjadi merah. Dipta terkekeh pelan dan mulai menyalakan mesin, lalu melajukan mobilnya meninggalkan basement untuk menuju ke sebuah restoran. Sepanjang perjalanan, Kinara hanya bungkam. Dia merasa sangat malu karena menyadari bahwa dia menikmati apa yang Dipta lakukan kepadanya, Kinara yang tidak pernah tersentuh oleh pria mana pun akhirnya merasakan bagaimana hebatnya sebuah ciuman, bahkan Kinara sempat membayangkan saat di mana dia dan Dipta akan melangkah ke tingkat yang lebih tinggi dari sekedar berciuman. Menyadari isi kepalanya yang mulai berlayar terlalu jauh, Kinara segera menggeleng, berharap itu bisa menyingkirkan isi kepalanya yang sangat mengganggu. Akan sangat memalukan jika Dipta tahu bahwa fantasi liar di dalam diri Kinara mulai
"Ayo berangkat," ajak Dipta sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, dia menganggap ucapan Kinara barusan sebagai angin lalu, tampak menghindar dan tak mau memperpanjang pembahasan soal itu. Kinara tersenyum kecut, dia masih bertahan di tempatnya berdiri sekalipun Dipta sudah sampai di luar pintu apartemen yang terbuka, menunggunya. "Enggak jadi?" tanya Dipta. Perasaan Kinara sepertinya tidak berharga bagi pria itu, Dipta tak perlu repot-repot untuk menjaga ataupun menenangkannya, semua itu tergambar jelas dari sikap Dipta yang acuh tak acuh kepada Kinara yang sudah siap menumpahkan air mata. "Mau berantem?" tanya balik Kinara sambil menatap lurus ke arah suaminya. Dipta melengos. "Aku sudah reservasi, kalau kamu gak niat pergi ya sudah," katanya sambil berbalik dan menutup pintu dengan gerakan kasar. "Brengsek!" umpat Kinara, dia menengadahkan wajahnya untuk menghalau air mata yang siap turun. Lalu menghela nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar, menguatka
“Aku kira kamu gak akan pulang hari ini,” sindir Kinara sambil menaruh tasnya ke atas sofa, lalu dia juga ikut duduk di sana dan membiarkan Dipta meninggalkannya sendirian untuk pergi ke kamar. Merasa diabaikan, Kinara mulai memanggil, “Mas Dipta?” Terdengar suara berdecak, Dipta menghentikan langkahnya dan menatap tajam ke arah Kinara. “Aku sudah memenuhi keinginanmu, aku gak pergi ke mana pun malam ini. Sudah puas?” Kepala Kinara menggeleng dalam waktu cepat, dia segera berdiri dan menghampiri Dipta, namun pria itu justru mundur, seakan menganggap Kinara virus yang harus dia jauhi. Hati Kinara tertohok, dia menghentikan langkahnya dan melayangkan tatapan kecewa. “Aku gak akan merasa puas sebelum kamu mengizinkan aku untuk tidur di kamar utama.” Tidak ada tanggapan, Dipta justru membuang muka. “Mas, seharusnya ini gak jadi masalah karena kita juga bisa tidur bersama di rumah orangtuamu.” “Itu karena kita sedang berada dalam situasi yang terdesak,” ucap Dipta, masih tetap menola
“Pak Freddy minta datanya direkap sekarang, Kin.” Kedua mata Kinara melebar, baru juga dia mematikan laptop dan meraih sling bagnya, Mela sudah kembali duduk di sisinya dengan ekspresi lesu. Kinara jadi ikutan memasang wajah mendung. “Serius, Mel? Jam kerja kita tinggal satu jam lagi loh, nanggung,” rengeknya. Mela mengangguk lesu. “Mana ada kata nanggung di kamus hidup Pak Freddy, kita selesaikan aja, lagian beliau udah janji mau kasih bonus buat kita, kita juga dapat tambahan uang dari hasil lembur, lumayan buat beli sneakers yang kemarin aku mau.” Suara decakkan Kinara mulai terdengar, wanita itu kembali duduk dan menendang-nendang udara dengan kesal, lalu menatap tajam ke arah ruang kerja kepala staf administrasi yang tidak lain adalah Pak Freddy. “Gak bisa, aku harus pulang cepat karena ada urusan mendesak,” putus Kinara, dia kembali berdiri, namun Mela segera meraih lengannya. “Kamu mau dipecat, Kin?” Wanita yang sudah mengikat rambutnya secara asal itu mendesah frustasi,
“Keluar, kamu tidur di kamar lain,” usir Dipta dengan nada suara dan ekspresi wajah yang begitu datar. Kedua mata Kinara langsung melebar. “Apa maksudnya, Mas? Kita tidak tidur di dalam satu kamar?” Dipta melengos. “Ini kamarku, kamu tidur di kamar lain,” ulang Dipta, masih dengan ekspresi yang sama. Kinara melayangkan tatapan penuh tanya kepada suaminya. “Kita baru saja menikah, kenapa harus pisah kamar?” “Karena aku tidak mau tidur denganmu,” jawab Dipta, dia segera meraih gagang koper berukuran dua puluh delapan inci milik Kinara dan membawanya keluar dari kamar utama. Kinara yang melihat pergerakan Dipta lantas mengikutinya dengan tergesa-gesa, langkah lebar pria itu mengarah pada salah satu kamar yang ada di apartemen tersebut. Dipta membuka pintunya lebar-lebar dan menaruh koper Kinara di sana. Setelah itu dia berbalik dan menemukan Kinara yang sudah berdiri di dekatnya. “Mulai dari sekarang, ini kamarmu.” Pandangan Kinara mulai memperhatikan kamar itu, sebenarnya masih sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen