Mesin Cuci

Mesin Cuci

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-12-13
Oleh:  Yuli ZaynomiTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
14 Peringkat. 14 Ulasan-ulasan
162Bab
26.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Mesin Cuci berkisah tentang seorang wanita yang hidup di tengah-tengah keluarga suaminya. Pernikahan mereka yang tidak disetujui oleh ibu mertuanya membuat Vita tak mendapatkan kasih sayang dari mertuanya. Bahkan dia harus menghadapi adik ipar yang sifatnya membuat Vita sakit hati. Hingga kesabaran Vita habis, dia meminta suaminya untuk menentukan pilihan. Keluar dari rumah dan tinggal terpisah dengan keluarga suaminya atau bercerai. Riza—suaminya, akhirnya memilih menyelamatkan keluarga kecilnya dari prahara. Tetapi apa yang dikhawatirkan oleh Vita terjadi. Meski susah payah mereka pindah dari rumah mertuanya, gangguan dari mereka tetap datang. Ibu dan adik iparnya tak berhenti merongrong kehidupan keluarga Vita. Bagaimana kisah Vita mempertahankan rumah tangganya dari gangguan keluarga suami dan wanita dari masa lalu suaminya yang berniat buruk terhadap pernikahan yang sudah terjalin lebih dari lima tahun tersebut? Ikuti kisah Mesin Cuci yang pasti sarat akan pesan moral.

Lihat lebih banyak

Bab 1

BAB 1

MESIN CUCI 

PIM ( Pondok Indah Mertua) 

Kumasukkan satu per satu pakaian basah di ember ke dalam tabung pengering mesin cuci. Kututup mesin pengering dengan lempengan plastik lingkaran di atasnya. Setelahnya kuputar tombol pengering hingga mesin itu bekerja. 

Kugenggam kedua tanganku yang terlihat keriput. Bagaimana tidak, sepagi ini aku sudah berkutat mengucek baju empat orang, aku sendiri, Mas Riza—suamiku, Lala dan Risa—kedua anakku. Belum lagi pinggang yang sepertinya hampir lepas dari tempatnya yang seharusnya. Panas dan tentu saja pegal bukan main. 

Setelah memutuskan untuk tidak mencucikan lagi baju milik mertua dan anak gadisnya, ibu mertua tidak mengijinkanku mencuci baju di mesin cuci. Aku hanya boleh menggunakan mesin pengeringnya saja. 

Hebat sekali bukan? 

Aku hanya diam tak berani membantah. Bukan takut, hanya aku memang tak suka berdebat dengan orang yang lebih tua. Terlebih dia adalah ibu dari suamiku. Lagi pula aku menghargai perasaan Mas Riza. Tak mungkin mendebat ibunya. 

Sebenarnya aku tak masalah jika hanya mencucikan baju milik kedua mertua. Akan tetapi Tika—adik iparku justru membebankan masalah cucian kotornya kepadaku. Lama kelamaan aku merasa terbebani, apalagi dengan jumlah cuciannya yang makin lama makin menumpuk. 

Tadinya kubiarkan saja. Tapi lama kelamaan aku merasa dia seolah mengerjaiku atau memang sifat 'kemproh' yang dimilikinya sangat bertolak belakang denganku. 

Bayangkan, setiap hari dia hampir lima kali berganti pakaian. Bukan itu saja, sering aku mendapati pakaian dalamnya juga ikut masuk ke dalam cuciannya. 

Luar biasa bukan? Sekalipun dia adik iparku, rasanya aku tak mau membebani diriku terlalu berat. Toh aku tak sedang mencari perhatian mereka. Seharusnya sebagai seorang gadis, dia merasa risih jika barang paling pribadinya terlihat bahkan dipegang orang lain. 

Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku untuknya. 

Tika terlihat santai dan nyaman bahkan saat bajunya juga kulipat dengan rapi. Bahkan dia tak ambil bagian sedikit pun saat aku berjibaku dengan aku melipat cucian yang jumlahnya tak sedikit. Dengan seenaknya dia akan melipat kakinya di atas sofa, menatap penuh antusias tayangan televisi yang ada di hadapan kami tanpa berusaha ambil bagian menyelesaikan pekerjaan ini bersama. 

Lelah, merasa tak dihargai, belum lagi dengan badanku yang terasa lepas seluruh tulang-belulangnya. 

Tidak. Aku tak bisa diam saja. Aku berhak menolak. Aku berhak hidup nyaman sekalipun tinggal di rumah mertuaku. Aku bukan menantu bod*h yang tetap diam saat diperlakukan tak adil oleh sekelilingku. 

Dan yang menjadi puncak kekesalanku, Tika pernah menaruh celana dalam dimana ada noda darah haid ikut tercampur ke dalam mesin cuci. Marahku menggelegak, seluruh wajahku memanas karena emosi yang tersulut akibat hal menjijikkan itu. 

Aku mual membayangkan pakaian yang sudah tercampur dengan kotoran darah haid. Karena mau bagaimanapun, noda darah sulit hilang jika hanya dicuci di mesin cuci. Harus disikat dengan sabun colek hingga benar-benar bersih. 

Beruntung karena jumlah pakaian yang banyak membuatku tidak langsung memasukkan seluruh baju ke mesin cuci. Aku berniat mencuci tumpukan pakaian itu menjadi dua tahap. Jadi hanya bapak dan ibu mertua yang sudah terlanjur tercampur dengan celana dalam bernoda darah itu. 

Sejak itu aku memutuskan untuk memilah pakaian keluargaku saja yang akan kucuci. Ibu mertua tidak menanyakan alasanku berbuat demikian. Hanya tatapan penuh penghakiman yang mewakili perasaannya karena sikapku. 

Padahal jika dia menanyakan, aku dengan senang hati memberitahu alasanku. Karena dia diam saja, kuputuskan untuk tidak membuka urusan itu ke siapapun, kecuali Mas Riza tentunya. 

Aku tak mau dicap sebagai menantu yang jahat, hanya mau uang anaknya saja sedangkan urusan orang tua dikesampingkan. Mas Riza mengerti, dan memintaku untuk bersabar menghadapi keluarganya. 

Entah sabar seperti apa yang dimaksud olehnya. Yang kurasa adalah sabarku sudah mencapai titik puncak, klimaks. Tetapi kata-kata itu selalu diucapkan suamiku demi meredam emosi yang entah sampai kapan akan tersulut. 

Hanya saja keputusanku berbuntut panjang. Ibu mertua melarangku menggunakan mesin cuci. Alasannya klasik, masalah air dan listrik yang dianggap boros. Alasan klise dan sungguh membuat lawakan yang sangat lucu. 

 Padahal yang kutahu Mas Riza menanggung kedua pengeluaran itu. Bahkan untuk biaya makan pun dari Mas Riza. Karena malas berdebat aku mengalah dan memutuskan mengucek pakaian dengan tangan. Meski konsekuensinya tenagaku akan terkuras habis di setiap pagi seperti ini. Tak jarang aku pun melewatkan sarapan karena terlalu buru-buru menghindari terlambat ke sekolah. 

"Makan yang banyak, Za. Biar semangat kerjanya," ujar ibu mertuaku.

Kulirik arah meja makan yang terhubung dengan tempatku berdiri.Aroma makanan sungguh menggugah selera. Kuabaikan perut yang keroncongan minta diisi. Senyuman Mas Riza mengembang melihat makanan kesukaannya tersaji di sana. Capcay dengan bakwan jagung yang dari tadi kusiapkan sendirian. 

Ya … sendirian. Mereka akan datang satu per satu jika makanan sudah tersaji di meja makan. Saat keringatku bercucuran menyiapkan makanan, tak ada satu pun yang mendekat. Mereka sibuk dalam gua di kamarnya yang rapat tertutup pintu. 

Terkadang setan membisikkan ide buruk padaku. Sekali-kali aku ingin menaburkan garam yang jumlahnya tak sedikit, atau terkadang obat pencahar yang pastinya membuat semua orang kelimpungan karenanya. Tetapi aku masih punya hati, kutepis jauh-jauh rencana itu. 

Bapak mertua yang baru pulang dari mushola dekat rumah ikut bergabung di sana. Memang kebiasaan bapak mertua yang melaksanakan subuh di mushola dan pulang menjelang pukul tujuh pagi. 

"Tika mana, Bu? Belum bangun juga? Masuk shift siang ya?" 

"Iya, Pak. Tadi malem pulang jam sebelas. Mungkin masih ngantuk," jawab ibu mertua. Aku yang sedang membelakangi mereka hanya mengerucutkan bibir mendengar pembelaan ibu mertua pada anak gadis kesayangannya. 

Bagaimana tidak ngantuk. Pulang kerja jam sebelas bukan langsung tidur, justru asyik bertelepon ria hingga menjelang pukul dua dini hari. Aku yang tadi malam ke kamar mandi untuk mengambil wudu tak sengaja mendengar suaranya yang cekikikan. 

Tadinya aku kaget dan berpikir tidak-tidak mengenai suara cekikikan tersebut. Setelah kupastikan dengan seksama, suara itu berasal dari kamar Tika, adik iparku. Dia tengah bertelepon dengan seseorang hingga dini hari. 

"Bun … nggak ikut sarapan? Cucian baju nanti lagi, udah siang juga. Sini sarapan. Takut nggak keburu," ajak Mas Riza. Aku menggeleng pelan. Apalagi melihat ibu mertua yang menampakkan aura angker, nampak tak suka dengan sikap manis anak laki-lakinya. 

"Aku udah nyiapin bekal, Mas. Habis ngeringin baju langsung berangkat. Anak-anak sudah diambil Mbak Marni tadi," kataku sambil mempercepat pekerjaanku. Jarum sudah menunjukkan pukul tujuh kurang seperempat. Kali ini aku harus merelakan baju kami dijemur setelah aku pulang sekolah. 

Meskipun sekolah tempatku mengajar hanya berjarak lima puluh meter dari rumah, aku tetap tak boleh membiasakan diri telat. Apalagi anak didikku akan melihat apa yang dicontohkan gurunya. 

Selesai mengeringkan baju, aku menuju ke kamar. Beruntung selesai masak kusempatkan mandi terlebih dahulu. Jadi sekarang tinggal mengganti daster dengan seragam berwarna khakhi kebanggaanku. Mematut diri di cermin, memoles lipstik warna nude andalanku. Aku tak suka warna-warna mencolok saat beraktifitas di sekolah. 

"Mbak. Motornya kupakai ya. Mbak pakai motorku atau jalan kaki saja ya!" Tika mengambil kunci motor  yang baru saja akan kuambil di samping meja TV. Aku menggeleng cepat. 

"Maaf, Tik. Mbak mau KKG di korwilcam. Jadi tetap butuh motor," jawabku sambil mengambil kunci yang sudah di tangannya. Kuabaikan matanya yang melotot tak terima. Aku pura-pura tak melihatnya. 

Kebiasaan, main serobot barang milik orang! 

Kulihat Tika menatap ibunya dengan pandangan memelas. Dia mengibarkan bendera S.O.S merasa butuh pertolongan. Pertolongan apa? 

Tentu saja pertolongan supaya sang Ibu membantunya memintaku untuk mengalah dan membiarkannya menggunakan motor matic yang baru saja kubeli bulan lalu. Enak saja! 

Mas Riza sudah pergi ke tokonya, sehingga tak melihat kelakuan adik yang sangat dimanjakannya. 

"Vit, kamu pakai motor Tika aja gimana?" ujar ibu mertua mencoba berdiplomasi. Aku yang sudah hafal perangai mereka tetap kekeh memegang kunci motorku. Cuek, aku memakai kaus kaki warna krem yang biasa kupakai. 

"Maaf, Bu. Motor Tika kayaknya kempes. Bocor kelihatannya. Tuh keliatan dari sini," jawabku dengan menunjuk motor Tika. Dengan santainya aku melenggang di depan mereka. Kupakai sepatu hitam yang tadi pagi masih sempat kusemir. 

Pandangan ibu mertua menuju motor  milik anaknya. Kedua alisnya bertaut melihat pemandangan di depannya. Tika masih merasa tak bersalah. Dia masih tersungut karena gagal meminjam motorku. 

"Kok motornya bisa kempes, Tik?" tanya ibu mertua dengan nada kesal. 

"Tadi malem kayaknya kena paku, Bu." Tika menjawab pertanyaan ibunya. Masih dapat Kudengar suaranya yang menggerutu. 

"Tuh, kan. Kena paku loh, Bu. Masa iya aku pakai motor yang bannya kempes kena paku." 

Sudah tahu motornya kena paku, kenapa menyuruh aku memakainya? Enak saja! Tidak semudah itu, Esmeralda! Kau tak akan menang melawanku kali ini. 

"Telepon Mas Riza. Suruh pulang dulu nganterin motormu ke bengkel!" perintah ibu mertua. 

Aku mencebik kesal. Padahal bengkel motor tak jauh dari rumah ini. Harusnya menuntun sebentar ke sana tidak akan membuat tangan Tika berubah kasar, atau rumitnya pecah-pecah. Paling hanya bedak di wajahnya saja yang luntur. 

Bodo amat. Aku sudah siang, tak mau lagi mendengar drama  ini yang sudah bosan kudengar selama enam tahun terakhir.

Kunyalakan motor matic yang masih sangat halus bunyi starternya. Saatnya menuju sekolah yang tidak hanya sebagai tempatku bekerja, namun bisa juga menjadi tempat hiburan di mana sepuluh rekan kerjaku hampir memiliki jiwa humor di atas rata-rata. 

Di sekolah aku bisa mendapatkan kehangatan keluarga yang tak pernah kudapatkan di rumah. Entah hingga kapan aku akan melewati drama seperti ini.  

***

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Bunda Kiantami
ini cerita dialami ibuku juga. sampai aku kecil bercita cita tak punya mertua. akhirnya doaku terkabul suamiku yatim piatu. tapi alhamdulilah saudara2 suamiku baik baik semua. jadi merasa mengingat masa lalu ibuku dan masa kecilku
2024-12-22 09:33:22
0
default avatar
NH. Soetardjo
suka jalan ceritanya
2022-10-11 04:23:46
0
user avatar
Fida Yaumil Fitri
suka sekali dengan ceritanya Thor ....
2022-10-11 02:29:10
1
user avatar
cut ika
Mengangkat tema yang cukup menantang. Pergelokan hati antara berpisah atau mempertahankan keluarga kecil, tapi tak bisa lepas dari rongrongan keluarga suami. Sukses buat ceritanya , Thor
2022-10-10 22:03:30
1
user avatar
HannaH Ell3
waaah unik ini
2022-10-10 11:35:43
0
user avatar
D Lista
judulnya bikin penasaran. yuk baca
2022-10-09 19:49:42
0
user avatar
ER_IN
ceritanya bagus
2022-10-09 19:12:30
0
user avatar
Anquin Dienna
Ada apa dengan mesin cuci?
2022-10-09 18:44:53
0
user avatar
Mumtaza wafa
lanjut thor
2022-10-09 18:33:31
0
user avatar
ET. Widyastuti
Ceritanya recommended. Seru.
2022-10-08 19:53:13
0
user avatar
Asda Witah busrin
next, Thor, semangat UP
2022-10-08 17:08:46
0
user avatar
Ais Aisih
Mantap Thor semoga karyanya barokah dan manfaat ... .........
2022-10-08 16:50:51
0
user avatar
Herlina Teddy
Good story
2022-10-07 08:09:21
0
user avatar
miss calla
Ceritanya seru.. penasaran dgn watak riza yg bisa2nya hidup bersama malah menikah sama vita, anak yg ibu bapanya meninggal kerna kesalahannya. Mau nebus rasa bersalah tapi menempatkan vita diantara ibu dan adik yg jahat yg gak pernah terima vita.. kasian vita.. semangat thor aku tunggu lanjutan
2022-10-04 09:50:04
1
162 Bab
BAB 1
MESIN CUCI PIM ( Pondok Indah Mertua) Kumasukkan satu per satu pakaian basah di ember ke dalam tabung pengering mesin cuci. Kututup mesin pengering dengan lempengan plastik lingkaran di atasnya. Setelahnya kuputar tombol pengering hingga mesin itu bekerja. Kugenggam kedua tanganku yang terlihat keriput. Bagaimana tidak, sepagi ini aku sudah berkutat mengucek baju empat orang, aku sendiri, Mas Riza—suamiku, Lala dan Risa—kedua anakku. Belum lagi pinggang yang sepertinya hampir lepas dari tempatnya yang seharusnya. Panas dan tentu saja pegal bukan main. Setelah memutuskan untuk tidak mencucikan lagi baju milik mertua dan anak gadisnya, ibu mertua tidak mengijinkanku mencuci baju di mesin cuci. Aku hanya boleh menggunakan mesin pengeringnya saja. Hebat sekali bukan? Aku hanya diam tak berani membantah. Bukan takut, hanya aku memang tak suka berdebat dengan orang yang lebih tua. Terlebih dia adalah ibu dari suamiku. Lagi pula aku menghargai perasaan Mas Riza. Tak mungkin mendebat ib
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-16
Baca selengkapnya
BAB 2
MESIN CUCIMulut Adik Ipar"Bun, Tika ngambek-ngambek minta pinjam motor. Kenapa nggak dikasih? Bukannya kamu bisa jalan kaki ke sekolah?" ucap Mas Riza setelah salamnya kujawab. Aku yang sedang sarapan saat waktu istirahat terpaksa meletakkan sendok di atas kotak bekalku. Kuredam emosi yang secepat kilat memuncak. "Bun, aku tahu itu motormu, tetapi bukan berarti Tika tak boleh meminjamnya. Ayolah, Bun. Seperti bukan kamu kalau sikapmu seperti ini," lanjutnya lagi. Aku mengurai sesak yang tiba-tiba menyumbat aliran napasku. "Tika atau Ibu nggak ngasih tahu motornya mau dipake kemana?" tanyaku balik. Kudengar helaan napas dari ujung sana. "Bun, tolong dong. Toko lagi rame. Nggak bisa kutinggal. Tika ke sekolah kamu ya ambil motor?" ujarnya lagi. Kuredakan dentuman emosi yang tiba-tiba menggila. "Yah, habis anak-anak pulang aku ada KKG di kota kecamatan. Aku suruh jalan kaki ke sana?" ucapku mulai terpancing berucap dengan nada keras. "Loh. Kenapa nggak bilang kamu ada KKG?" Kalima
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-16
Baca selengkapnya
BAB 3
MESIN CUCI Jenuh Minggu pagi aku sudah berkutat dengan pakaian kotor. Sengaja aku mencuci baju terlebih dahulu sebelum masak untuk sarapan. Biarlah sekali-kali mereka sarapan agak lambat dari biasanya. Siapa tahu mereka akan menyiapkan makanannya sendiri, tanpa menunggu tanganku yang sedang sibuk dengan pekerjaan lainnya. Kulihat berkali-kali ibu mendatangi meja makan. Raut wajahnya kecewa, melihat meja kosong melompong tanpa makanan. Aku tersenyum saat membelakanginya. Dia tidak berani menegurku, karena pasti aku akan merepet hingga membawa kisah si mesin cuci yang seharusnya mampu meringankan tugasku. Silahkan nikmati keusilanmu, Bu! Siapa suruh aku dilarang pakai mesin cuci. Alasanmu saja sayang listrik dan air. Padahal memang Ibu suka melihatku bekerja keras mengucek pakaian karena kesal bajunya tidak kuurusi. Mas Riza sudah pergi gowes pagi ini. Sesuai kesepakatan, setiap Minggu dia memang menutup tokonya. Dia ingin ada waktu sehari untuk istirahat dan menjalankan hobinya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-16
Baca selengkapnya
BAB 4
MESIN CUCI Lelah Perkataan Mas Riza semalam mengenai rencana menyewa ART untuk mengurusi pekerjaan rumah tak kugubris sama sekali. Aku ingin dia paham rencananya tak mendapat persetujuanku. Seharusnya dia mengerti kalau arahnya bukan ke ART, tetapi aku memang menginginkan pindah secepatnya dari sini.Bukankah lebih nyaman berada di rumah sendiri? Bebas melakukan apapun yang kami inginkan.Dan lagi, aku ingin membuat ibu mertua dan Tika tahu, bawa selama ini pekerjaan yang kulakukan tidak bisa dianggap enteng. Yang mereka tahu hanya menyalahkan dan menghujaniku dengan kata-kata pedas semau mereka."Bun, masak apa?" tanya Mas Riza sesampainya di dapur. Ibu mertua yang tengah duduk di ruang santai seketika berdiri dan menyusul Mas Riza ke dapur."Sayur asem sama sambel terasi. Lalapannya pakai kemangi sama leunca," jawabku sambil mengaduk panci berisi sayur asem. Aromanya menguar sedap memenuhi penjuru dapur."Aduh ... Tika nggak suka sayur asem. Masak yang lain lagi! Kasian nanti pu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-16
Baca selengkapnya
BAB 5
MESIN CUCI Toxic Tak lama kudengar suara motor Mas Riza masuk ke halaman rumah. Kulihat tangannya menenteng plastik makanan. Ibu mertua langsung berseri melihat kedatangan anak laki-lakinya. "Lala … Ayah bawa martabak coklat keju kesukaan kamu. Sini, Nak!" panggil Mas Riza pada putri sulung kami. Aku yang sedang mencuci piring bekas makanku tak menoleh sama sekali. "Lho … Lala itu sudah makan. Paling-paling juga nggak dimakan wong sudah kenyang. Sini ambil lemek kecil aja buat Lala. Biar nggak dibejek-bejek tangannya. Yang di kotak biar buat Tika. Dia juga suka martabak coklat keju." Ibu mertua menyaut kotak martabak di tangan Mas Riza. Dengan langkah anggun dia berjalan ke rak dapur mengambil lemek kecil sebagai alas martabak untuk Lala. Seperti biasa, Mas Riza tak mampu berbuat banyak menghadapi ibunya. Kulihat Lala sedikit kecewa dengan perbuatan ibu mertua. Apalagi hanya sepotong kecil saja yang sang nenek ulurkan ke tangannya. Matanya mengerjap melihat potongan martabak ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-16
Baca selengkapnya
BAB 6
Tika Hilang 1"Bun …" panggil Mas Riza saat aku sedang menidurkan Lala dan Risa. Aku menoleh ke arah Mas Riza. Sepertinya ada hal mengganjal yang ingin dia sampaikan. Wajah suamiku terlihat gusar. Tetapi aku menahan diri untuk bertanya lebih lanjut. Aku tak ingin membebani pikiranku untuk hal-hal yang belum pasti. Jika memang apa yang membuatnya terusik berhubungan denganku, maka sudah pasti dia akan mengatakannya padaku. "Kamu nggak malu kan karena suamimu bukan pekerja kantoran?" suaranya agak bergetar, terdengar penuh keragu-raguan. Jahat sekali yang menyampaikan ini padanya, aku yakin kedua manusia itu yang sudah mengucapkan hal yang tidak seharusnya diucapkan pada suamiku. Hatiku memanas mendengar pertanyaannya. Tumben sekali suamiku terlihat tak percaya diri seperti ini. Entah dimana otak kedua manusia itu. Jika saja bukan orang terdekat suamiku, ingin sekali aku meributkan segala hal yang mereka lakukan padaku. "Ada apa, Yah? Ada yang bilang sesuatu ke Ayah?" tanyaku penuh
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-28
Baca selengkapnya
BAB 7
"Hei, Vit. Cepat kamu hubungi Tika! Tadi sudah Ibu telepon HPnya nggak aktif. Siapa tau sekarang aktif!" perintahnya. Nadanya yang ketus tadinya membuatku menolak perintah itu. Tetapi mengingat Tika pun membawa motorku, aku cepat mengambil ponselku di kamar. Kucoba menghubungi nomor Tika. Tak ada tanda-tanda dia mengaktifkan ponselnya. Lama-lama kurutuk adik iparku itu. Kurang ajar sekali kalau dia memang sengaja tidak mengaktifkan ponselnya. Kenapa pula dia membawa motorku? "Gimana? Dijawab nggak?" Aku menggeleng. Ibu mertua kembali meracau. Kalimatnya sudah beralih ke mana-mana. Aku yang tak mau tambah pusing melihat tingkahnya, segera beranjak ke kamar. Khawatir juga Risa menangis saat terjaga dan mencariku jika tak ada di sisinya."Dasar menantu tak berguna! Disuruh menghubungi Tika malah ngeloyor pergi. Nggak ada etikanya sama sekali!" sembur ibu mertua. Aku masih mampu mendengar kalimat umpatannya. Kali ini aku harus memaklumi, mengingat dia sedang panik dengan keberadaan an
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-28
Baca selengkapnya
BAB 8
Pagi ini aku tak melakukan aktivitas seperti biasanya. Sengaja aku hanya menyiapkan makanan untuk Risa dan Lala. Mbak Minah, pengasuh mereka sudah kumintai tolong untuk memandikan mereka di rumahnya. Aku benar-benar marah dengan kejadian tadi malam. Semalaman aku sulit sekali memejamkan mata. Entah jam berapa aku bisa terlelap tidur hingga terbangun dengan kepala berdenyut nyeri dan mata yang membengkak sempurna. Lengkap sudah keadaanku pagi ini. Beruntung Lala dan Risa sangat pengertian dan mau diurus Mbak Marni meski setiap pagi aku yang bisa menyiapkan segala kebutuhan mereka. Kuabaikan kewajibanku memasak untuk seluruh anggota keluarga ini. Lantai rumah pun tak aku sapu sama sekali. Biar saja mereka tahu aku yang dikatai guru b*doh ini sudah tak peduli lagi dengan semua itu. Saat aku keluar dari kamar, kulihat Mas Riza berdiri dengan tatapan mata sayu. Ada rasa kasihan mengingat semalaman dia tak kunjung masuk ke kamar lagi. Pasti ibu mertua memintanya mencari keberadaan Tika.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-28
Baca selengkapnya
BAB 9
Tika Ditemukan 1"Makanya, Riza itu lama-lama tahu. Sebusuk apa istri yang dinikahinya," cemooh ibu mertuaku. Bapak mertua memegang lengan ibu, mengisyaratkan agar wanita itu diam. "Jangan ikut campur dengan urusan anak-anak. Tak baik. Lagi pula bukankah lebih baik kita fokus dengan urusan Tika? Mengapa merepotkan diri mengurusi hal yang seharusnya tak menjadi persoalan?" ucap Bapak Mertua dengan suara pelan penuh tekanan. Kudengar Ibu mencebik sinis. "Biarin, Pak. Sekali-kali dia perlu tahu. Jangan mentang-mentang sudah PNS …""Assalamu'alaikum," ucap seorang dari depan rumah.Ibu mertua langsung berlari ke arah depan. Disusul bapak mertua dan Mas Riza. Aku yang memang akan pergi ke sekolah segera menuju ke depan. "Benar ini rumah Kartika Pratiwi?" Seorang lelaki berpakaian polisi berdiri di depan pintu. Satu orang lagi berdiri tak jauh dari mobil patroli polisi. Ibu mertua luruh ke lantai. Beruntung Mas Riza dan bapak menangkap tubuhnya. Aku melirik pemandangan itu sekilas tanpa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-28
Baca selengkapnya
BAB 10
Di sekolah aku tak fokus sama sekali.Teman-temanku yang seolah mengerti dengan masalahku tidak ada yang bertanya apapun. Aku hanya merenung di balik meja komputer. Memainkan keyboard tanpa kegiatan bermakna. Mereka paham, bahwa dalam keadaan seperti ini aku lebih suka diam. Tentu nanti akan kuceritakaan kalau sudah tepat waktunya. Yang jelas saat ini aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Toh berita kehilangan Tika semalam pasti sudah sampai di telinga banyak orang. Apalagi ibu yang selalu memakiku dengan keras, menyalahkanku karena tidak menyampaikan informasi yang kudengar pasti sangat mudah terdengar di telinga tetangga.Beberapa kali Mas Riza meneleponku. Tak kuangkat, karena jujur saja aku masih sakit karena dia membentakku dan tak mampu membelaku di depan ibunya.Kubiarkan lelaki itu menimbun rasa bersalahnya tinggi-tinggi. Kali ini aku benar-benar tak ingin mengalah. Dia sudah kelewatan. Aku tak akan membiarkan diriku dipecundangi seperti tadi. Setelah kejadian ini, aku benar
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-28
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status