Raisa memberengut kesal. Pasalnya sang dokter meninggalkannya begitu saja setelah dibisikkan sesuatu olehnya. "Pasien? Bukankah dia tidak memiliki pasien? Direktur mana yang turun langsung menangani pasien?" gumam Raisa sembari mengingat sang dokter tiba-tiba melepaskan kungkungannya, dan mengambil ponsel dari dalam saku celananya.Setelah membaca pesan pada ponselnya, sang dokter pun berpamitan pada Raisa untuk memeriksa pasien yang sedang membutuhkannya."Jika memang benar pasien itu membutuhkannya, berarti dia bukan pasien biasa. Siapa kira-kira pasien itu?" gumamnya kembali dengan rasa ingin tahunya yang sangat tinggi.Setiap ada pria yang berlatar belakang kaya raya, Raisa selalu saja tertarik untuk mengenalnya. Jika pria itu tertarik padanya, kenapa tidak didekati? Itulah yang selalu mendorong Raisa untuk selalu berupaya mendekati pria kaya raya, sebagai penunjang kehidupan mewahnya."Kenapa aku tidak mencari tahu saja? Lagi pula aku tidak bisa menunggunya berlama-lama di sini.
Antonio dan Sean sama-sama geram mendengar rekaman yang diperdengarkan oleh direktur rumah sakit tersebut. Kedua generasi dari keluarga Mayer itu, bertambah marah pada wanita yang pernah bertunangan dengan putra kedua dari keluarga tersebut.'Sial! Dasar wanita Jalang! Beraninya wanita licik itu membuatku seperti ini!' batin Sean mengumpat marah.Kini, putra kedua dari keluarga Mayer tersebut merasa malu dan hina, karena aib tentang kesuburan.dan tentang permainan ranjang yang dibeberkan oleh mantan tunangannya.Begitu pula dengan Antonio. Pria paruh baya tersebut merasa malu dan kecewa pada sang putra. "Ada di mana wanita jalang itu sekarang?" tanya sang penguasa keluarga Mayer dengan kilatan amarah yang terlihat pada kedua matanya."Masih di tempat yang sama. Ruangan khusus untuk pasien yang butuh menenangkan diri. Ruangan itu ada di lantai ruang isolasi bagian paling ujung. Saya jamin tidak akan ada yang mengetahui keberadaannya di dalam ruangan tersebut. Lagi pula ada orang anda
Sean bergegas keluar tanpa mengatakan apa pun pada si pemilik ruangan tersebut. Baginya yang terpenting saat ini adalah mengambil kembali kepercayaan kedua orang tuanya dan juga sang istri.Seketika pria paruh baya yang menjabat sebagai direktur rumah sakit tersebut menghela nafasnya dengan lega."Akhirnya. Apa semua keluarga kelas atas seperti itu? Kehidupan mereka sangat rumit dan melelahkan."Tangannya meraih ponsel di atas meja, seraya berkata,"Tidak salah jika dia dijuluki sebagai wanita penggoda. Dia memang benar-benar menggoda. Apa aku bermain-main dulu saja dengannya, sebelum akhirnya aku singkirkan dia dari sini?" Pria paruh baya itu menyeringai, membayangkan betapa aktifnya sang wanita ketika bermain di ranjang bersamanya. Akan tetapi, seringainya seketika pudar tatkala mengingat sesuatu."Tidak. Aku tidak boleh berhubungan dengannya. Wanita itu memang sangat menggoda, tapi dia berbahaya. Dia saja berani pada keluarga Mayer yang terkenal sangat kuat dalam bidang apa pun. A
Setelah menghubungi orang untuk mengurus perpindahan Raisa dari rumah sakit tersebut, sang direktur menghubungi dokter anak yang menangani Sera, bayi yang datang bersama dengan Raisa ke rumah sakit tersebut."Apa semuanya sudah siap?" tanya sang dokter anak pada perawat yang telah dipercaya olehnya untuk membawa bayi mungil tersebut berpindah rumah sakit."Sudah, dok. Apa mau berangkat sekarang?" tanya perawat tersebut dengan menggendong sang bayi.Dokter perempuan tersebut menganggukkan kepalanya, dan mengajak sang perawat untuk berjalan di sebelahnya. "Ingat, bersikaplah cuek dan masa bodoh, tapi tetap lakukan pekerjaanmu dengan baik dan tanggung jawab. Tidak usah bertanya apa pun tentang mereka," tutur sang dokter lirih, sambil berjalan berdampingan dengan perawat tersebut."Tapi, dok. Bagaimana jika ada yang bertanya pada saya?" tanya perawat tersebut, di sela langkah kakinya yang beriringan dengan sang dokter.Kaki dokter perempuan itu berhenti melangkah. Badannya bergerak mengh
Sang perawat menatap kedua orang yang sedang berdiri di hadapannya. Seorang wanita dan seorang pria yang memakai jas putih. Dari name tag yang dipakainya, bisa dipastikan jika mereka berdua adalah seorang dokter. Melihat sang perawat yang masih diam memperhatikan mereka berdua, dokter wanita yang berusia tidak muda lagi itu, melangkah maju mendekatinya, dan tersenyum ramah padanya. Kemudian dia berkata,"Kami dokter yang bertugas untuk mengurus bayi ini dan ibunya. Bisa kami bawa bayinya?" Perawat itu pun memberikan bayi yang digendongnya pada dokter wanita tersebut, seraya berkata,"Apa bayi ini akan baik-baik saja di sini?"Sang dokter tersenyum sembari mengambil alih bayi dalam gendongan perawat tersebut. Dia pun berkata,"Kami akan merawatnya sebaik mungkin. Tenang saja, ada ibunya di sini.""Tapi, bukankah ibunya sedang ada gangguan mental, dok? Apa bayi ini akan baik-baik saja jika ada bersamanya?" tanya sang perawat tanpa sadar.Sang dokter kembali tersenyum. Dia menoleh ke a
Celine menatap muak pada pria yang kini sedang berlutut di hadapannya. Bahkan semua perkataannya seolah menjadi belati tajam yang menggores tepat di hatinya.Dengan keras dia menghempaskan tangan suaminya, dan berkata,"Bangunlah. Ini bukan seperti dirimu yang biasanya. Sean Mayer tidak akan pernah melakukan ini pada siapa pun."Sean meraih kembali tangan istrinya, seraya berkata,"Tidak. Kamu adalah istriku, belahan jiwaku. Kamu wanita spesial dalam hidupku. Jadi, aku harus berlutut di hadapanmu untuk meminta pengampunan mu."Sekali lagi Celine menghempaskan tangan sang suami, seraya berkata,"Terlambat! Ke mana saja kamu selama ini?! Apa kamu tidak ingat seberapa banyak dan dalamnya selama ini kamu menyakitiku?!"Sean melihat kemarahan yang begitu besar dari wajah istrinya. Amarah, kecewa, dan rasa kesal terlihat jelas dari wajahnya saat ini. Bahkan tatapan matanya penuh dengan kebencian pada sang suami yang masih berlutut di hadapannya."Maaf. Maafkan aku, Sayang. Aku tahu jika sem
Sesuai dengan arahan dokter yang menangani Raisa. Para perawat tidak ada yang berani mendekatinya, sebelum dia bersikap tenang. Akan tetapi, jika dalam keadaan darurat, mereka akan sigap untuk menolongnya. Hanya saja, dalam kondisi goncangan mentalnya saat ini, Raisa yang terkenal licik itu, tidak mempunyai pikiran untuk melakukannya. Jika dia menjadi Raisa yang biasanya, sudah pasti akan melakukan berbagai macam trik untuk mengelabuhi semua orang, demi tercapai keinginannya.Kini, dia hanya bisa pasrah, hingga ada orang yang datang membuka pintu ruangannya. "Sialan, kalian. Lihat saja. Aku akan membalasnya, lebih dari ini," gumam Raisa dengan mengeratkan gigi-giginya dan mengepalkan kedua tangannya.Di tempat lain, tepatnya di sebuah bangunan kuno yang ditempati oleh segerombolan pria-pria berbadan kekar dan bertato di beberapa bagian tubuhnya, seorang pria yang dijadikan tahanan mereka sedang berjuang untuk tetap bertahan hidup. Para pria tersebut tidak akan menyiksanya, tanpa peri
Brak!Semua benda yang berada di atas meja kerja Sean telah menjadi pelampiasan amarahnya. "Bodoh! Apa kamu tidak bisa bekerja dengan baik?!" bentak sang CEO perusahaan MY pada pria yang selama ini telah menjadi asistennya."Kita sudah berusaha sebaik mungkin, Pak. Tapi, kerugian kita begitu besar, sehingga saya hanya bisa menyarankan satu-satunya cara untuk lepas dari kebangkrutan," tutur Rendy, sang asisten yang merangkap sebagai sekretaris pribadi Sean selama memimpin perusahaan tersebut."Apa hanya cara itu saja yang bisa kalian sarankan?!" tanya sang CEO dengan berapi-api.Semuanya hanya menunduk ketakutan. Tidak berani menatap mata sang CEO yang sedang dipenuhi dengan amarah."Apa sebenarnya kerja kalian selama ini?!""Kenapa semua orang tidak becus bekerja?!""Apa selama ini kalian makan gaji buta?!""Di mana otak kalian semua, hah?!" "Percuma saja menggaji besar kalian kalau kerja kalian gak becus seperti ini!"Makian-makian dari sang CEO membuat semua yang ada di ruangan te