Pertanyaan yang tidak dijawab oleh sang kakak, membuat Sean semakin penasaran. Pasalnya, situasi perusahaan dan kehidupan rumah tangganya sedang di ujung tanduk. "Shit! Apa sebenarnya rencana dia?!" Sean mengumpat kasar dan menjambak rambutnya sebagai pelampiasan kemarahan. Dia beranjak dari duduknya, dan berseru,"Kenapa ini semua terjadi padaku?!" Ruangan menjadi hening seketika. Tidak ada yang menjawab pertanyaannya. Tidak ada pula manusia yang ada di dalam ruangan tersebut. Dia menatap nanar pada sebuah plakat yang tergeletak di lantai bersama dengan beberapa map dan kertas-kertas yang berserakan di sekitarnya. Diambilnya plakat yang tertera namanya sebagai CEO dari perusahaan tersebut, dan ditatapnya dengan lekat, seraya berkata,"Apa aku harus melepaskannya, dan merelakan semua ini?"Tidak ada kata ikhlas atau pun rela dalam hatinya saat ini. Akan tetapi, semua seolah memaksanya untuk bisa melepaskan semua yang dimilikinya. Dibawanya plakat nama itu duduk di kursi kebesarann
Celine merasa seolah menjadi tawanan saat ini. Rencana yang sudah disusun dengan baik, tidak bisa dilakukannya begitu saja. "Aku harus mencari cara agar bisa keluar dari sini. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa bertemu dengannya," gumam Celine sembari berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.Terdengar suara celotehan dari sang putra. Bayi mungil yang menjadi kebanggaan keluarga Mayer dan Federick itu, terlihat sangat bahagia. Kedua tangan dan kakinya bergerak-gerak lincah diiringi dengan tawa riang di atas ranjang sang mama. Seketika perhatian wanita yang sedang kebingungan itu, tertuju pada sang bayi. Tanpa sadar, bibirnya melengkung ke atas melihat betapa riang dan bahagianya sang buah hati. "Hero, Sayang. Tolong bantu Mama untuk segera bisa menyelesaikan semua ini. Mama janji akan membuatmu selalu bahagia dan tidak akan pernah kekurangan sedikit pun," ucapnya lirih, seraya mengusap lembut dan perlahan pipi mulus sang buah hati.Bayi mungil nan berparas tampan itu tersenyum me
Ternyata sang menantu tidak bisa menipu mertuanya. Anna, mengendus sesuatu ketika sang menantu kesayangan meminta ijin padanya. Perhatian wanita paruh baya tersebut tidak lepas dari layar ponselnya. Pertanyaan seputar sang pria yang sedang bersama dengan menantunya, membuat sang nyonya besar kecewa padanya.Tentu saja dia tidak melepas pria tersebut begitu saja. Orang kepercayaannya telah diutus untuk mencari tahu segala sesuatu tentang sang pria.Merasa tidak tenang, sang nyonya besar pun beranjak dari duduknya, dan menjinjing tas branded yang berada di sampingnya."Mama akan pergi ke mana?" Pertanyaan dari seorang pria, membuat kaki wanita paruh baya tersebut membatalkan niatnya untuk melangkah. "Mama mau menjemput Celine dan Hero di rumah orang tuanya," jawab sang nyonya besar, sembari merapikan pakaiannya. "Mereka ada di sana?" tanya kembali Dave dengan rasa ingin tahunya.Sang mama menganggukkan kepalanya, seraya berkata,"Sudah beberapa jam yang lalu mereka berangkat.""Lalu,
Kepala Sean serasa ingin meledak. Hatinya tersulut oleh api amarah yang sudah merajai hatinya. Sekuat tenaga dia mencoba untuk tidak meluapkan kemarahannya, tapi apa yang terjadi padanya seharian ini membuat kesabarannya semakin menipis. "Berhenti!" serunya ketika melihat sang istri berjalan meninggalkannya setelah mengatakan keinginan untuk bercerai. Namun, wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu seolah menulikan pendengarannya. Dia tetap saja berjalan masuk ke dalam rumah, tanpa menuruti perintah dari suaminya. "Ku bilang berhenti!" serunya kembali dengan amarahnya yang menggebu-gebu. "Celine!" "Berhenti!" Seruan-seruan dari putra kedua keluarga Mayer itu, tetap saja diabaikan oleh sang istri, hingga tanpa sadar kakinya melangkah mengikuti sang istri berjalan masuk ke dalam rumah, seraya kembali berseru, "Kenapa kamu tidak mendengarkan ku?!" "Ada apa ini?!" tanya wanita paruh baya yang sedang menonton tayangan televisi di ruang tengah. "Kenapa kamu berte
"Tidak ada yang berjalan sesuai dengan keinginanku!" seru Sean sembari melempar bantal yang ada di ranjang ke sembarang arah.Bagaimana tidak frustasi, pasalnya masalah perusahaannya belum teratasi, ditambah lagi masalah Raisa yang masih saja mengganggu dengan caranya. Kini, sang istri kembali menginginkan perceraian, dan membawa Hero bersamanya."Kenapa kesialan bertubi-tubi mendatangiku?!" serunya kembali dengan frustasi.Dave, sang kakak mendengar seruan-seruan dari kamar adiknya. Dia pun menyaksikan perdebatan sang adik dengan istrinya. Jujur saja, dia tidak suka dalam situasi saat ini. Selain menyulitkannya, dia benci jika harus kehilangan atau pun tidak bisa melihat sang putra dan wanita yang telah melahirkan putra mereka."Apa sebaiknya aku juga ikut bertindak? Jika aku diam saja, kemungkinan besar aku akan kehilangan putraku," gumam Dave sembari menatap langit malam yang gelap, segelap hatinya.Sejenak Dave terdiam dan berpikir. Beberapa saat kemudian, dia telah menetapkan kep
"Mama?!" celetuk Dave ketika melihat sosok wanita yang sangat dikenalnya, sedang berdiri di tengah pintu, sembari menatap kaget padanya.Celine menghela nafasnya, merasa sedang dalam kesulitan saat ini. Apa yang dikhawatirkannya benarlah terjadi. Situasinya dengan Dave tidak seperti sebelumnya. Jika mereka terlihat sedang bersama, apalagi di dalam kamar, maka akan ada spekulasi dari orang yang melihatnya. Dia tidak ingin sang kakak ipar disalahkan atau terseret dalam masalah perceraiannya. Wanita yang sudah jatuh hati dalam pesona sang kakak iparnya itu, berusaha keras agar dua orang pria dalam hidupnya, Dave dan Hero, tidak menanggung citra buruk atas perceraiannya."Sedang apa kalian di dalam kamar ini?" tanya wanita paruh baya yang menatap curiga pada mereka berdua.Dave berjalan menghampiri mamanya, dan merangkul pundaknya, seraya berkata,"Dave hanya ingin melihat Hero, Ma. Tapi, percuma saja, dia sedang tidur nyenyak. Lebih baik Dave keluar saja. Ayo, Ma. Kita keluar dari sini.
"Apa masalahnya, Ma? Dia hanya pekerja kantor biasa. Mungkin saja mereka berteman sejak dulu. Tidak ada yang tahu, bukan?" Di luar perkiraan Anna. Dave, putra pertamanya itu hanya berkomentar biasa saja tentang profil pria yang bertemu dengan Celine di restoran. Akan tetapi, berbeda dengan yang dirasakan olehnya. Ada sesuatu hal yang tak bisa diungkapkannya. Semua itu hanya bisa dirasakannya semata."Teman apa? Kenapa mereka begitu akrab dan terlihat sangat dekat?" tanya sang mama yang mencoba mematahkan pendapat sang putra pertamanya."Entahlah, Ma. Dave tidak tahu tentang kehidupan Celine sebelumnya. Mungkin Sean yang tahu dan kenal teman-teman istrinya," jawab Dave tanpa beban.'Siapa pria itu sebenarnya? CF company? Menurut data tadi, dia bukan CEO nya. Lalu, kenapa dia bertemu dengan Celine? Apa temannya ada yang dari kalangan biasa?' batin Dave bertanya-tanya dengan gelisah.Anna masih saja membaca data pria yang dikirimkan oleh orang suruhannya. Wanita paruh baya itu mencoba m
Di dalam kamar, Celine sedang berpikir keras mengenai ucapan mertua laki-lakinya. Tidak ada satu pun di keluarga tersebut yang memihak padanya. Tentu saja, karena mereka semua berharap jika Hero tetap tinggal bersama dengan mereka. Terutama Dave. Pria berstatus duda itu hanya berharap bisa dekat dan melihat Hero dan ibunya. Sedangkan Sean, dia berharap masih bisa mendapatkan kembali hati istrinya yang berarti juga mendapatkan Hero sebagai putranya."Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku bisa membuktikan jika Hero bukan keturunan mereka," gumamnya sembari berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.Celine memang sudah menduganya. Tidak akan mudah bagi mereka untuk bisa keluar dari kediaman keluarga Mayer. Hanya saja dia tidak berpikir akan sesulit ini. Antonio Mayer memang tidak bisa dilawannya. Karena itulah, selama ini dia banyak belajar darinya secara diam-diam untuk bisa mengembangkan perusahaan miliknya.Pikirannya pun melayang, mengingat akan perkataan sang m