"Tidak ada yang berjalan sesuai dengan keinginanku!" seru Sean sembari melempar bantal yang ada di ranjang ke sembarang arah.Bagaimana tidak frustasi, pasalnya masalah perusahaannya belum teratasi, ditambah lagi masalah Raisa yang masih saja mengganggu dengan caranya. Kini, sang istri kembali menginginkan perceraian, dan membawa Hero bersamanya."Kenapa kesialan bertubi-tubi mendatangiku?!" serunya kembali dengan frustasi.Dave, sang kakak mendengar seruan-seruan dari kamar adiknya. Dia pun menyaksikan perdebatan sang adik dengan istrinya. Jujur saja, dia tidak suka dalam situasi saat ini. Selain menyulitkannya, dia benci jika harus kehilangan atau pun tidak bisa melihat sang putra dan wanita yang telah melahirkan putra mereka."Apa sebaiknya aku juga ikut bertindak? Jika aku diam saja, kemungkinan besar aku akan kehilangan putraku," gumam Dave sembari menatap langit malam yang gelap, segelap hatinya.Sejenak Dave terdiam dan berpikir. Beberapa saat kemudian, dia telah menetapkan kep
"Mama?!" celetuk Dave ketika melihat sosok wanita yang sangat dikenalnya, sedang berdiri di tengah pintu, sembari menatap kaget padanya.Celine menghela nafasnya, merasa sedang dalam kesulitan saat ini. Apa yang dikhawatirkannya benarlah terjadi. Situasinya dengan Dave tidak seperti sebelumnya. Jika mereka terlihat sedang bersama, apalagi di dalam kamar, maka akan ada spekulasi dari orang yang melihatnya. Dia tidak ingin sang kakak ipar disalahkan atau terseret dalam masalah perceraiannya. Wanita yang sudah jatuh hati dalam pesona sang kakak iparnya itu, berusaha keras agar dua orang pria dalam hidupnya, Dave dan Hero, tidak menanggung citra buruk atas perceraiannya."Sedang apa kalian di dalam kamar ini?" tanya wanita paruh baya yang menatap curiga pada mereka berdua.Dave berjalan menghampiri mamanya, dan merangkul pundaknya, seraya berkata,"Dave hanya ingin melihat Hero, Ma. Tapi, percuma saja, dia sedang tidur nyenyak. Lebih baik Dave keluar saja. Ayo, Ma. Kita keluar dari sini.
"Apa masalahnya, Ma? Dia hanya pekerja kantor biasa. Mungkin saja mereka berteman sejak dulu. Tidak ada yang tahu, bukan?" Di luar perkiraan Anna. Dave, putra pertamanya itu hanya berkomentar biasa saja tentang profil pria yang bertemu dengan Celine di restoran. Akan tetapi, berbeda dengan yang dirasakan olehnya. Ada sesuatu hal yang tak bisa diungkapkannya. Semua itu hanya bisa dirasakannya semata."Teman apa? Kenapa mereka begitu akrab dan terlihat sangat dekat?" tanya sang mama yang mencoba mematahkan pendapat sang putra pertamanya."Entahlah, Ma. Dave tidak tahu tentang kehidupan Celine sebelumnya. Mungkin Sean yang tahu dan kenal teman-teman istrinya," jawab Dave tanpa beban.'Siapa pria itu sebenarnya? CF company? Menurut data tadi, dia bukan CEO nya. Lalu, kenapa dia bertemu dengan Celine? Apa temannya ada yang dari kalangan biasa?' batin Dave bertanya-tanya dengan gelisah.Anna masih saja membaca data pria yang dikirimkan oleh orang suruhannya. Wanita paruh baya itu mencoba m
Di dalam kamar, Celine sedang berpikir keras mengenai ucapan mertua laki-lakinya. Tidak ada satu pun di keluarga tersebut yang memihak padanya. Tentu saja, karena mereka semua berharap jika Hero tetap tinggal bersama dengan mereka. Terutama Dave. Pria berstatus duda itu hanya berharap bisa dekat dan melihat Hero dan ibunya. Sedangkan Sean, dia berharap masih bisa mendapatkan kembali hati istrinya yang berarti juga mendapatkan Hero sebagai putranya."Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku bisa membuktikan jika Hero bukan keturunan mereka," gumamnya sembari berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.Celine memang sudah menduganya. Tidak akan mudah bagi mereka untuk bisa keluar dari kediaman keluarga Mayer. Hanya saja dia tidak berpikir akan sesulit ini. Antonio Mayer memang tidak bisa dilawannya. Karena itulah, selama ini dia banyak belajar darinya secara diam-diam untuk bisa mengembangkan perusahaan miliknya.Pikirannya pun melayang, mengingat akan perkataan sang m
Bukan hanya Celine saja yang terkejut dengan tempat yang mereka datangi saat ini. Kedua putra dari keluarga Mayer pun tidak mengira jika sang papa mengajaknya ke rumah sakit terbesar di pusat kota, yaitu rumah sakit yang sudah hampir sepuluh tahun disponsori oleh yayasan perusahaan keluarganya. "Apa lagi ini?" gerutu Sean diiringi helaan nafasnya, ketika keluar dari mobil yang dinaikinya bersama dengan sang kakak."Sepertinya Papa akan memberi kejutan bagi kita. Lihat saja, pasti akan ada pertunjukan yang akan diberikan olehnya," tutur Dave sembari menyeringai.Sean menoleh pada sang kakak yang sedang berdiri di sampingnya. Dia mengernyitkan dahinya, seraya berkata,"Apa maksudmu, Dave? Apa kamu mengetahui semua ini?""Tidak. Papa tidak akan pernah memberitahukan rencananya pada kita. Ingat pada saat kita berlibur? Bukankah aku dibawa secara paksa oleh mereka?" ujar Dave seraya menunjuk dengan dagunya pada beberapa orang yang berpakaian serba hitam.'Benar juga. Lalu, apa rencana Pap
Di hadapan Antonio Mayer kini berjejer tiga orang dokter yang merupakan petinggi dari rumah sakit tersebut. Salah satunya Dokter Fabian yang menjabat sebagai direktur rumah sakit sejak periode tahun lalu. "Apa ada hal penting yang ingin kalian sampaikan, sehingga kalian datang ke sini mengganggu kebersamaan kami?" tanya Antonio dengan memperlihatkan wajah dinginnya.Seketika senyum yang diberikan oleh ketiga dokter itu pudar. Mereka bertiga menundukkan kepalanya, seolah ketahuan telah melakukan kesalahan. "Maaf, Tuan. Kami hanya ingin memberitahukan hasil dari beberapa tes kesehatan yang telah dilakukan oleh Tuan Dave dan Tuan Sean," tutur sang direktur rumah sakit tersebut, seraya menundukkan kepalanya."Apa semua hasilnya sudah keluar? Bukankah tadi kalian mengatakan jika butuh waktu untuk mendapatkan hasil yang valid?" tanya Antonio kembali dengan tatapan menyelidik.Ketiga dokter tersebut saling menatap, seolah saling menentukan siapa yang akan menjawab pertanyaan dari Antonio M
"Biar Mama yang angkat, Pa," ucap Anna setelah menelan makanannya.Antonio memegang tangan wanita yang sudah bertahun-tahun mendampingi hidupnya, dan berkata,"Biarkan saja, Ma. Peraturan Papa tetap berlaku, meskipun kita makan di luar rumah."Tidak ada yang berani membantah perintahnya. Semua kembali menikmati makanan yang ada di piring masing-masing. Suara dering telpon dalam ruangan itu tak kunjung usai. Suaranya bertambah nyaring dan mengganggu kenyamanan mereka. Merasa kesal, pria paruh baya itu pun meletakkan sendok dan garpunya. Kemudian dia beranjak dari duduknya, berjalan penuh kemarahan menghampiri pesawat telpon tersebut, dan mengangkatnya. Akan tetapi, dia tidak menjawabnya. Gagang telpon itu diletakkan di atas meja, sehingga tidak bisa lagi berbunyi.Seluruh anggota keluarga yang ada di ruangan tersebut, berusaha menahan tawanya. Bahkan suara sang penelpon dari seberang sana dapat terdengar oleh mereka."Kenapa dia sibuk sekali cari muka di hadapanku?" gumam Antonio semb
Melihat ketiga dokter tersebut diam membisu, membuat pria paruh baya yang mereka takuti, semakin menatap tajam."Apa semua amplop itu milik Dave dan Sean?" tanyanya dengan tegas, dan menunjuk amplop di tangan sang direktur dengan menggunakan dagunya.Sontak saja pandangan ketiga dokter tersebut, beralih pada amplop yang berada di tangan sang direktur. Selang beberapa detik kemudian, mereka tersadar jika tujuan mereka datang menemuinya untuk memberikan hasil tes tersebut."Iya, benar, Tuan. Ini semua hasil dari tes yang telah dilakukan oleh Tuan Dave dan Tuan Sean. Kami datang ke sini untuk memberikannya secara langsung pada Tuan Antonio," tutur sang direktur rumah sakit tersebut, sembari berjalan menghampiri sang presdir perusahaan Mayer.Antonio menerima semua amplop yang diberikan olehnya, seraya berkata,"Apa ini sudah semua?" "Sudah, Tuan. Tadinya kami tidak mau mengganggu Tuan dan keluarga dengan datang langsung ke mari. Sebelumnya kami sudah menghubungi lewat telpon kamar ini,